Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Prof. Dr. Budiharjo, M.Si

Politik Luar Negeri Bebas Aktif dan Ancaman Perang Dunia III

Politik | Tuesday, 23 Aug 2022, 13:46 WIB
Indonesia memainkan peran strategis di kancah internasional di tengah kondisi geopolitik yang panas akibat perang. Foto Republika

Mantan Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kondisi geopolitik global. Menurutnya, ancaman perang dunia III bisa terjadi dan itu akan mengubah konstalasi politik internasional. Di tengah kondisi negara-negara yang tergabung dalam blok pertahanan, Indonesia tetap bersikukuh dengan doktrin "politik luar negeri bebas dan aktif". Masih relevankah doktrin tersebut?

Kita memahami "politik luar negeri bebas dan aktif" sebagai sikap dasar Indonesia yang menolak masuk dalam salah satu blok negara super powers (waktu itu Amerika dan Soviet). Doktrin ini termaktub dalam alinea ke-4 pembukaan UUD 1945 yang menjadi dasar konstitusi kita. Manifestasi dari doktrin ini menyangkut penentangan pembangunan pangkalan militer asing di dalam negeri, serta menolak terlibat dalam pakta pertahanan yang dibentuk negara-negara besar.

Meski menolak masuk dalam pakta pertahanan/blok negara-negara, Indonesia bukan negara yang menutup diri. Oleh sebab itu, kita tetap berusaha aktif terlibat dalam setiap upaya meredakan ketegangan akibat konflik kemanusiaan dan perang yang berkecamuk di dunia internasional. Caranya adalah dengan mengirim pasukan kemanusiaan ke daerah konflik, aktif diplomasi dalam kancah pergaulan internasional dan sebagainya.

Politik luar negeri bebas aktif juga dibarengi dengan sikap Indonesia yang menentang segala bentuk penjajahan di atas muka bumi ini. Politik luar negeri yang berlaku di negara kita bertujuan untuk kepentingan nasional. Tentu ini berlaku bagi negara manapun, kepentingan nasional masing-masing negara harus diprioritaskan. Kepentingan nasional suatu negara meliputi faktor-faktor kemerdekaan, kedaulatan, pertahanan, keamanan, kesejahteraan, serta upaya untuk mempertahankan dan melestarikan indentitas budaya dan ideologi nasional.

Kepentingan nasional suatu negara juga dapat dibedakan menjadi lima. Pertama, kepentingan strategis, yang mencakup pertahanan keamanan teritorial negara, serta usaha untuk mempertahankan perimbangan kekuatan, baik global maupun regional yang menguntungkan. Kedua, kepentingan politik, yang antara lain mencakup upaya untuk mempertahankan kekuasaan. Ketiga, kepentingan ekonomi, yang mencakup usaha distribusi kekayaan internasional yang seadil-adilnya. Keempat, kepentingan hukum, yaitu usaha untuk mempertahankan perjanjian internasional yang menjamin, hak-hak setiap negara. Dan kelima, kepentingan ideologis, yang antara lain mencakup upaya menyebarluaskan falsafah hidup dan budaya atau ideologi politik negara tersebut, serta upaya menangkal pengaruh negatif yang datang dari luar.

Oleh sebab itu, pendulum pelaksanaan "politik luar negeri bebas dan aktif" dapat bergerak ke kiri dan kanan, sesuai dengan kepentingan nasional pada masa-masa tertentu. Dinamika politik dalam negeri kemudian mengubah pendulum politik luar negeri sesuai dengan kepentingan pertahanan negara.

Jika di masa Orde Lama, pendulum lebih condong bergerak ke "kiri", maka Jakarta lebih akrab ke Moskow, Beijing maupun Hanoi. Sistem Pertahanan negara kemudian mengikuti arah pendulum bergerak. Hal yang berbeda kemudian terjadi di era Orde Baru, di mana pendulum politik luar negeri berkiblat ke Amerika Serikat dan sekutunya. Namun, di era reformasi saat ini, pendulum bergerak secara dinamis mengikuti kepentingan terbaik bagi bangsa dan negara.

Ditambah dengan kondisi perang berkecamuk di sebagian muka bumi, Indonesia pun kian berhati-hati dalam menerapkan kebijakan politik luar negeri. Namun, yang pasti, semua yang dilakukan oleh Pemerintah, DPR dan lembaga negara lainnya, harus mengedepankan kepentingan nasional.

UU Pertahanan Negara menegaskan pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sedangkan rumusan alinea I dan alinea IV Pembukaan UUD 1945 menyatakan politik bebas dan aktif menjadi dasar hukum yang sangat kuat bagi politik luar negeri RI. Bebas berarti tidak terikat oleh suatu ideologi atau oleh suatu politik negara asing atau oleh blok negara-negara tertentu, atau negara-negara adikuasa (super power). Aktif artinya dengan sumbangan realistis giat mengembangkan kebebasan persahabatan dan kerjasama internasional dengan menghormati kedaulatan negara lain.

Prinsip pertahanan negara yang independen, dapat dilihat dari hubungan antar negara yang independen dan menganut politik luar negeri bebas aktif. Hal ini memperkuat posisi Indonesia dalam dunia internasional yang menimbulkan citra positif, yaitu bahwa Indonesia secara konsisten mengusahakan kesejahteraan umat manusia dan perdamaian dunia.

Indonesia menjalin hubungan baik dengan siapa pun, termasuk negara-negara Organsisai Konferensi Islam (OKI) yang menunjukkan sikap dan usaha Indonesia yang secara positif mengajak negara-negara berpenduduk Islam untuk lebih mengutamakan perjuangan menciptakan kesejahteraan dan perdamaian melalui kerja sama budaya, peningkatan mutu pendidikan dan penguasaan ilmu pengetahuan serta kemajuan ekonomi.

Mengapa budaya? Dia menjadi bagian dari perwujudan partisipasi masyarakat dalam pertahanan negara yang bersifat semesta. Pendekatan membela negara tidak hanya didekati dengan aspek militer, namun mengutamakan juga aspek kekuatan budaya dalam arti luas. Untuk itu, secara teknis perlu adanya kegiatan inventarisasi, menentukan sarana prasarana yang akan dialokasikan untuk kesejahteraan dan keamanan pertahanan negara. Aspek budaya ini dimanfaatkan untuk jalur pertahanan dan penguatan jatidiri bangsa.

Melihat rentetan peristiwa di dalam negeri, sesungguhnya konflik dan kekerasan yang terjadi sebenarnya merupakan bentuk lain dari pengingkaran pada pijakan dan realitas sistem pertahanan negara yang didasarkan pada budaya nasional. Realitas mengapa kita ada dan hidup bersama, di antaranya pijakan sesungguhnya mengukuhkan keberadaan eksistensial kita. Akibatnya, pijakan kultural tersebut retak dan hancur, sehingga alasan-alasan emosional maupun intelektual yang menjelaskan semua eksistensi serta tindakan kita turut luntur karenanya. Masalah ini menjadi substansial di saat masyarakat kita jatuh dalam pancaroba, dalam masa kritis yang akan menentukan keberadaannya di kemudia hari.

Pengembangan kekuatan nilai-nilai luhur budaya tidak akan ada habisnya. Sementara kekuatan sumber daya alam tak terbarukan akan ada batasnya. Nilai luhur budaya ini yang dipakai sebagai landasan kekuatan pertahanan militer dan nirmiliter agar bangsa Indonesia disegani oleh bangsa lain di dunia.

Revitalisasi nilai-nilai budaya yang dibingkai pada bela negara, dalam rangka mencari hakikat jatidiri bangsa Indonesia, adalah segala upaya pemberdayaan potensi nasional melalui pemahaman kekuatan diri sehingga menjadi kekuatan luar biasa yang dapat dipakai untuk menghadapi ancaman global. Salah satunya melalui pemberdayaan nilai-nilai budaya sebagai jatidiri dan nilai percaya diri yang akan mampu menjadi kekuatan dahsyat yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image