Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Shopiah Syafaatunnisa

Tradisi Belajar Ulama Terdahulu yang Patut Dicontoh

Agama | Saturday, 20 Aug 2022, 21:16 WIB
Sumber: republika.co.id

Dilansir dari sebuah buku terjemahan yang berjudul Gila Baca ala Ulama karya seorang ulama bernama Ali bin Muhammad Al-'Imran rahimahullah, hampir keseluruhan isinya menggambarkan betapa tingginya budaya literasi ulama terdahulu yang bahkan melebihi kebiasaan manusia pada umumnya.

Diantara hal unik yang menarik penulis adalah bab mengenai cara belajar yang mungkin bisa menjadi inspirasi bagi para penuntut ilmu sekaligus cambuk bagi kita semua untuk mengoreksi diri sendiri akan seberapa besar kecintaan kita terhadap ilmu.

Apa saja tradisi belajar mereka yang istimewa tersebut?

Membaca Kitab Tebal dalam Waktu Singkat

Kitab tebal? Apa yang kita visualisasikan mungkin diantaranya seperti kitab Shahih Bukhari dan Muslim yang berjilid-jilid itu, bukan?

Kitab dengan ketebalan amat sangat tebal ini rupanya mampu dibaca oleh ulama terdahulu dalam durasi yang singkat, masyaAllah Allahu Akbar!

Dikisahkan bahwa Khatib al-Baghdadi sewaktu di Mekkah mampu mengkhatamkan kitab Shahih Bukhari di depan Karimah (seorang ulama) dalam waktu lima hari. MasyaAllah Allahu Akbar! Beliau digelari al-huffazh, orang yang hafal lebih dari 100 ribu hadits lengkap sanad dan matannya.

Dalam kisah nyata lainnya, seorang ulama bernama Thalhah bin Muzhaffar al-Altsi al-Hanbali mampu membaca kitab Shahih Muslim dalam tiga kali pertemuan. Masya Allah! Beliau adalah seorang yang zuhud dan wara' serta fasih bacaannya dan juga menguasai beberapa disiplin ilmu.

Ibnu Al-Abbar mampu mengkhatamkan Shahih Muslim dalam waktu enam hari, Syaikh Ibnu Taimiyah mengkhatamkan Al-Ghailaniyyat (kitab tebal sebanyak 11 juz) dalam waktu sekali baca, dan masih banyak lagi ulama lainnya dengan kemampuan baca cepat yang luar biasa.

Memuraja'ah Kitab yang Sudah Dibaca

Biasanya, kita mengenal istilah muraja'ah untuk para penghafal alquran. Rupanya, muraja'ah pun sangat disarankan bagi setiap buku apapun yang kita baca.

Manfaat memuraja'ah buku (membaca buku secara berulang) ini luar biasa. Disebutkan bahwa kita akan mendapat informasi lebih yang tidak kita temukan saat mengkhatamkannya pertama kali.

Semua itu karena semakin bertambahnya wawasan dan pemahaman kita. Contohnya seperti yang dialami oleh teman karib Imam Syafi'i rahimahumullah yang bernama Rabi' Ibnu Sulaiman Al-Muzani. Beliau berkata:

"50 tahun sudah aku mengkaji kitab ar-Risalah, setiap kali aku mendalaminya kembali, selalu ada hal-hal baru yang tak pernah aku ketahui sebelumnya."

MasyaAllah! Benarlah faidah muraja'ah yang luar biasa ini. Sampai ada nasihat bahwa membaca satu buku sebanyak tiga kali lebih bermanfaat dari pada membaca tiga buku dengan sekali baca.

Inilah diantara tips rahasia ulama terdahulu yang tidak pernah bosan mengulang-ulang kitab yang pernah dibacanya.

Contoh lainnya adalah Imam Ghalib bin Abdurrahman yang pernah membaca Shahih Bukhari secara berulang hingga 700 kali. Kemudian Sulaiman bin Ibrahim menamatkan Shahih Bukhari hingga 150 kali. MasyaAllah!

Itulah diantara cara belajar mereka yang mengagumkan. Paling tidak, kita bisa mencontoh budaya membaca yang tak kenal bosan dan lelah tersebut.

Tak heran jika mereka menjadi ulama luar biasa karena kegigihan belajar mereka pun luar biasa.

Bagaimana dengan kita? Di zaman yang fasilitas belajar serba mudah untuk diakses ini, tentu memiliki tantangan yang juga tidak mudah.

Bila zaman dahulu berjuang keras membaca melalui kitab-kitab dan buku, di zaman sekarang banyak tersebar e-book, rujukan di internet, bahkan sampai berbentuk aplikasi pun ada.

Tidak hanya kitab ulama yang karyanya lebih mudah lagi dinikmati umat Islam saat ini, buku dan tulisan apapun yang bermanfaat sangat mudah kita dapat. Namun sayangnya, tantangan di balik kemudahan ini masih saja kita dihantui rasa malas di tengah kelezatan ilmu yang bertebaran.

Namun perlu dicatat, meski semuanya serba mudah, kita perlu menyeleksi keabsahannya. Pasalnya, sisi buruk di era digital ini adalah banyaknya hoaks dan ilmu-ilmu yang tidak jelas sumbernya, sehingga kita wajib untuk selalu menyeleksi kebenaran setiap tulisan yang kita baca.

Semoga tulisan ini dapat memacu budaya literasi kita agar tetap lestari. Para ulama kita memberi pesan melalui perbuatannya agar kita selalu mencintai ilmu dan buku.

Wallahu a'lam

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image