Arema FC: Tubuh dan Sejarah
Olahraga | 2022-08-11 11:11:55Arema FC (Football Club) alias persatuan sepak bola Arema lahir pada tanggal 11 Agustus 1987. Klub sepak bola Malang itu kini, usianya 35 Tahun. Selamat ulang tahun, Arema FC. Kelahirannya tidak lepas dari semangat mengembangkan persepakbolaan daerah Indonesia, terutama daerah Malang. Meskipun sebenarnya, Malang pada masa itu telah mempunyai tim asal Malang, yakni Persema Malang (milik pemerintah kota Malang) yang masih menjadi magnet bagi arek-arek Malang. Stadion Gajayana yang menjadi home base klub pemerintah itu selalu dipenuhi penonton. Sedangkan, Arema—namanya saja—waktu itu masih berupa sebuah “utopia”.
Lantas, datanglah Acub Zainal, mantan Gubernur Irian Jaya (sekarang Papua) ke-3 dan mantan pengurus PSSI periode 80-an yang kali pertama punya gagasan melahirkan pemikiran membentuk klub Galatama di kota Malang. Saat itu, Galatama menjadi kompetisi semi profesional yang diikuti klub-klub swasta yang tidak dibiayai APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). (wearemania, 11/8/2021)
Peran Ovan Tobing, Humas Persema, saat itu juga tidak lepas menyemangati kelahiran Arema. Ovan Tobing yang kini menjadi MC pertandingan kandang Arema itu mengundang Acub Zainal ke Stadion Gajayana ketika Persema bertanding melawan Perseden Denpasar. Masa itu, Acub posisinya sebagai Administratur Galatama.
Beberapa hari setelah itu, Ir. Lucky Acub Zainal, putra Acub Zaenal mendatangi Ovan di rumahnya, Jl. Gajahmada No. 15 Kota Malang dengan diantar Dice Dirgantara yang sebelumnya sudah kenal dengan dirinya. Dari pembicaraan malam itu, Ovan menyatakan tak punya dana besar untuk membentuk klub Galatama, modalnya hanya pemain.
Sejarah
Lucky, putra dari Acub Zainal singkat cerita dipertemukan dengan Dirk “Derek” Sutrisno, pendiri klub Armada 1986. Berkat hubungan baik antara Dirk dan wartawan olahraga di Malang, khususnya sepakbola, maka SIWO PWI Malang mengadakan seminar sehari untuk melihat “Sudah saatnya kah Kota Malang memiliki klub Galatama?”
Drs. Heruyogi sebagai Ketua SIWO dan Drs. Bambang Bes (Sekretaris SIWO) menggelar seminar itu di Balai Wartawan Jl. Raya Langsep Kota Malang. Tema yang dipilih adalah “Klub Galatama dan Kota Malang”, dengan narasumber Acub Zainal (Administrator Galatama), perwakilan Pengda PSSI Jawa Timur, Komda PSSI Kota Malang, Dr. Ubud Salim, MA. Acara itu dibuka oleh Wali Kota Tom Uripan. Seminar itu menghasilkan rekomendasi Kota Malang dinilai sudah layak memiliki sebuah klub Galatama yang profesional.
Awal berdirinya Arema juga tidak lepas dari peran besar Derek dengan Armada 86-nya. Pada awalnya, nama yang dipakai adalah Aremada, yang merupakan gabungan dari Armada dan Arema. Namun nama itu tidak bertahan lama, karena beberapa bulan kemudian diganti menjadi Arema ‘86. Sayang, upaya Derek untuk mempertahankan klub Galatama Arema ’86 banyak mengalami hambatan di Galatama VIII, dan terseok-seok karena dihimpit kesulitan dana.
Tubuh
Acub Zainal dan Lucky putranya lantas mengambil alih dan berusaha menyelamatkan Arema ‘86 agar tetap bertahan dan eksis. Setelah diambil alih, nama Arema ‘86 akhirnya diubah menjadi Arema dan ditetapkan pula tanggal berdirinya pada 11 Agustus 1987, sesuai dengan akte notaris Pramu Haryono SH No 58. (wearemania, 11/8/2021)
Ovan Tobing menyebut, dari bulan Agustus bulan lahirnya Arema itulah kemudian simbol Singo (Singa) muncul. Agustus identik dengan zodiak Leo dengan simbol Singa. Maka, Lucky dan Ovan Tobing menyematkan singa sebagai simbol Arema. (wearemania, 11/8/2021)
Seiring berjalannya waktu, simbol singa yang tersemat itu semakin melekat di dalam tubuh Arema dan membuat Arema menggila menjadi Singo (Singa) Edan. Berasal dari kesamaan latar belakang dan kemudahan komunikasi tim. Hingga akhirnya, filosofi Singa tersebut hidup kembali menjadi sepak bola Malang khas Singo Edan.
Di samping itu, salah satu cerita datang dari Noor Ramadhan atau yang biasa dipanggil Nunun, salah satu Aremania yang sering mendampingi Sam Ikul sapaan akrab Lucky Acub Zainal (alm). Ia mengatakan bahwa julukan Singo Edan terjadi tanpa direncanakan atau mengalir begitu saja. "Iya, ceritanya para wartawan senior saat itu bersama Sam Ikul satu mobil perjalanan ke Stadion Brantas Batu, ada pertandingan karena Stadion Gajayana direnovasi," kata Nunun. (Kompas.com, 19/09/2021) Diskusi yang terjadi di dalam mobil tersebut berlangsung liar, memunculkan sejumlah kata sifat untuk melengkapi julukan Singo.
Pada akhirnya, kata Edan-lah yang dipilih sebagai pelengkap julukan Singo, sehingga menjadi Singo Edan. Sejak saat itu, julukan Singo Edan digunakan oleh Arema. Julukan yang merepresentasikan bagaimana Arema berdiri gagah melawan semua rintangan yang menghadang tanpa batasan logika.
Filosofi Singo Edan tersebut kemudian menjadi lebih melekat setelah adanya hubungan pesepak bola di Malang Raya yang cukup unik—semacam mempunyai jaringan tidak resmi yang berhubungan antara pemain satu dengan yang lain. Jaringan tersebut terbentuk dari kesamaan latar belakang yang membuat pemain Malang Raya punya satu frekuensi serupa. Seperti yang diungkapkan Dedik Setiawan, salah satu pemain Arema FC, “kalau komunikasi lebih enak karena kami sudah sering bertemu”. (KOMPAS.com, 01/03/2021)
Apalagi, di luar kegiatan tim, para pemain Arema juga punya wadah untuk bersilaturahmi antarpemain lintas generasi di Malang Raya. Sehingga, sangat mudah menemukan senyawa antara satu sama lain di dalam lapangan. Arema FC yang begitu kental dengan filosofi Singo (Singa) Edan juga lantaran banyaknya putra daerah asal Malang Raya, yang merapat ke dalan skuad tim kebanggaan Aremania tersebut.
Walhasil dengan semangat perjuangan yang ada, Arema terus berkembang hingga menjadi: Arema Malang (1987-2009), Arema Indonesia (2009-2013), Arema Cronus (2013-2016), dan Arema FC (2017-Sekarang).
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.