Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ummu Fatimah

Titik Terang Citayam Fashion Week

Gaya Hidup | Monday, 01 Aug 2022, 14:57 WIB

Jagad sosial media masyarakat Indonesia beberapa pekan terakhir diselimuti diksi fashion. Hal ini tentu bukan tanpa alasan, adanya fenomena sosial yang viral di tengah kalangan kaum remaja terkait pagelaran fashion jalanan menjadi ramai diperbincangkan publik dari bebragai elemen masyarakat. Apalagi jika bukan Citayem Fashion Week. Citayem Fashion Week atau CFW, seperti yang diketahui bahwa fenomena fashion dengan zebra cross sebagai panggungnya berawal dari keisengan kaum muda. Mereka sengaja berpenampilan dengan costum ciamik untuk menunjukkan eksistensi kepada teman teman sebaya yang tengah nongkrong di kawasan tersebut (IDN News, 27/7/22). Fenomena ini merangkak viral setelah diekspos ke sosial media oleh berbagai inlfuencer hingga mengantongi tanggapan dari berbagai tokoh publik. Tidak tanggung tanggung mulai dari bupati hingga sekelas menteri ikut berkomentar atas fenomena sosial viral tersebut, salah satunya Gubernur Jawa Barat (OkeNews, 27/7/22).

Layaknya fenomena sosial masyarakat memiliki pandangan yang berbeda melihat hal ini. Beberapa pihak menyatakan dukungan atas fenomena ini atas dasar kebebasan berekpresi bagi kaum muda khususnya remaja. Beberapa pihak yang lain menyayangkan fenomena ini karena beberapa alasan seperti mengganggu sarana publik hingga pernyataan eksploitasi remaja. Berbagai komentar yang hadir ternyata tidak membuat eksistensi CFW semakin meredup. Justru, diberbagai kota di Indonesia muncul fenomena serupa yang juga dilakukan oleh kalangan remaja. Contohnya saja Bandung, Jogya, Medan hingga Madiun (Kompas.com, 27/7/22). Hal ini menunjukkan bahwa fenomena ini mampu menarik partisipasi masyarakat luas khususnya kalangan remaja. Jika ditelisik lebih jauh, mengapa hal ini bisa terjadi serta apa dampak yang akan ditimbulkan di tengah masyarakat? Untuk menguraikan kedua pertanyaan tersebut tentu kita perlu memahami terlebih dahulu terkait kebutuhan manusia serta sebuah standart dalam tatanan kehidupan masyarakat.

Berangkat dari pemenuhan naluriah

Fenomena fashion anak muda baik di Citayam sebagai sel awal yang diikuti berbagai daerah di Indonesia dapat dilihat sebagai gambaran remaja yang ingin menunjukkan eksistensinya kepada publik. Eksitensi ini kemudian diekpresikan dengan mengenakan outfit kece yang harapannya mampu mendulang decak kagum berbagai kalangan mulai dari remaja yang juga nongkrong disana hingga netizen sosial media. Secara alamiah manusia dianugrahi tiga naluri, salah satunya adalah naluri eksistensi diri. Naluri ini akan mendorong manusia untuk mempertahankan keberadaannya di tengah publik, baik dalam bentuk menarik perhatian, mengingkinkan pengakuan, mencegah orang lain merendahkan martabatnya hingga dorongan untuk menjadi dominan pada komunitas sosial tertentu. Adanya naluri eksistensi inilah yang akan mendorong manusia untuk mempertahankan keberadaan dirinya.

Pada dasarnya naluri ini merupakan hal alamiah yang kadarnya akan meningkat ketika memperoleh stimulus, begitupun sebaliknya. Selain itu pemenuhan atas naluri ini bergantung dengan pandangan manusia terkait kehidupan. Ketika seseorang memandang bahwa kehidupan hanya sekali sehingga harus happy dan kaya materi maka untuk ekpresi dari naluri eksistensi ini mengarah pada hal hal seperti kemewah, ketenaran, kekuasaan termasuk latah atau suka mengikuti hal hal viral. Hal ini disebabkan keinginan untuk menjadi tenar telah membara di dalam dirinya sedangkan satu satunya cara instans untuk memenuhi adalah dengan mengikuti ataupun membuat sesuatu yang viral. Problemnya adalah pandangan hidup materialistik yang menyatu dengan sekulerisme membuat individu akan bersikap liberal atau bebas dalam mengekspresikan apapun asalkan mampu memenuhi kebutuhan nalurinya tersebut. Terlepas dari pro ataupun kontra dari agama hingga norma setempat.

Perlukah standart kebenaran?

Fenomena liberalisme tersebut ketika dibiarkan akan memabawa dampak besar bagi kaum muda. Mereka akan mendefinisikan kehidupan secara bebas yang berakibat pada tujuan hidup yang bebas juga. Artinya tujuan hidup mereka tidak terarah serta tidak memiliki standart benar dan salah. Hal ini sama halnya dengan kaum muda tidak memiliki tujuan hidup yang jelas. Bisa dibayangkan ketika seseorang kelaur rumah lalu ia berjalan tanpa tau tujuannya maka tentu sepanjang perjalanan ia akan kebingunan. Bagaimana jika ini terjadi pada kaum muda negeri ini? Bisa dianalisis mereka tidak akan memiliki pedoman hidup yang kokoh, mudah mengekor pada hal hal instans saja. Bahkan ketika liberalisme ini didukung dengan mindset materialisme, karya karya yang mereka hasilkan hanya berorientasi pada kepentingan individu semata, Sikap individualis, apatis, apolitis dan egois semakin merebak. Inikah generasi yang diinginkan untuk membangun suatu negeri?

Untuk itu diperlukan sebuah standart kebenaran yang hakiki sehingga pemenuhan naluri eksistensi tidak hanya memenuhi hawa nafsu belaka akan tetapi mampu memberikan dampak positif yang besar bagi keberkahan masyarakat yang ada. Standart tersebut telah jelas diatur oleh Penciptanya manusia, Allah Subhanahu waataala sebagai Tuhan semeta alam. Semata mata untuk menjaga manusia. Oleh karenanya adanya dukungan atas nama kebebasan berekpresi yang dilontarkan rezim ini pada fenomena tersebut sangat disayangkan. Tidak lain tidak bukan fenomena tersebut justru membuat generasi muda pada praktek praktek kebebasan tanpa batas yang membahayakan.

Ketika ditelisik lebih jauh, generasi muda tersebut bisa jadi hanyalah korban dari kerasnya kehidupan hedonis dan materialis yang ada. Pembelajaran materialisme, liberalisme hingga sekuler yang mereka konsumsi setiap hari menjadikan mereka sedikit demi sedikit menikmati racun tersebut tanpa sadar merela telah menjadi korban ganasnya ide materialisme yang merebut jati diri mereka sebagai seorang manusia sekaligus sebagai generasi muslim. Untuk itu perlu adanya pendidikan yang kondusif serta ditunjang oleh berbagai sistem lain seperti ekonomi sosial bahkan politik agar mampu mencetak generasi terbaik yang jelas tujuan hidupnya. Karena hakikatnya tidak ada sistem yang mampu berdiri sendiri melainkan saling berkesinambungan satu dengan yang lain. Hal inilah yang harusnya menjadi penguat bahwa sistem pendidikan dan sistem yang lain perlu berlandaskan idealitas yang benar sesuai dengan keinginan Pencipta Manusia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image