Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Yashmut Anshari Abdul Jabbar

Dinamika Nilai Tukar dan Inflasi serta Dampaknya Terhadap Kestabilan Moneter

Bisnis | 2022-07-31 05:06:20

Artikel ini memaparkan pengaruh nilai tukar dan inflasi pada kestabilan moneter. Fluktuasi nilai tukar yang besar mengharuskan bank sentral untuk lebih fleksibel dalam menetapkan target inflasi. Kestabilan kondisi moneter ditujukan untuk dapat membantu membuat proyeksi usaha sehingga kepastian usahanya lebih terjamin. Studi ini menggunakan permodelan yang dikembangkan oleh Joseph et. al. (1999) dan analisis ekonometrika untuk mencari pengaruh tim bal balik antara nilai tukar dan inflasi serta menentukan faktor-faktor mana yang paling dominan mempengaruhi keduanya. Hasil studi ini menujukkan bahwa perubahan nilai tukar, jumlah uang beredar, inflasi di luar negeri, dan harga beras berpengaruh positif dengan inflasi di dalam negeri. Selain itu pemilihan rezim nilai tukar free floating akan sangat berdampak pada semakin terbukanya gejolak nilai tukar terhadap kekuatan pasar yang lebih besar sehingga Bank Indonesia perlu menyiapkan instrumen pengendalian moneter yang lebih kuat dan sebelumnya, misalnya operasi pasar terbuka pada valuta asing.

Sejak terjadinya gejolak nilai tukar pada bulan Juli 1997 membuat kondisi perekonomian nasional bertambah buruk. Apalagi hal ini berdampak pada meningkatnya inflasi yang mencapai 77 % pada tahun 1998, seperti terlihat pada Grafik 2. Keadaan tersebut seperti perulangan kejadian pada tahun 1960-an yang berakibat melemahnya daya beli masyarakat serta berbagai perubahan struktur ekonomi secara keseluruhan.

Saat ini, perubahan struktur perekonomian tersebut tercermin dari diberlakukannya Undang-undang Bank Sentral No. 23 tahun 1999 yang baru tentang Bank Indonesia, dimana BI memiliki independensi dalam menetapkan target-target yang akan dicapai dan kebebasan dalam menggunakan berbagai instrumen kebijakan dalam mencapai target tersebut (Iljas 2000). Hal ini dilakukan dalam rangka memelihara kestabilan moneter yang tercermin dari tingkat inflasi dan nilai tukar (Cavanese 1982).

Pemilihan inflasi sebagai sasaran akhir sejalan pula dengan kecenderungan perkembangan terakhir bank-bank sentral di dunia, dimana banyak bank sentral yang telah beralih lebih memfokuskan diri pada upaya mempengaruhi tingkat inflasi (Argamaya 2000), (Cavanese 1982). Ada beberapa alasan yang mendasarinya, pertama, bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi tingkat inflasi. Kedua, pencapaian inflasi rendah merupakan prasyarat bagi tercapainya sasaran makro ekonomi lainnya, seperti pertumbuhan pada tingkat kapasitas penuh (full employment) dan penyediaan lapangan kerja yang seluas-luasnya. Ketiga, yang terpenting, penetapan tingkat inflasi rendah sebagai tujuan akhir kebijakan moneter akan menjadi nominal anchor berbagai kegiatan ekonomi.

Pengaruh adanya fluktuasi nilai tukar yang besar mengharuskan bank sentral untuk lebih fleksibel dalam menetapkan target inflasi. Namun demikian, penetapan target inflasi yang terlalu fleksibel dikhawatirkan dapat berdampak negatif terhadap reputasi bank sentral dalam menjaga inflasi. Di lain pihak semakin tinggi deviasi keberhasilan kebijakan disinflationary policy pemerintah dari inflasi yang ditargetkan akan berakibat semakin tinggi ekspektasi masyarakat. Harapannya adalah dengan kestabilan kondisi moneter maka paling tidak bagi masyarakat dapat membantu membuat proyeksi usaha sehingga kepastian usahanya lebih terjamin. Kemudian juga dengan kestabilan tersebut maka alokasi sumber-sumber modal secara efesien dapat dicapai lebih mudah.

Kestabilan nilai rupiah dapat diukur dari nilai rupiah terhadap barangbarang dalam negeri dan luar negeri. Kestabilan nilai rupiah terhadap barangbarang di dalam negeri tercermin dari tingkat inflasi, sementara kestabilan nilai rupiah luar negeri tercermin dari nilai tukar rupiah (kurs) terhadap uang Negara lain (Iljas 2000)

Secara ringkas, tulisan ini mempunyai tujuan untuk menganalisis dinamika perkembangan nilai tukar dan inflasi sebagai fundamental stabilitas perekonomian Indonesia. Disamping itu untuk mengkaji pengaruh timbal balik antara nilai tukar terhadap inflasi sebagai indikator kestabilan moneter. Tujuan lainnya adalah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar dan inflasi.

Metode yang digunakan dalam studi ini menggunakan permodelan yang dikembangakan oleh Joseph et. al. (1999). Analisis selanjutnya menggunakan ekonometrika untuk mencari pengaruh timbal balik antara nilai tukar dan inflasi serta menentukan faktor-faktor mana yang paling dominan mempengaruhi keduanya.

Bagian selanjutnya akan dijelaskan secara ringkas metode yang digunakan, baik model ekonomi, cara menganalisa datanya, serta uji-uji yang penting dalam menggunakan metode ekonometrika. Pada bagian akhir akan dikemukakan hail perhitungan yang disertai beberapa kesimpulan serta rekomendasi yang bisa diberikan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image