Menjadi Hamba yang Qolbun Salim
Agama | 2022-07-24 08:03:36Di dalam Q.S. As-Syu’ara [26]: 88-89 Allah berfirman,
“(Ingatlah) pada hari ketika harta dan anak-anak tidak lagi berguna, kecuali orang yang menghadap Allah dengan (membawa) hati yang salim (sehat).”
Saat menafsiri ayat di atas, Ibn Sirin mengatakan qalbun salim adalah hati yang mengenal Allah dan menyakini hari kiamat. Hal senada juga disampaikan oleh Ibn Abbas, Mujahid, dan Hasan al-Bashri. Sementara menurut Sa’id ibn Musayyib, ia adalah hati yang sehat dari penyakit kemusyrikan dan kemunafikan. Menurutnya qalbun salim itu adalah hatinya orang mukmin saja. Sementara yang sakit (qalbun marid) adalah hati orang kafir dan munafik sebagaimana yang disinggung dalam Q.S. Al-Baqarah [2]: 10
“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta”.
Secara bahasa, qolbun salim berasal dari dua kata bahasa Arab, yaitu qolbun yang berarti ‘hati’ dan salim yang berarti ‘bersih, suci, dan lurus’. Jika kedua kata ini digabungkan, maka akan membentuk arti ‘hati yang lurus, bersih, suci, dan ikhlas dalam segala gerak, pikiran, perasaan, perbuatan dan lain sebagainya hanya kepada Allah Swt’.
A. Ciri-Ciri Qolbun Salim
Sebagai seorang muslim, tentunya kita sangat menginginkan hati yang selamat (qolbun salim) berada dalam tubuh kita. Isi hati seseorang tidak dapat diketahui oleh siapapun, kecuali oleh dirinya sendiri dan Allah SWT, serta orang- orang pilihan Allah yang telah dibukakan untuknya hal-hal yang ghaib. Maka dari itu tentunya kita ingin mengetahui apakah hati kita ini sudah memiliki qolbun salim atau belum.
Berdasarkan banyaknya penafsiran yang diuraikan sebelumnya, penulis dapat menjelaskan ciri-ciri dari orang yang memiliki hati yang selamat (qolbun salim):
1. Orang yang selamat dari syirik dan mengedepankan Tauhid. Salah satu tandanya adalah ketika kita meminta semua kebutuhan maka kita hanya meminta kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman:
“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya”. (Q.s Al Kahfi:110)
1. Selamat dari kesombongan dengan mewujudkan sifat tawadhu’. Salah satu tandanya ialah kita tidak merasa lebih baik dari orang lain.
2. Selamat dari sifat hasad, iri, dengki dengan cara mewujudkan kelapangan dada. Salah satu tandanya ialah kita menginginkan kebaikan itu dimiliki oleh orang lain, dan kita tidak menginginkan kebaikan tersebut lenyap dari padanya.
Ibnu Qayyim menambahkan mengenai tanda-tanda orang yang memiliki hati yang sehat;
1. Ia lebih mengutamakan segala sesuatu yang bermanfaat dan baik dari malapetaka yang merugikan.
2. Ia lebih mengutamakan akhirat daripada dunia. Karena mencintai dunia merupakan tanda hati yang sakit.
3. Hati yang sehat akan memacu pemiliknya untuk kembali, bertaubat, cinta mendekat, senang, bersandar, bergembira, pasrah, percaya, berharap, takut, mengingat, rindu hanya kepada Allah, bukan kepada yang lain.
4. Ia tidak bosan dari mengingat Tuhannya dan beribadah kepada-Nya, ia tidak senang kepada selain-Nya, kecuali kepada seorang yang menunjukkannya dan mengingatkannya kepada Allah.
5. Jika ia lalai dari ibadahnya, meskipun hanya sedikit, maka ia merasa amat rugi.
6. Ia selalu rindu untuk beribadah, seperti kerinduan seorang yang lapar kepada makan dan minum.
7. Ketika ia melakukan salat, maka semua keresahan dan kerisauannya hilang, karena ia menikmati lezatnya salat.
8. Idolanya hanya satu, yaitu bertakarrub kepada Allah.
9. Ia tidak ingin kehilangan waktunya secara sia-sia.
10. Ia sangat peduli untuk memperbaiki amal-amal kebajikannya dengan penuh ikhlas, penuh perhatian, mengikuti sunah dan menambah kebajikan.3
Manusia yang paling baik, yang hatinya paling bersih, dan imannya paling agung, adalah para Nabi dan Rasul. Allah SWT telah memilih mereka. Dia mengaruniai ilmu kepada mereka di atas semesta alam, dan Allah SWT lebih mengetahui risalah-Nya. Hati mereka yang terbaik dan terpilih itu telah ikhlas untuk Allah SWT. Mereka terikat dengan-Nya, baik dalam kesusahan maupun kemudahan, dengan sukacita atau pun terpaksa, pada waktu malam atau pun siang.
Hati adalah sumber pokok bagi segala kebaikan dan kebahagiaan seseorang. Bahkan, bagi seluruh makhluk yang dapat berbicara, hati merupakan kesempurnaan hidup dan cahayanya. Allah SWT berfirman:
“Dan apakah orang yang sudah mati, kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekalikali tidak dapat keluar dari padanya”. (Q.s Al An’am :122)
Ayat ini mengisyaratkan adanya penggabungan antara kehidupan dengan cahaya. Dengan hidup, seorang mempunyai kekuatan, pendengaran, penglihatan, rasa malu, rasa mulia, berani, sabar, dan sejumlah budi pekerti yang mulia, termasuk juga kecintaannya kepada segala sesuatu yang baik dan kebenciannya kepada segala sesuatu yang buruk. Makin kuat hidupnya, makin kuat pula sifat- sifat mulia ini, dan makin lemah hidupnya, maka makin melemah pula sifat-sifat mulia ini, sehingga ia tidak malu untuk mengerjakan berbagai perbuatan buruk. Hati yang sehat dan hidup ketika didekati oleh berbagai perbuatan buruk, maka ia akan menolaknya dan membencinya dengan spontanitas, dan ia tidak condong kepadanya sedikit pun. Berbeda dengan hati yang mati, ia tidak dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, seperti yang diucapkan oleh Abdullah bin Mas’ud ra., “Akan binasa seorang yang tidak mempunyai hati yang dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk”.
Demikian pula, jika cahayanya dan kecemerlangannya makin tajam, maka makin terbuka baginya berbagai cabang ilmu dan hakikatnya. Sehingga dengan cahaya hati, ia dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Berkenaan dengan masalah ini, maka Allah SWT menerangkan dalam firman- Nya:
“Dan Demikianlah kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus”.(Q.s Asy Syura :52)
Ayat di atas menghimpun antara ruh yang menyebabkan adanya kehidupan dengan cahaya yang menyebabkan adanya sinar. Dia menerangkan bahwa kitab suci yang diturunkan kepada rasul-Nya membawa ruh dan cahaya, yaitu ruh yang dapat menghidupkan hati dan cahaya yang dapat memberi penerangan hati.
A. Cara Mendapatkan Qolbun Salim
Setelah kita mencermati ciri-ciri qolbun salim maka pada bahasan ini, penulis ingin menguraikan beberapa cara untuk mendapatkan qolbun salim, diantarnya;
1. Mengikhlaskan semua amal perbuatan hanya ditujukan untuk beribadah dan mahabbah kepada Allah. Kecintaan kepada Allah inilah yang menjadi dasar seluruh aktifitas kehidupan, sehingga dapat menyingkirkan sikap syirik. Sebagaimana firman Allah:
“Katakanlah: "Apakah akan Aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, padahal dia memberi makan dan tidak memberi makan?" Katakanlah: "Sesungguhnya Aku diperintah supaya Aku menjadi orang yang pertama kali menyerah diri (kepada Allah), dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang musyrik". (Q.s Al An’am :14)
(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Q.s Al Baqarah:112)
Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang...diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus?...Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.(Q.s An Nisa : 125)
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang diturunkan Allah". mereka menjawab: "(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)?. Dan barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. dan Hanya kepada Allah lah kesudahan segala urusan. Dan barang siapa kafir Maka kekafirannya itu janganlah menyedihkanmu. Hanya kepada Kami lah mereka kembali, lalu kami beritakan kepada mereka apa yang Telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala isi hati. Kami biarkan mereka bersenang-senang sebentar, Kemudian kami paksa mereka (masuk) ke dalam siksa yang keras”.(Q.s Luqman:21-24)
2. Selalu mengharap kasih sayang Allah karena meyakini bahwa segala kebaikan hanya berada di tangan Allah. Maka qolbun salim terbebas dari harapan dan ketergantungan pada selain Allah;
“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab: "Allah". Katakanlah: "Maka Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku". Kepada-Nya lah bertawakkal orang-orang yang berserah diri”.(Q.s Az Zumar: 38)
Sebagai orang muslim, kita sudah diberi contoh yang baik oleh Rasulullah SAW. Orang yang dapat meneladani Rasulullah adalah orang yang mengharap rahmat Allah;
“Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.(Q.s Al Ahzab :21)
2. Takut terhadap siksaan Allah. Yaitu perasaan muslim yang sangat khawatir terlepas dari minhaj Allah, karena meyakini bahwa ancaman dan siksaan Allah lebih dahsyat dari ancaman manusia. Muslim lebih takut terhadap siksa Allah daripada menerima kelezatan dunia.
“Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat kami yang nyata, orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan kami berkata: "Datangkanlah Al Quran yang lain dari ini atau gantilah dia". Katakanlah: "Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikut kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya Aku takut jika mendurhakai Tuhanku kepada siksa hari yang besar (kiamat)".(Q.s Yunus :15)
“Katakanlah: "Sesungguhnya Aku takut akan azab hari yang besar (hari kiamat), jika Aku mendurhakai Tuhanku.". Barang siapa yang dijauhkan azab dari padanya pada hari itu, Maka sungguh Allah Telah memberikan rahmat kepadanya. dan Itulah keberuntungan yang nyata”. (Q.s Al An’am 15-16)
Dengan tiga sikap di atas, muslim dapat mencapai aqidah yang sehat, kukuh dan kuat. Sanggup bertahan dalam berbagai kondisi. Aqidah ini akan menumbuhkan niat yang ikhlas dalam setiap aktivitas hidupnya.***
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.