Amanah Mulia BPKH dan Kepercayaan Umat
Lomba | 2021-11-17 23:53:52Dana haji habis digunakan untuk infrastruktur? Kabar ini sempat kencang berembus, seiring dengan berita pembatalan penyelenggaraan ibadah haji 2021. Timbul kecurigaan haji dibatalkan pemerintah bukan karena pandemi, tapi karena dananya dikuras untuk pembangunan infrastruktur dan investasi. Protes pun gencar disuarakan, terutama di social media. Tagar #AuditDanaHaji bahkan sempat bergaung di Twitter sampai beberapa waktu lamanya.
Wajar jika reaksi masyarakat begitu keras. Haji adalah rukun Islam kelima, suatu kewajiban yang ingin ditunaikan dengan sempurna. Namun tak sedikit kaum muslim yang terganjal karena biaya yang mahal. Mereka pun harus menabung sedikit demi sedikit, di tengah ekonomi yang sulit, berupaya menyisihkan dari pendapatan yang tak seberapa, selama bertahun-tahun lamanya. Maka dana haji bukan sekadar tabungan, tapi di dalamnya ada harapan yang diperjuangkan dengan begitu banyak pengorbanan. Jika dana tersebut tiba-tiba diselewengkan, maka yang demikian bukan hanya memupuskan harapan, tapi sungguh itu adalah seburuk-buruk kezaliman.
Syukurlah, ternyata isu tersebut hoaks belaka. BPKH (Badan Penyelenggaraan Keuangan Haji) memastikan dana milik calon jamaah haji yang tertunda keberangkatannya masih aman. Dana haji memang diinvestasikan, tapi tak ada yang mencatatkan kerugian. Menurut BPKH investasi perlu dilakukan agar biaya haji tetap dapat dijangkau masyarakat Indonesia.
Selama ini masyarakat berpersepsi dana haji yang dibayarkan sebesar Rp25 juta untuk setoran awal, ditambah Rp10 juta pelunasan. Totalnya sebesar Rp35 juta. Kenyataannya, biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) jauh lebih besar. Untuk ibadah haji tahun 2018/2019, direct cost atau biaya yang dibayarkan jamaah haji sebesar Rp 35.235.602. Padahal, ada indirect cost atau biaya yang bukan merupakan tanggungan jemaah haji, sebesar Rp34.764.454, sehingga totalnya menjadi Rp70.000.050 (bpkh.go.id). Jumlah ini tentu akan memberatkan calon jamaah haji. Karena itulah, perlu dilakukan investasi supaya jamaah hanya membayar setengah dari biaya riil untuk pergi ke Tanah Suci.
Investasi yang dilakukan tetap disesuaikan dengan amanah UU No. 34 tahun 2014 pasal 2 yaitu ke instrumen Syariah. Dana haji yang dikelola BPKH tahun 2019 senilai Rp 124,32 triliun, pada 2020 naik hingga Rp 143,1 triliun. Dari dana yang ada, sebanyak 69,6 persen (Rp 99,53 triliun) dialokasikan untuk investasi. Sisanya, yakni 30,4 persen (Rp 43,53 triliun) digunakan untuk penempatan bank syariah. Pada 2020, nilai manfaat atau return yang dibagikan kepada calon jamaah haji tunggu mencapai Rp 7,46 triliun, melampaui angka yang ditargetkan, yakni Rp 7,2 triliun (republika.co.id).
Inilah yang tidak diketahui secara luas oleh masyarakat. Lembaga BPKH sendiri seakan masih asing di telinga rakyat. Padahal, BPKH merupakan badan resmi yang dibentuk pemerintah untuk pengelolaan keuangan haji. BPKH didirikan sejak 26 Juli 2017, sebagai implementasi dari Undang-undang nomor 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji dan Peraturan Presiden nomor 110 tahun 2017 mengenai BPKH. Pengelolaan keuangan haji bertujuan meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, berasaskan pada prinsip syariah, kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan, dan akuntabel (bpkh.go.id).
Sebagai pengelola dana umat, tentu BPKH mengemban amanah yang berat. Ini bukan tugas yang dapat dipandang sebelah mata. Sebagaimana pernyataan Dr. Beny Witjaksono, anggota pelaksana BPKH bidang investasi dalam Insight BPKH, “Dalam Al Isra (17): 36 juga disinggung bagaimana setiap pendengaran, penglihatan, dan hati akan diminta pertanggungjawabannya di akhirat. Hal ini juga berarti kelalaian kami dalam mengelola dana haji tidak akan berakhir dengan hukuman di dunia, melainkan juga berlanjut hingga masuk ke neraka jahanam.”
Dengan amanah semulia ini, sungguh miris jika BPKH diterpa kabar hoaks lagi. Maka, agar BPKH dapat melaksanakan amanah dengan laik, penting kiranya bagi BPKH untuk meningkatkan kepercayaan publik. Untuk itu, ada beberapa hal yang bisa dilakukan BPKH. Pertama, kuatkan landasan syariah. Dewasa ini, ghirah keislaman dalam masyarakat semakin meningkat. Umat Islam kian menyadari pentingnya menerapkan gaya hidup halal sesuai syariah, termasuk dalam perkara muamalah. Ekonomi syariah pun berkembang pesat. Aspek halal-haram dalam bertransaksi juga menjadi pertimbangan ketat.
Maka BPKH perlu memastikan pengelolaan dana haji dilaksanakan sesuai asas syariah, bukan hanya berdasarkan undang-undang, atau hanya berprospek pada keuntungan. Sertakan dalil yang menjadi dasar kehalalan peruntukan investasi. Perjelas akad yang disepakati dengan calon jamaah haji. Hal ini penting untuk mewujudkan ketenangan dan kepercayaan umat. Kejelasan halalnya transaksi yang dilakukan juga akan menjamin selamat di akhirat.
Kedua, BPKH perlu meluaskan sosialiasi, baik kepada calon jamaah haji, maupun ke masyarakat di semua lini. Sosialisasi dapat berkaitan dengan pengenalan BPKH, mekanisme pengelolaan dana haji, atau laporan investasi. BPKH dapat memanfaatkan teknologi informasi menyebarkan publikasi secara lebih cepat dan masif. Optimalisasi media sosial perlu digalakkan kembali. Setiap isu mengenai keuangan haji hendaknya segera diklarifikasi. Lebih baik pula menggunakan bahasa sederhana yang kaum awam bisa makin memahami.
Ketiga, tingkatkan kerja sama dengan instansi lainnya. BPKH dapat menggandeng berbagai platform untuk membuat program baru demi kemaslahatan umat, sekaligus sebagai sarana untuk lebih dekat dengan masyarakat. Hubungan dengan Kementerian Agama, DPR, dan badan pemerintah lainnya juga perlu dipererat. Perkara dana haji, terutama di saat pandemi, adalah hal sensitif. Hendaknya BPKH bersama lembaga pemerintah lainnya lebih peka terhadap kondisi umat, tidak serampangan melontarkan pernyataan, serta fokus untuk melayani dan memberi solusi bagi rakyat.
Memang, di usia yang masih belia, wajar jika BPKH butuh banyak peningkatan kinerja. Namun dengan mengokohkan kepercayaan umat, tugas BPKH tak akan sedemikian berat. BPKH pasti bisa mengemban tugas mulia ini, dengan senantiasan menjadikan iman dan amanah sebagai pondasi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.