Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rut Sri Wahyuningsih

Demi Konten, Lupa Pertanggungjawaban Akhirat

Gaya Hidup | Wednesday, 20 Jul 2022, 20:37 WIB

Sungguh, bisa dibilang salah satu artis transgender Indonesia ini manusia kuat. Saat tubuhnya sudah berbalut kain kasa dengan wajah bonyok, masih sempat mengatakan “ratu sembilan nyawa”. Ternyata ia sedang melakukan operasi mulai dari batok kepala, “potong leher” merekayasa pita suara agar lebih melengking mirip wanita, kemudian ubah bibir agar mirip salah satu artis Korea.

Ternyata pula, setelah serangkaian panjang operasi, masih ada satu operasi lagi yaitu perbaikan rahim. Alasannya, ia ingin memiliki anak agar pria yang menidurinya mau bertanggung jawab. Sedemikian gigih perjuangannya agar ia bisa menjadi perempuan sempurna. Ia merasa sedang berada di raga yang salah, sehingga harus dirubah secara totalitas, tak cukup berhenti pada ganti kelamin. Ia lupa, sakitnya hari ini di meja operasi tak sesakit ketika tiba di hari perhitungan akhirat. Dimana tak ada naungan selain dari Allah SWT.

Tak usah ditanya darimana biayanya hingga ia bisa melakukan operasi di luar negeri. Di saat konten lebih penting daripada keyakinan atau agama seperti hari ini, banyak sekali manusia yang terlihat nyeleneh dan buat geleng kepala. Jika pun bukan tindak kriminalitas yang mereka lakukan, yang juga makin aneh baik modus, korban maupun pelaku, dalam memperlakukan diri sendiri pun tak beda. Bebas tanpa batas, tak kenal haram halal lagi.

Sebenarnya ini adalah ajang mencari jati diri dengan dalih kebebasan atau kebahagiaan pribadi. Kapitalisme telah sukses mengubah derajat , pangkat dan jabatan sebagai ukuran manusia mulia. Sehingga muncullah masyarakat “terlalu kejam” yang tak bisa menerima mereka apa adanya, lebih parah saat mereka merasa tak nyaman dengan diri sendiri tetap saja tak ada yang bersahabat sehingga mereka memutar otak mencari solusi agar bisa tetap eksis.

Dalam Islam disebut gharizah dan hajatul udwiyah, naluri dan kebutuhan dasar, dimana hewan dan manusia sama-sama memiliki agar mampu bertahan hidup. Gharizah adalah kumpulan naluri, diantaranya naluri baqa ( mempertahankan diri), naluri taddayun ( beragama), naluri nau’ ( berkasih sayang). Sedang kebutuhan dasar seperti makan, minum, tidur, BAK dan BAB.

Kemunculan gharizah berasal dari rangsangan dari luar, jika ia tidak dipenuhi tidak akan berakibat kematian. Sedang jika kebutuhan dasar, tidak dipenuhi manusia atau hewan akan mati, rangsangannya berasal dari dalam, berupa metabolisme organ tubuh itu sendiri yang sudah diatur sedemikian rupa agar memberi sinyal kapan lapar, haus, mengantuk dan lain sebagainya.

Dalam sistem kapitalisme saat ini, gharizah dan kebutuhan dasar dicampur, dianggap sebagai kebutuhan tanpa batas, sehingga tak ada beda dalam pemenuhannya. Akibatnya menimbulkan kekacauan yang luar biasa. Sebab, pada dasarnya kebutuhan manusia itu sendiri bukan tak terbatas sebagaimana pandangan kapitalisme, namun terbatas.

Maka, ketika seseorang merasa tidak nyaman dengan dirinya, standar bagi solusi yang dia tempuh bukan berdasar apa yang diperintahkan Allah, melainkan pendapat manusia. Yang sama-sama makhluk dan memiliki kepentingan pribadi, entah itu profit ataupun materi. Makin tinggi pemikiran kebebasan yang mereka pakai sebagai standar maka makin sulit memenuhinya. Karena tak ada manusia yang sempurna.

Bagaimanapun caranya, tetap seseorang tak bisa unggul sendirian dan memiliki segalanya. Sungguh disayangkan, mengubah ciptaan Allah hanya karena menggugat apa yang sudah dikaruniakan Allah adalah perbuatan tercela. Terlebih lagi Allah SWT berfirman yang artinya, setiap manusia diciptakan dalam kondisi yang sempurna, "Sesungguhnya, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (QS at-Tin [95]:4). Pertanyaannya adalah pencipta yang lebih baik dari Allah SWT? Transgender bukan keturunan dan tidak bisa diturunkan.

Meskipun WHO menyatakan penghapusan gangguan identitas gender dari bab diagnostiknya atau tidak lagi mengklasifikasikan transgender sebagai penyakit mental namun masyarakat sendiri masih banyak yang mempertanyakan , terlebih dalam Islam, sudah dijelaskan secara mendetail bagaimana memastikan seseorang ini terganggu psikologinya sehingga ia menjadi banci atau memang ada kondisi kesehatan dimana alat kelaminnya mengalami persoalan. Misalnya dengan syariat memerintahkan untuk sejak kecil memastikan dari lubang kencing yang mana anak itu BAK. Rasulullah SAW bersabda, “Allah melaknat para perempuan yang menyerupai laki-laki, dan para lelaki yang menyerupai perempuan.” Dalam hadis lain disebutkan, “Allah melaknat perempuan yang mengenakan pakaian laki-laki dan laki-laki yang mengenakan pakaian perempuan.”

Hal inilah yang sangat diperhatikan oleh syariat. Wajar,sebab syariat adalah seperangkat aturan dari Allah SWT agar menjadi pedoman hidup sekaligus solusi ketika manusia memenuhi kebutuhan gharizah dan hajatul udwiyahnya. Agar seseorang itu menjadi manusia yang sempurna dan benar-benar bisa menjadikan hidupnya sesuai apa yang digariskan Allah SWT, “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku." (QS Az Zariyat : 56).

Perintah dalam firman Allah SWT di atas tidak mungkin dapat diwujudkan jika kapitalisme ini masih bercokol. Sebab selain sistem ini berkelindan mesra dengan sistem politik demokrasi, yang menghasilkan pemimpin yang sama dengan sebelumnya alias hanya melanjutkan sistem kufur kapitalisme juga berasaskan sekuler atau memisahkan agama dari kehidupan.

Padahal segala sesuatu yang diatur bukan dengan Islam jelas akan mendatangkan mudharat, dunia akhirat. Islam juga tegas dalam menetapkan hukum bagi pelaku transgender dan sebagainya. Hukum liwâth adalah dengan dibunuh dan boleh membunuh dengan cara rajam, gantung, ditembak dengan senapan, atau dengan wasilah yang lain. Karena hukum liwâth adalah hukuman mati, uslub atau wasilah yang digunakan untuk membunuh boleh berbeda-beda, karena yang penting adalah menjatuhkan hukuman mati. Wallahu a’lam bish showab.

 

 

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image