Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Taruna Rastra Sakti

Dana Haji Aman, Jamaah Tenang

Lomba | Sunday, 14 Nov 2021, 21:17 WIB

Fiqih Pemanfaatan Dana Haji

Salah satu hal penting yang menjadi bahan diskusi ketika membicarakan tata kelola haji adalah tentang pengelolaan dan investasi dana haji. Sesuai dengan yang tercantum pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 bahwa pengelolaan keuangan haji salah satunya bertujuan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji. Berbicara mengenai pemanfaatan dana haji, maka ada empat hal yang syarat yang perlu dipenuhi sesuai dengan fatwa MUI. Keempatnya adalah:

1. Boleh ditasarufkan tapi harus dipastikan jenis usahanya memenuhi prinsip-prinsip syariah. Jadi sebelum dana haji tersebut diinvestasikan atau dimanfaatkan, pastikan terlebih dahulu bahwa jenis usahanya betul-betul memenuhi prinsip syariah.

2. Terkait dengan prudensialitas atau aman. Selain harus memenuhi prinsip-prinsip syariah, juga harus dipastikan usaha tersebut aman. Logikanya seperti pengelolaan dana wakaf, yakni tidak boleh berkurang, tapi harus dikembangkan dan memiliki nilai manfaat.

3. Manfaat. Sebelum dana haji diinvestasikan harus diketahui terlebih dahulu manfaatnya. Manfaat tersebut baik untuk kemaslahatan jamaah haji da juga kemaslahatan umat Islam.

4. Likuid. Artinya dana haji ini dibutuhkan dalam waktu terusmenerus. Jadi jika dana tersebut digunakan untuk pembangunan infrastruktur atau sebagainya maka mempunyai perhitungan yang tepat. Jangan sampai dananya terpakai semua untuk keperluan diluar penyelenggaraan ibadah haji.

Tujuan Pengelolaan Keuangan Haji

Akuntabilitas dan Transparansi

Sebagaimana amanah Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 Pasal 26 disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, BPKH wajib mengelola keuangan haji secara transparan dan akuntabel untuk sebesar-besarnya kepentingan jamaah haji dan kemaslahatan umat Islam.

Seperti diketahui dalam publikasinya, BPKH selalu mendapatkan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Opini WTP ini merupakan opini dengan peringkat tertinggi yang telah didapatkan untuk ketiga kalinya berturut-turut sejak BPKH resmi diberdirikan. Hal ini merupakan bukti nyata dan hasil dari penerapan prinsip Good Governance yang selalu diterapkan oleh BPKH dan telah terbukti juga dengan diperolehnya sertifikasi ISO 9001:2015 tentang Sistem Manajemen Mutu dan juga ISO 37001:2016 tentang Sistem Manajemen Anti Penyuapan.

Nilai Manfaat

Dana yang dikelola oleh BPKH sampai dengan akhir 2020 adalah mencapai angka Rp 143,1 triliun. Selama 2020, BPKH berhasil mendapatkan imbal hasil Rp 7 triliun atau 5-6% dalam pengelolaan dana haji. Pencapaian ini melampaui dari bunga deposito dari bank pemerintah. Hal ini berarti bahwa jamaah haji lebih banyak diuntungkan dengan hasil pengelolaan dana di BPKH dibandingkan dengan jika jamaah menempatkan dananya pada instrumen deposito di bank pemerintah. Tentu saja manfaat ini adalah salah satu yang diharapkan oleh semua jamaah haji dan juga merupakan salah satu tujuan dibentuknya BPKH.

Meskpun sudah diatas bunga deposito bank pemerintah, nilai manfaat dari hasil pengelolaan diperkirakan akan terus meningkat lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2020, untuk pertama kalinya BPKH melakukan investasi di luar negeri berupa penyertaan modal di Awqaf Properties Investment Fund (APIF) yang merupakan sebuah kelolaan dana yang dilakukan Islamic Development Bank. Dana tersebut ditempatkan di proyek-proyek properti berbasis wakaf.

Instrumen Investasi BPKH

Likuiditas Dana Haji

Menurut penelitian dari Ariani Dian Pratiwi (2019) dari Sekolah Bisnis Intitut Pertanian Bogor, BPKH juga mempertimbangkan unsur likuiditas terkait dengan kebutuhan dana operasional pada saat pelaksanaan ibadah haji. Hal ini juga dapat menjadi batasan bagi bank syariah dalam pemilihan instrumen investasi mengingat kegiatan utama dari perbankan syariah adalah penyaluran pembiayaan syariah yang rata-rata memiliki jangka waktu diatas satu tahun.

Berdasarkan laporan yang dirilis, dana kelolaan di BPKH diyakini aman dan likuid. Kemanan dana investasi di BPKH didasarkan pada profil risiko yang diambil yang berada pada kisaran low to moderate. Untuk likuiditasnya, keterbatasan kuota dan masa tunggu antrian jamaah haji di Indonesia manjadi faktor yang meningkatkan tingkat likuiditas dana haji yang dikelola oleh BPKH. Adanya pembatasan jamaah haji di masa pandemi juga berdampak jangka panjang terhadap kuota jemaah haji yang juga berimplikasi terhadap akumulasi dana haji yang lebih besar lagi.

Sustainabilitas Keuangan Haji

Dalam konteks pengelolaan haji di Indonesia, tantangan yang masih akan dihadapi di masa-masa yang akan datang adalah terkait sustainabilitas keuangan haji. Subsidi biaya bagi jamaah haji masih terus mengalami kenaikan. Data dari BPKH menunjukan bahwa sejak tahun 2016 hingga 2020 subsidi yang diberikan per jemaah terus ditambah seiring dengan kenaikan biaya haji. Pada tahun 2016, dengan biaya haji sebesar Rp 54,1 juta, jemaah hanya diwajibkan membayar Rp 34,5 juta. Tahun selanjutnya, biaya haji mengalami kenaikan menjadi Rp 59, 6 juta dan jemaah hanya diwajibkan membayar Rp 34,9 juta. Situasi yang kurang lebih sama juga terjadi pada tiga tahun berikutnya. Pada 2018, biaya haji naik menjadi Rp 69,2 juta, tahun 2019 biaya haji naik menjadi Rp 69,4 juta dan tahun 2020 menjadi Rp 72,9 juta. Namun pada tiga tahun itu, jemaah hanya diwajibkan membayar Rp 35,2 juta per Jemaah sehingga sisanya dipenuhi dengan menggunakan subsidi.

Karena biaya subsidi haji yang terus bertambah, mampukah BPKH menghasilkan biaya untuk menutup subsidi yang dibutuhkan? Sebagai calon jamaah haji yang juga menitipkan dananya di BPKH, penulis tentu saja yakin BPKH dapat menjawab tantangan tersebut. Meskipun begitu, penulis juga berharap bahwa pemerintah dapat menetapkan biaya penyelenggaraan ibadah haji dengan pertimbangan jangka panjang seperti sustainabilitas keuangan haji.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image