Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Emrido Muhamad

Menyoroti Film Pendek 'Istiqlal' dalam Berbagai Kacamata

Sastra | 2022-07-14 10:40:43
(Foto: Tangkapan Layar Youtube Kinovia ID: Film Pendek Ramadan – Istiqlal (2019)

Ketika kita sedang jenuh dalam rutinitas keseharian biasanya sebagian orang mengisinya dengan menonton film. Dilihat dari kategorinya, film terbagi dalam beberapa jenis salah satunya film pendek. Dalam pandangan umum, film pendek memiliki durasi waktu dibawah 60 menit.

Pada kali ini kita akan membahas salah satu film pendek yang berasal dari Jakarta dengan judul "Istiqlal". Film ini merupakan hasil produksi dari Kinovia dan Bineka Sinema yang berasosiasi dengan DKJ (Dewan Kesenian Jakarta) dan Astana Production pada tahun 2019 edisi Ramadan.

Film dengan durasi 15 menit 20 detik ini mengisahkan seorang Babeh (ayah) dan anaknya bernama Sobari yang pada suatu hari di bulan Ramadan ingin berbuka puasa di Masjid Istiqlal Jakarta. Dalam perjalanannya menuju Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat terjadi obrolan yang sangat seru antara sang ayah dan Sobari yang akrab dengan panggilan “Sob” kepada ananya. Kemon sooob

Razny Mahardika selaku sutradara dan tim, sukses mengantarkan film ini meraih berbagai penghargaan diantaranya Best Story Panasonic Young Filmmaker 2019, Official Selection International Children’s Film Festival Bangladesh 2020, Jogja Asia-Netpac Film Festival 2020, dan Top 10 Finalist Viddsee Juree Awards Indonesia 2020. Jika disoroti secara mendalam film ini menyajikan beragam persepektif yang memberikan pengetahuan dan edukasi sampai psikologi alias kejiwaan.

Pertama, aspek sejarah. Membaca judul film Istiqlal tentu kita langsung teringat sebuah bangunan bersejarah. Ya, siapa tidak kenal Istiqlal? Masjid terbesar se-Asia Tenggara yang dibangun era pemerintahan Presiden Soekarno yang arsiteknya seorang beragama Kristen bernama Friedrich Silaban. Maka kemudian masjid ini dikenal sebagai simbol toleransi antar agama. Berangkat dari situlah film ini memiliki nilai sebab tanpa sejarah manusia bukanlah siapa-siapa.

Kedua, aspek budaya. Film ini juga mengangkat kearifan lokal masyarakat Jakarta yaitu Betawi. Sosok ayah yang disebut Babeh merupakan istilah dalam bahasa Betawi. Logatnya yang kental dengan nuansa Betawi pinggiran Jakarta terdengar renyah seperti ketika Sobari mengantuk, Babehnya berkata "ngediblak ke belakang aja lu berabee".

Selain itu, latar pengambilan tempat pada bagian awal film juga menunjukan wilayah kebudayaan Betawi pinggir yaitu Ciputat, Tangerang Selatan, Banten yang nampaknya kediaman Babeh dan Sobari. Karakter sang anak, Sobari pun membawa nostalgia pada kebanyakan anak Betawi zaman dahulu yang sangat patuh dengan orangtuanya sehingga apapun yang dikatakan babehnya seperti anggapan nihilnya kecanggihan teknologi media google, Sobari hanya mampu meng-iyakan saja. Iya Beh...

Ketiga, aspek ekonomi. Jakarta yang dikenal sebagai kota metropolis tergambar kompleks dengan shoot bangunan-bangunan pencakar langit, ramainya orang-orang di gang yang berseliweran sampai berjualan, sekolah-sekolah yang terhampar sampai tokoh Babeh dan Sobari pun yang menyiratkan bahwa mereka berasal dari keluarga yang pas-pasan. Hal itu terlihat dari kondisi sepeda motornya keluaran tahun tua (kalau versi Babeh udah rongsok) yang berdampingan dengan alat transportasi modern Jakarta bahkan keadaan GBK (Gelora Bung Karno) sekarang, dan inilah wajah Jakarta.

Keempat, aspek psikologi atau kejiwaan. Film ini mempunyai pesan atau kritik dan makna inti yaitu dalam perjalanan dari rumah menuju Istiqlal. Obrolan Babeh dan Sobari merupakan gambaran bahwa perlunya kedekatan antara ayah dan anaknya. Karena pada masa sekarang yang semakin praktisnya zaman menunjukan sosok ayah yang hanya tau sibuk cari uang atau materi yang dianggap sebagai puncak kebahagiaan.

Padahal kebahagiaan itu dekat dan sederhana seperti yang dilakukan Babeh dan Sobari di akhir perjalanan yang hanya mampu berbuka puasa di pinggir jalan dengan takjil gratis yang diberikan oleh sekelompok anak muda dari GPIB (Gereja Protestan Indonesia bagian Barat) Paulus Menteng. Dan inilah satu lagi pesan dalam film, jati diri manusia Indonesia di Jakarta yaitu “keberagaman yang toleran”. Film pendek ini memang layak ditonton berjuta pasang mata.

Sumber:

https://www.youtube.com/watch?v=jl9KO6l9vZI, FILM PENDEK RAMADHAN - ISTIQLAL (2019)Instagram: Razny Mahardika @razny14https://www.republika.co.id/berita/qs1g4c384/film-pendek-emistiqlal-emsoroti-hubungan-ayah-dan-anak

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image