Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ghina Rahmatika

Belajar Menjadi Perempuan Berdaya dari Laksamana Malahayati

Eduaksi | Saturday, 13 Nov 2021, 16:12 WIB
Sumber gambar : desain canva

Yang saya ingat tentang hari Pahlawan adalah kemenangan saya menjuarai lomba puisi sewaktu MTs dan sosok pahlawan perempuan yang terus mengiang sejarah hidupnya dalam benak saya, bukan karena muncul di pelajaran Sejarah, tapi karena saya baca buku tersebut dari perpustakaan sekolah yang sangat sepi dengan buku-bukunya yang sudah usang.

Seingat saya, buku itu sampulnya sudah sobek-sobek. Tapi sosok perempuan yang muncul dalam sampul tersebut membuat saya tertarik untuk mengambil dan membacanya. Tertera dalam judulnya tulisan ‘Laksamana Malahayati’.

Setelah membuka-buka sekilas, saya langsung membawa buku tersebut untuk saya baca di rumah. Dalam benak saya kala itu langsung muncul kekaguman pada sosok perempuan tersebut. ‘Wah, keren banget. Sudah ada seorang laksamana perempuan ternyata pada zaman dahulu itu’.

Semakin saya baca bukunya, semakin saya terlarut dalam ceritanya. Bukan hanya ikut terlarut dengan kisah patriotismenya, tapi saya malah ikut sedih, kesal, dan kagum perjalanan hidupnya yang penuh liku-liku.

Ia besar dalam pengasuhan Ayahnya, Laksamana Mahmud Syah, dan kakeknya, Laksamana Muhammad Said Syah yang merupakan keluarga militer di Kesultanan Aceh. Mendapat privilege dalam dunia militer dan politik, ia pun memanfaatkannya dengan sebaik mungkin. Beliau kini dikenal sebagai sosok laksamana perempuan pertama di dunia.

Belajar dari Sosok Kepahlawanan Laksamana Malahayati

sumber gambar : Wikipedia

Dengan ajaran patriarki yang telah ada sejak dahulu, sampai saat ini saya masih belum bisa move on dari cerita ketangguhan dan kegigihan Laksamana Malahayati. Baik saat kegigihannya dalam mewujudkan mimpi untuk mengikuti jejak ayah dan kakeknya, perjuangannya melawan penjajah, keteguhannya saat ditinggal mati suami dalam peperangan, saat memimpin tentara Inong Bale (tentara janda) setelah beliau menjadi janda, serta kemampuannya dalam mengatur strategi perang.

Kemampuan tersebut telah menghapus secara telak tentang pemikiran bahwa perempuan tidak bisa melakukan banyak hal bahkan di area sensitif seperti militer dan politik.

Kini zaman telah berubah. Alhamdulillah, meski patriarki masih menghegemoni, namun ruang-ruang terbuka untuk perempuan semakin terbuka lebar. Semakin banyak orang-orang yang berani membuka dan menyuarakan perjalanan perempuan agar perempuan setara dan bisa berdaya.

Laksamana Malahayati adalah sosok pahlawan perempuan paling membekas dalam benak saya. Darinya saya mendapatkan banyak hal yang bisa kita pelajari, seperti :

Memanfaatkan privilege dengan baik

Bahasan privilege atau hak istimewa menjadi akrab belakangan ini. Jadi saat teringat kisahnya Laksamana Malahayati, awalnya saya pun akan mengira beliau beruntung karena beliau memiliki privilege sebagai anak dan keturunan dari Kesultanan Aceh Darussalam.

Namun privilege itu hanya akan jadi angin lalu saja jika tidak dimanfaatkan dengan baik, toh?!

Dengan impiannya untuk mengikuti jejak ayah dan kakeknya, serta tentunya karena adanya dukungan dari ayah dan kakeknya untuk memberikannya fasilitas, membuka pintu beliau untuk menjadi laksamana semakin terbuka.

Meski diberikan kebebasan untuk belajar, beliau memutuskan dengan matang dan sungguh-sungguh untuk belajar di Akademi Bersenjata milik kesultanan yang bernama Mahad Baitul Maqdis. Dengan kegigihannya, akhirnya beliau pun bisa mewujudkan impiannya untuk menjadi seorang laksamana.

Saya jadi teringat sosok Maudy Ayunda, artis sekaligus lulusan Stanford University, yang dibilang orang beruntung karena memiliki privilege, lalu Maudy meresponnya dengan mengatakan :

‘Hak istimewa bisa membutakan mata atau membuka mata, pilihan ada di kita’.

Senang membantu sesama

Setelah beliau ditinggal mati oleh suami saat peperangan, semangat juang beliau untuk melawan penjajah justru semakin membara. Ia yang merasa sepenanggungan dengan para janda akhirnya membuat sebuah pasukan wanita janda yang dikenal dengan sebutan Inong Bale. Inong berarti wanita, Bale berarti janda.

Tak tanggung-tanggung, pasukan ini bisa mencapai ribuan dan mampu mengalahkan Belanda dan Portugis di Selat Malaka, Pantai Timur Sumatera, serta Malaya.

Sikap ini tentunya mencerminkan bahwa perempuan perlu mendukung sesama perempuan. Kisah ditinggal pasangan bukan berarti langit runtuh bumi tenggelam. Kehidupan di depan masih ada, semesta masih memberi ruang aktivitas tanpa batas.

Berani mempertahankan kebenaran

Godaan untuk mempertahankan kebenaran dan melawan kebatilan memang besar. Oleh karena itu, menjadi pahlawan perlu ketangguhan jiwa untuk dapat menghadapinya.

Dalam suatu kisah diceritakan bahwa Laksamana Malahayati bahkan berani melawan pimpinan Belanda, Cornelius de Houtman, satu lawan satu, di atas geladak kapal, dan Cornelis pun mati di tangannya. Bukan tanpa sebab, ketangguhan Malahayati ini dilandasi bahwa penjajah yang datang itu telah merusak kerajaan dan membawa kejahilan.

Sebagaimana kisah Laksamana Malahayati yang tak pernah lelah mengatur strategi perang dan selalu berani melawan para penjajah, kita pun patut meniru perjuangannya dalam menghadapi tantangan kehidupan di era digital seperti sekarang. Seperti IndiHome, internetnya Indonesia yang senantiasa mendukung kemudahan aktivitas kita berselancar di dunia digital, perempuan pun memiliki ruang gerak yang lebih luas untuk menyuarakan partisipasinya.

Laksamana Malahayati mempertaruhkan nyawanya untuk menghalau para penjajah yang merusak bumi pertiwi ini. Kita sebagai penerus perjuangannya, sudah sepatutnya terus mengenang beliau dengan tetap menyuarakan kebenaran.

Perempuan Berdaya, Perempuan Berkarya

Sebagai seorang blogger perempuan, bisa jadi ini cara saya untuk mengikuti jejak Laksamana Malahayati. Meski berbeda dimensi, menuliskan berbagai pengalaman perempuan telah mengajarkan saya berbagai pergolakan pemikiran dan pengetahuan baru.

Dengan teknologi dan semakin mendominasinya media sosial sebagai arus utama media, saya melihat perempuan pun kini semakin mudah menunjukkan dirinya untuk menyuarakan hak-hak dan tetap berdaya dan terus berkarya dengan aktivitas tanpa batas. Ada banyak ruang, komunitas, serta orang-orang yang kini semakin banyak yang concern membicarakan hak-hak, pengalaman, serta perjuangan perempuan.

Seperti IndiHome yang tak kenal lelah meluaskan jaringan, telah membantu banyak perempuan tetap berdaya. Perjuangan perempuan yang telah melewati perjalanan panjang untuk lepas dari kekangan patriarki, membela hak-hak yang dibatasi, serta menyuarakan aspirasi tentu perlu terus bersambut dan bersambung dari generasi ke generasi. Dengan ruang dan kesempatan yang lebih terbuka lebar, semoga semakin banyak perempuan yang terus berkarya, mendukung sesama, dan tetap berdaya dalam ruang geraknya masing-masing.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image