Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Trimanto B. Ngaderi

Perbedaan Jual-Beli Kredit Dengan Riba

Edukasi | Wednesday, 13 Jul 2022, 13:50 WIB

PERBEDAAN JUAL-BELI KREDIT DENGAN RIBA

Jual-beli kredit adalah transaksi jual-beli yang barangnya diterima pada waktu transaksi dengan pembayaran tidak tunai dengan harga yang lebih mahal daripada harga tunai, serta pembeli melunasi kewajibannya dengan cara mengangsur dalam jangka waktu tertentu.

Hakikat membeli barang secara kredit adalah membeli dengan cara berutang. Padahal utang tidak dianjurkan dalam syariat Islam, kecuali seseorang sangat membutuhkan barang tersebut dan tidak mampu membeli secara tunai serta merasa mampu untuk mengangsur secara kredit. Oleh karena itu, seorang Muslim tidak dianjurkan untuk membeli barang mewah (bersifat keinginan) secara kredit.

Sebagaimana sabda Nabi, “Sesungguhnya seseorang yang dililit utang, jika berbicara ia akan berbohong, dan jika berjanji ia akan mengingkari” (HR Bukhari). Juga Sabda beliau, “Jangan kalian berikan rasa takut ke dalam diri kalian setelah diri itu tenang!. para sahabat bertanya, Apa itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab: utang” (HR Ahmad). Umar ra pernah berkata, “Hindarilah berutang, karena orang yang berutang mengawali hidupnya dengan kegelisahan dan mengakhirinya dengan kebinasaan”.

Sedangkan dalil diperbolehkannya jual-beli secara kredit yaitu Q.S. Al Baqarah: 282, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”. Juga sabda Rasulullah, “Rasulullah saw membeli bahan makanan dari serang Yahudi dengan cara tidak tunai dan mupai remberikan baju besinya sebagai jaminan” (HR Bukhari).

Berikut perbedaan mendasar antara jual-beli kredit dengan riba.

1. Akad jual-beli kredit adalah jual-beli yang diperbolehkan mengambil keuntungan dari jual-beli dan hukumnya halal. Sedangkan akad pinjam-meminjam adalah qardh yang diharamkan membayarnya dengan nominal yang lebih besar.

2. Laba penjualan kredit berasal dari pembiayaan barang, yaitu barang ditukar dengan uang, sedangkan bunga kredit berasal dari pembiayaan keuangan, yaitu uang ditukar dengan uang.

3. Terjadi perputaran harta, dari uang menjadi barang kemudian menjadi uang lagi (sehingga roda ekonomi bisa berputar dan tidak ada monopoli). Sementara di dalam riba tidak terjadi perputaran barang, yang terjadi hanyalah perputaran uang (uang melahirkan uang).

4. Jumlah uang yang dikeluarkan diiringi dengan pertambahan barang atau jasa secara riil. Sedang di dalam riba terjadinya pertambahan uang tidak diikuti dengan pertambahan barang dan jasa (berpeluang terjadinya inflasi).

sumber gambar: tsaqofah.id

Syarat dan Ketentuan Jual-Beli Kredit

Sekalipun jual-beli kredit diperbolehkan, akan tetapi harus memenuhi beberapa persyaratan sbb:

1. Tidak boleh akad jual-beli kredit dipisah antara harga tunai dan margin yang diikat waktu dan bunga, karena hal ini menyerupai riba.

2. Barang harus sudah dimiliki terlebih dahulu oleh penjual pada saat akad berlangsung.

3. Pihak penjual juga tidak boleh menjual barang yang sudah dibeli tapi barangnya belum diterima atau belum berada di tangan.

4. Barang yang dijual bukan merupakan emas, perak, atau mata uang.

5. Barang harus sudah diterima pembeli pada saat akad berlangsung. Jika diterima hari berikutnya dst, maka diharamkan karena termasuk jual-beli utang dengan utang.

6. Pada saat transaksi dibuat, harga harus satu dan jelas, besarnya angsuran dan jangka waktunya juga harus jelas.

7. Tidak boleh dibuat akad jual-beli sewa (multi-akad), seperti pada leasing.

8. Tidak boleh mensyaratkan adanya denda atau harga barang menjadi bertambah jika terjadi keterlambatan mengangsur.

Prinsip dasar jual-beli adalah terjadinya perpindahan kepemilikan barang dari penjual kepada pembeli. Barang 100% menjadi hak milik pembeli, tidak boleh diambil kembali dengan alasan apapun. Jika terjadi kasus seperti ada orang membeli sepeda motor secara kredit, dan ketika tidak mampu mengangsur dan kemudian motor ditarik (diminta) kembali oleh penjual, maka ini disebut multi-akad (jual-beli sewa), yaitu menggabungkan akad jual-beli (ba’i) dengan akad sewa-menyewa (ijarah).

Yang benar adalah ketika terjadi tunggakan, bukan dikenakan denda atau apalagi diminta kembali barangnya, melainkan pembeli memberikan jaminan barang lainnya atau jaminan orang. Barang jaminan dijual untuk menutupi sisa tunggakan, dan jika masih ada kelebihan, uangnya dikembalikan kepada pembeli.

Kesimpulan: jual-beli kredit diperbolehkan dalam syariat Islam hanya untuk kebutuhan mendesak, bukan kebutuhan barang mewah (bersifat keinginan) dengan syarat dan ketentuan seperti yang telah dijelaskan di atas. Wallaahu a’lam bish-shawab.

Sumber referensi: Dr. Erwandi Tarmizi, MA, Harta Haram Muamalat Kontemporer, PT Berkat Mulia Insani, Bogor, 2021 (cetakan ke-24).

Catatan: Apabila ada kekeliruan, silakan untuk diluruskan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image