Efek Samping Belajar Daring
Gaya Hidup | 2021-11-11 11:17:40Pada akhir tahun 2019, dunia dihebohkan dengan negara China yang diserang sebuah wabah flu bernama Covid 19 yang mematikan banyak manusia. Tak membutuhkan waktu yang lama, wabah tersebut telah menyebar di seluruh penjuru dunia tak terkecuali tanah air tercinta, Indonesia. Pada tanggal 2 Maret 2020, Presiden Joko Widodo mengumumkan kepada publik bahwa ada dua orang yang terpapar virus yaitu Sita (31) dan Maria (64) berawal dari sanalah Indonesia memasuki babak bertahan dari serangan Covid.
Persebaran covid di Indonesia yang masif, cukup serius untuk di hindari, langkah awal pemerintahan adalah memberlakukan sistem work from home dan belajar di rumah, pada tanggal 16 Maret, pemerintah mewajibkan pelajar dan mahasiswa untuk belajar di rumah selama 14 hari. Namun karena kurang efektif, dan kasus covid masih menyebar, ditambah ada kebijakan pemerintah lainnya seperti PSBB dan PPKM akhirnya sistem belajar di rumah menjadi diperpanjang hingga saat ini.
Kebijakan belajar di rumah dilakukan di semua penjuru Indonesia, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Dua minggu pertama sekolah diliburkan, namun hari-hari berikutnya pembelajaran tetap harus dilaksanakan. Perbedaan sekolah tatap muka dan jarak jauh sangatlah signifikan. Saat sekolah tatap muka, siswa dapat memahami materi ajar dari apa yang didengar langsung oleh gurunya, saat sekolah jarak jauh, siswa harus berusaha keras memahami materi dari apa yang disampaikan guru melalui platfrom yang tersedia. Seluruh instansi sekolah dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar rata-rata menggunakan aplikasi seperti WhatsApp, zoom, google meet, google clasroom, dan lain-lain.
Bagi sebagian masyarakat perkotaan sekolah jarak jauh bukanlah halangan, karena benda seperti gadget dan laptop banyak di jumpai di setiap rumah warga. Lalu bagaimana dengan masyarakat pedesaan, jangan kan laptop, gadget pun belum tentu banyak yang punya. Walaupun banyak yang memiliki fasilitas belajar yang baik, tetapi penyampaian materi kepada siswa dinilai kurang efektif. Materi yang disampaikan oleh guru kepada siswa terkadang hanya sebagian dari rancangan pembelajaran yang ada, bahkan jika pelajaran yang diajarkan berupa praktek, banyak sebagian pengajar yang memilih untuk tidak diadakan.
Karena sistem pembelajaran melalui aplikasi, dan rata-rata siswa belajar menggunakan gadget, membuat banyak siswa yang ter distrack dengan aplikasi yang ada di gadget seperti aplikasi media sosial, miris ketika melihat siswa yang sedang memasuki waktu belajar justru sibuk dengan sosial medianya, tidak mendengarkan apa yang disampaikan guru. Siswa menjadi lebih hapal lagu-lagu yang sedang trend dan lebih memahami kontroversi apa yang viral di dunia maya daripada materi-materi pembelajaran di sekolah.
Ketika sekolah jarak jauh pendidikan mengenai akhlak menjadi kurang, orang tua di rumah juga sibuk dengan pekerjaannya sendiri, anak dibiarkan belajar sendiri, dan berbuat semaunya. Tontonan yang ada di media sosial menjadi panutan hidup. Generasi muda cenderung mengikuti apa yang viral di media sosial meski arahnya tidak baik.
Biasanya saat sekolah tatap muka, dan anak melakukan kesalahan, guru akan mendisiplinkan siswa supaya tidak mengulangi lagi. Saat sekolah pelajaran tentang norma lebih banyak didapat, ketika pembelajaran daring yang terjadi adalah siswa kurang mendapat didikan aturan dan norma, sehingga banyak siswa yang berbuat sesuka dan semaunya tanpa pengawasan dari guru, terlebih orang tua yang terlalu sibuk dengan urusan masing-masing, dan tidak mengawasi anaknya supaya terdidik dengan baik.
Waktu luang yang cenderung banyak membuat siswa lebih bebas dalam bergaul, dan lebih banyak waktu untuk bermain. Karena kurangnya norma banyak siswa menjadi liar, alhasil kasus hamil di luar nikah menjadi meningkat, dampaknya banyak siswa yang mengalami putus sekolah, dan memilih menikah di usia muda. Kenyataan yang miris bahwa anak yang seharusnya berseragam abu-abu sudah menggendong anak.
Belum lagi kendala sinyal dan banyak sekali keluarga yang kekurangan dalam pembelian kuota, menjadi penghambat dalam teknis belajar, bahkan banyak siswa yang menjadi tertinggal dalam pembelajaran. Tidak sedikit juga yang menyerah karena lebih mahal biaya kuota dibanding biaya hidup. Walaupun pemerintah sudah memberi solusi yaitu pembagian kuota tetap menjadi penghambat bila sinyal tidak menjangkau area siswa.
Pendidikan agama yang harusnya didapatkan dengan mudah menjadi sulit di kala sekolah jarak jauh. Biasanya saat tatap muka banyak sekali praktik keagamaan seperti praktik sholat, wudhu, dan lain-lain dilakukan di sekolah, saat sekolah di rumah, siswa kehilangan momen praktek keagamaan. Hafalan mengenai bacaan solat menjadi lebih sulit, karena tidak fokusnya siswa. Ditambah ketika tatap muka biasanya melakukan sholat berjamaah, saat belajar di rumah belum tentu orang tua mengontrol sholat dengan baik. Atau biasanya di sekolah siswa mengaji bersama, ketika di rumah jarang sekali ada yang mengaji.
Kebiasaan mencontek makin menjadi kala sekolah jarak jauh, karena tidak ada yang mengawasi ketika mengerjakan soal, siswa justru terang-terangan mencari dan menjiplak jawaban yang tersedia di Google. Buruknya adalah mereka hanya bisa mencontek tanpa memahami apa yang dimaksud pada tulisan yang di salin.
Kurangnya sosialisasi juga menjadi salah satu penyebab rusaknya generasi penerus bangsa, karena terlalu fokus dengan gadget seharian, membuat anak enggan bercengkrama dengan orang lain, jangan kan sekedar mengobrol, keluar kamar pun enggan dilakukan, karena terlalu nyaman dengan suasana kamar dan gadget di tangan. Hal yang cukup serius, ketika sudah kembali sekolah tatap muka, anak menjadi tidak percaya diri, menjadi pemalu, dan tertutup karena jarang sekali bersosialisasi dengan orang lain.
Ketika terlalu sering di rumah, anak cenderung lebih sering di marahi orang tuanya, mungkin karena anak lebih fokus bermain gadget, atau tidak bisa belajar dengan baik. Terlalu sering berdebat dengan orang tua juga tidak baik bagi kesehatan mental anak, ketika orang tua membentak, anak juga akan ikut membentak. Bahkan jika orang tua memukul, anak juga akan menirunya.
Meskipun banyak kendala saat melakukan pembelajaran jarak jauh, tetapi semua pasti mempunyai solusi yang tepat untuk kehidupan generasi penerus bangsa. Seperti sistem dan metode belajar yang diganti, bisa juga dengan bantuan dan dukungan orang tua untuk menjaga fokus anak dalam belajar. Selain itu peran keluarga juga penting dalam membantu anak menciptakan karakter dan akhlak yang baik. Orang tua tidak boleh lalai dalam mengawasi pergaulan anaknya, walaupun anak belajar di rumah, guru dari sang anak adalah orang tua. Pun meski anak belajar di sekolah, orang tua siswa adalah guru mereka. Saya berharap bahwa pandemi virus Covid 19 ini bisa segera berlalu supaya pendidikan anak kembali pulih seperti sedia kala, dan kualitas generasi penerus kembali pulih dan baik.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.