Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image saman saefudin

Tokoh-tokoh Hebat yang Tetap Hidup Melarat

Sejarah | Wednesday, 10 Nov 2021, 14:16 WIB
Sumber gambar: https://lh3.googleusercontent.com/proxy/XNGZLVbWSdUGFaPVhQApWEiAYatzsR3Dlk6CuSeML7VeiMlkG5BPcjDdOF7kikaf2xQiuxa1bbqiHbzsmnsPivXs43S9t9p-cToxFME4Q5v1X4K0WXT7tsd1aAkHqvySg892k83sww

Awal abad 20, lelaki genius ini sebetulnya telah mendapatkan kedudukan yang cukup mewah, menjadi Konsulat Hindia Belanda di Arab Saudi. Gajinya mencapai 200 gulden per bulan. Sebagai gambaran, dengan 15 gulden sebuah keluarga dengan tiga anak saja sudah bisa hidup layak. Namun ia memilih keluar dan memilih berjuang bersama Cokroaminoto di Sarekat Islam. Dialah H Agus Salim, seorang intelektual asal Sumatra Barat, kemenakan seorang ulama besar Minang, Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, salah satu founding father Indonesia.

Siapa tak mengenal H Agus Salim? Seorang diplomat ulung berjuluk Grand Old Man of The Republic alias sesepuh republik yang agung, yang diakui reputasinya oleh kawan maupun lawan. Kepiawaiannya dalam berkomunikasi dan berdiplomasi yang masyhur hingga dikagumi tokoh-tokoh diplomat ulung dunia di era setelah kemerdekaan.

Menteri Muda Luar Negeri di awal kemerdekaan ini memang dikenal seorang polyglot, dia menguasai kurang lebih 9 bahasa, dari Arab, Inggris, Belanda, Jerman, Prancis, Latin, Jepang, Cina, hingga Turki. Ini belum termasuk penguasaannya atas beberapa bahasa daerah, di luar Minang tentunya. Bakat ini menjadikannya memiliki kecerdasan linguistik yang tinggi.

Kapasitas ini pula yang menjadikan kontribusi Agus Salim bagi republik di awal kemerdekaan tak bisa dipandang sebelah mata. Ia banyak berperan penting dalam mencari dukungan pengakuan internasional hingga menjaga marwah Indonesia di meja-meja perundingan internasional. Kegeniusannya pun diakui para diplomat kelas dunia.

Adalah Lord Killearn, seorang diplomat ulung yang diutus Pemerintah Inggris dalam Perundingan Linggarjati, sampai terpesona dengan kepiawaian komunikasi Agus Salim. "Mereka menemukan seorang seperti Haji Salim, yang mahir dalam beberapa bahasa Eropa Barat, dan bercakap-cakap dengan diplomat-diplomat tingkatan atas mereka, seolah-olah diplomasi bagi bangsa Indonesia suatu pekerjaan yang sudah dijalankan berabad-abad".

Maklum, bagi Indonesia yang baru merdeka, rasanya mustahil bisa mendapatkan diplomat hebat dalam diri H Agus Salim. Sementara orang-orang Inggris dikenal dengan kematanganya berdiplomasi selama berabad-abad. Pujian yang sama pun dilayangkan seorang profesor yang juga pernah menjadi Perdana Menteri Belanda (1945-1946), Willeam Schermerhorn, dalam buku hariannya, Het Dagboek van Shermerhorn. "Agus Salim seorang jenius dalam berbahasa, berbicara, dan menulis dengan sempurna paling sedikit dalam sembilan bahasa. Ia hanya mempunyai satu kelemahan, selama hidupnya dia melarat".

Ya, potongan kalimat terakhir dari Schermerhorn inilah pokok masalahnya. Schermerhorn boleh saja secara satir menyebut kemiskinan Agus Salim sebagai kelamahan, tetapi kita selaku warga republik akan dengan bangga menyebut kemiskinan sang diplomat hebat ini sebagai pilihan hidupnya yang tetap berkukuh dengan integritas, dengan kejujuran dan kebersahajaan yang mengagumkan. Di balik kontribusi besarnya untuk republik, kedudukannya yang tinggi dan terhomat, Agus Salim dan keluarganya hidup dalam kondisi yang miskin. Meski pernah menjabat menteri, Agus Salim tetap tak mampu membelikan atau membangunkan rumah untuk keluarganya. Ia selalu pergi dari satu kontrakan ke kontrakan lainnya. Mohammad Roem bahkan mengisahkan bagaimana keluarga Agus Salim ngontrak di kawasan becek Jakarta Pusat, serta pernah pula keluarganya hanya menempati satu ruangan di Jatinegara.

Itulah jalan hidup seorang jenius yang berjasa besar terhadap Indonesia di masa-masa formatifnya. Mr Kasman Singodemedjo bahkan meminjam pepatah kuno Belanda leiden is lijden, memimpin itu menderita, untuk menggambarkan kepayahan hidup Agus Salim.

Ada lagi Mohammad Natsir, tokoh penting Masyumi, pernah menduduki kursi Perdana Menteri, pencetus mosi integral yang menjaga utuhnya NKRI, hidupnya juga amat sederhana. Konon jas kebesarannya saja penuh tambal sulam, kendaraan mewahnya untuk pergi-pulang ke kantornya pun tidak lain sepeda ontel. Ia tak punya rumah dan menolak ketika dihadiahi mobil mewah.

Kisah kesederhanaan berikutnya yang cukup fenomenal adalah sosok prokalamator, Mohammad Hatta. Seorang Wakil Presiden pertama Indonesia mendampingi Soekarno, perumus ekonomi koperasi yang bersemangat sosialisme relijius (Sosji), tetapi sampai akhir hayatnya tak mampu mewujudkan impiannya membeli sepatu Bally. Hatta adalah orang besar yang hidup sederhana karena menjaga integritasnya, sampai-sampai kepergiannya di tahun 1980 diabadikan oleh Iwan Fals menjadi sebuah lagu.

Mereka adalah sosok-sosok pahlawan pendiri republik yang mewariskan keteladanan untuk kita generasi setelahnya. Popularitas dan jabatan tak lantas melunturkan kejujuran mereka. Mereka adalah orang-orang yang pikiran dan tindakannya telah melampaui diri dan kepentingannya. Orang-orang yang telah selesai dengan dirinya. Adakah pejabat semiskin Agus Salim hari ini? []

Referensi tambahan:

https://historia.id/histeria/articles/haji-agus-salim-diplomat-yang-melarat-DrLjE/page/1

https://si.or.id/2016/11/02/sejarah-h-agus-salim-pemimpin-yang-mau-hidup-miskin/

https://republika.co.id

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image