Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Intan Setya

Korupsi sebagai Maladministrasi Serta Pentingnya Pendidikan Antikorupsi

Edukasi | Wednesday, 06 Jul 2022, 19:19 WIB

Korupsi Sebagai Maladministrasi

Korupsi berasal dari kata lain “corruption” atau “corruptus” yang berarti kerusakan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, dan tidak bermoral kesucian. Dan kemudian muncul dalam Bahasa inggris dan perancis “Corruption” yang berarti menyalahgunakan wewenangnya, untuk menguntungkan dirinya sendiri.

Dari Bahasa latin turun ke banyak Bahasa Eropa seperti Inggris: corruption, corrupt; Perancis: corruption; dan Belanda: corruptive (korruptie), dan Bahasa Belanda itulah turun ke Bahasa Indonesia menjadi korupsi. Arti hafiah kata tersebut ialah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral. Menurut kamus umum Bahasa Indonesia Purwadarminta, korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dsb. (Agus Wibowo, 2022)

Maladministrasi merupakan perilaku atau perbuatan melawan hukum dan etika dalam proses administrasi pelayanan publik. Maladministrasi ada berbagai macam seperti penyimpangan prosedur, penyalahgunaan wewenang, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum, tindakan diskriminatif, permintaan imbalan, dan lainnya. Tidak hanya oleh Pemerintah, tindakan Maladministrasi bisa jadi juga dilakukan oleh BUMN, BUMD, BHMN maupun badan swasta atau bahkan perseorangan. (Ombudsman, 2021)

Kehadiran Ombudsman menjadi lembaga pengawas eksternal yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan sehingga meminimalisir Tindakan maladministrasi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia dan Undang-Undang 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik. Dalam sudut pandang hukum, definisi korupsi telah secara jelas diuraikan pada Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang secara singkat dapat diekstrak dalam beberapa bentuk diantaranya Tindakan yang menyebabkan kerugian negara, suap-menyuap, pemerasan, gratifikasi, dan bentura kepentingan dalam pengadaan. Korupsi sering dikaitkan dengan kerugian negara sementara maladministrasi disandingkan dengan kerugian masyarakat secara materiil dan/atau immaterial.

Pada pasal 11 Peraturan Ombudsman Nomor 26 Tahun 2017 tentang cara penerimaan, pemeriksaan dan penyelesaiian laporan, Tindakan maladministrasi terbagi menjadi sepuluh bentuk perbuatan yaitu penundaan berlarut, tidak memberikan pelayanan, tidak kompeten, penyalahgunaan wewenang, penyimpangan prosedur, permintaan imbalan, tidak patut, berpihak, diskriminasi dan konflik berkepentingan.

Pertama, maladministrasi dalam bentuk Penundaan Berlarut yaitu perbuatan mengulur waktu penyelesaian layanan. Misalnya pengurusan KTP yang seharusnya satu hari menjadi berbulan-bulan, memunculkan kesan bahwa pelayanan akan cepat jika ada 'uang pelicin' sehingga masyarakat terdorong memberikan sesuatu untuk mempercepat pelayanan, keadaan ini mengindikasikan adanya praktik suap.

Kedua, dalam hal seorang jaksa menemui terpidana dengan status DPO di luar negeri termasuk dalam tindakan maladministrasi bentuk Penyalahgunaan Wewenang yaitu merupakan perbuatan melampaui wewenang, melawan hukum, dan/atau penggunaan wewenang untuk tujuan lain dari tujuan wewenang tersebut dalam proses pelayanan publik. Berawal dari maladministrasi berupa penyalahgunaan wewenang tersebut berakibat pada potensi tindak pidana suap/gratifikasi.

Ketiga, pelayanan penerbitan paspor bagi pemohon yang persyaratannya tidak lengkap sekaligus merupakan Terpidana dengan status DPO termasuk dalam maladministrasi berupa tindakan Penyimpangan Prosedur, yang sangat besar kemungkinan akan dibarengi dengan penyuapan/gratifikasi.

Keempat, pemberian izin kepada pihak cargo tertentu dalam ekspor benur dengan mengabaikan pelaku usaha lainnya yang berminat dan memenuhi kualifikasi sehingga tidak memperoleh izin, merupakan tindakan maladministrasi dalam bentuk Berpihak, yaitu keberpihakan dalam penyelenggaraan layanaan publik yang memberikan keuntungan dalam bentuk apapun kepada salah satu pihak dan merugikan pihak lainnya atau melindungi kepentingan salah satu pihak tanpa memperhatikan kepentingan pihak lainnya. Keberpihakan ini dapat mengindikasikan adanya potensi suap/gratifikasi

Contoh terakhir, yaitu dengan sengaja mempersingkat jangka waktu pendaftaran dalam penerimaan pegawai tetap sehingga hanya orang-orang tertentu yang sudah dipersiapkan yang memiliki peluang besar, tindakan ini merupakan maladministrasi dalam bentuk Diskriminasi yaitu pemberian layanan secara berbeda, perlakuan khusus atau tidak adil di antara sesama pengguna layanan. Tindakan ini menimbulkan adanya potensi korupsi berupa suap. (Ombudsman, 2020)

Upaya Upaya Pencegahan Korupsi Sebagai Maladministrasi

Penegakan standar pelayanan public merupakan Langkah yang dapat dilakukan sebagai penguatan pencegahan Tindakan maladministrasi dengan penegakan standar pelayanan public dapat menjadi tolak ukur agar setiap Tindakan sesuai dengan standar yang ada. Mekanisme prosedur menjadi bagian dari standar pelayanan public, prosedur menjadi tolak ukur untuk menentukan terpenuhinya kualifikasi penerima layanan dan syarat-syarat produk layanan sehingga menjamin proses pelayanan public sesuai baku mutu. Dengan demikiran para pelaku koruptif dapat tercium melalui penyimpangan terhadap standar pelayanan public.

Keberadaan sarana pengaduan serta pengelolaan pengaduan di setiap instansi penyelenggara pelayanan public juga perlu dioptimalkan sehingga masyarakat dapat memperoleh manfaat positif atau perbaikan atas pengaduan yang telah diutarakan.

Dapat disimpulkan bahwa penegakan standar pelayanan public menjadi kunci untuk dapat mencegah maladminsitrasi sekaligus korupsi, yang berarti melalui penguatan upaya pencegahan ini kita semua telah melakukan antisipasi kerugian kerugian yang akan ditimbulkan baik kerugian negara maupun kerugian yang dialami masyarakat secara materiil maupun immaterial.

Pentingnya Pendidikan Antikorupsi

Pendidikan antikorupsi merupakan kebijakan pendidikan yang tidak bisa lagi ditunda pelaksanaanya di sekolah secara formal. Jika dilaksanakan sebagaimana mestinya maka dalam jangka panjang pendidikan antikorupsi akan mampu berkontribusi terhadap upaya pencegahan terjadinya tindakan korupsi, sebagaimana pengalaman negara lain. Melalui Pendidikan antikorupsi diharapkan generasi masa depan memiliki karakter antikorupsi sekaligus membebaskan negara Indonesia sebagai negara dengan angka korupsi yang tinggi.

Karakteristik dari Pendidikan antikorupsi adalah perlunya sinergi yang tepat antara pemanfaatan informasi dan pengetahuan yang dimiliki dengan kemampuan untuk membuat pertimbanganpertimbangan moral. Oleh karena itu pembelajaran antikorupsi tidak dapat dilaksanakan secara konvensional, melainkan harus didisain sedemikian rupa sehingga aspek kognisi, afeksi dan konasi siswa mampu dikembangkan secara maksimal dan berkelanjutan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image