Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Adha Agung Saputro

ATTITUDE BEFORE KNOWLEDGE : Pentingnya Standar Etika Organisasi Pemerintah

Edukasi | Sunday, 03 Jul 2022, 19:30 WIB

Kondisi masyarakat bangsa Indonesia saat ini telah jauh berbeda dibandingkan kondisi masyarakat pada awal masa kemerdekaan, bahkan berbeda pula dari masa kekuasaan Orde Baru yang belum lama ini tergeser bersamaan dengan lengsernya rezim soeharto pada mei 1998. Masyarakat dewasa ini memiliki kecenderungan lebih terbuka, kritis, pro-aktif, bahkan lebih militan dalam memperjuangkan tuntutan aspirasi mereka.

Perubahan kondisi masyarakat yang demikian itu di satu sisi tidak lepas dari keberhasilan pembangunan masa orde baru. Tetapi disisi lain juga merupakan buah dari kegagalan kekuasaan pemerintahan Orde Baru dalam menciptakan iklim demokrasi yang transparan, terbuka, akauntabel, bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme yang sangat merugikan dan melemahkan kebanyakan dan memarjinalkan peranan masyarakat dalam berbagai bidang.

Pemerintah yang memiliki etika dan moralitas yang tinggi dalam menjalankan kewenangan pemerintahannya, tentu memiliki akuntabilitas dan penghormatan yang tinggi pula terhadap tuntutan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang dilayaninya. Dalam pemerintahan yang demikian itu pula iklim keterbukaan, partisipasi aktif dan pemberdayaan masyarakat dapat terwujudkan, sebagai manifestasi dari gagasan yang dewasa ini mulai dikembangkan, yaitu kepemerintahan yang baik (Good Governance).

Dalam hal diatas jika seseorang memilih karir sebagai Aparatur Sipil Negara maka ia telah menjadi bagian dari “kekuasaan” yang dimana tindak tunduk nya berimplikasi terhadap kepentingan masyarakat luas. Masyarakat juga memiliki harapan yang tinggi kepada aparat pemerintah. Saking tingginya harapan masyarakat, tidak jarang perilaku kurang terpuji yang dilakukan oleh aparat pemerintah menjadi sorotan tajam, bahkan menjadi bahan sindiran, hinaan dan cacian. Contohnya, kasus perselingkuhan yang melibatkan pejabat publik bisa dijadikan bahan untuk melakukan pelengseran atau impeachment, apalagi kasus yang berhubungan langsung dengan kepentingan publik, semisal korupsi proyek pengadaan, penyuapan, atau penyalahgunaan jabatan.

Ekspektasi yang tinggi terhadap penyelenggara pemerintahan termasuk Aparatur Sipil Negara, jika berbanding terbalik dengan perilaku yang ditunjukkan oleh mereka, akan melahirkan sinisme dan sarkasme publik, dan bahkan mungkin publik akan kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah, aparat pemerintah dianggap sebagai bagian dari “beban” kehidupan mereka bukan dianggap sebagai solusi atas permasalahan mereka. Alasan mengapa pemerintah perlu melakukan perubahan, salah satunya adalah bahwa sistem-sistem dalam pemerintahan tidak cukup efektif membentuk kompetensi dan kualitas sumber daya manusia yang handal.

Sebaliknya sistem dalam pemerintahan telah cenderung membentuk para birokrat menjadi kurang responsif, lamban, berorientasi pada status-quo, korup dan sebagainya. Sehingga sistem-sistem yang ada dalam pemerintahan harus dirubah, bukan manusianya. Mustopadidjaja dalam tulisannya yang berjudul “Format Pemerintahan Menghadapi Abad 21” dalam jurnal administrasi dan Pembangunan, edisi khusus, Volume 1, N0. 2 Tahun 1997, hal 17 menyatakan salah satu prinsip dalam pemerintahan adalah pelayanan, yaitu semangat untuk melayani masyarakat ( a Spirit of society), dan menjadi mitra masyarakat (partner of society). Untuk mewujudkan hal itu maka diperlukan suatu proses perubahan perilaku yang antara lain dapat dilakukan melalui “pembudayaan kode etik (code of ethical conducts) yang berdasarkan pada dukungan lingkungan (enabling strategy) yang diterjemahkan kedalam standar tingkah laku yang dapat diterima umum, dan dijadikan acuan perilaku aparatur pemerintah baik di pusat maupun di daerah-daerah.” (Mustopadidjaja, 1997).

Dalam hubungannya dengan pelayanan kepada masyarakat menurut Mustopadidjaja hal itu mengandung arti sebagai semangat pengabdian yang mengutamakan efisiensi, dan keberhasilan bangsa dalam membangun, yang dimanifestasikan antara lain dalam perilaku “melayani, bukan dilayani”; “mendorong, bukan menghambat”;“mempermudah, bukan mempersulit”; Sederhana bukan berbelit-belit”. Standar etika organisasi pemerintah yang dimaksud dlam hal ini adalah kualitas pemenuhan atau perwujudan nilai-nilai atau norma-norma sikap dan perilaku pemerintah dalam setiap kebijakan dan tindakannya, yang dapat diterima oleh masyarakat luas.

Oleh karena itu seorang pejabat publik seharusnya lebih mementingkan masyarakat luas. Sebagai pejabat public juga jangan sampai membuat suatu hal yang membuat pikiran masyarakat menyindir bahkan membuat ujaran kebencian terhadap pemerintah, meskipun maysarakat tidak mengetahui semua kegiatan yang ada di pemerintahan.

Adha Agung Saputro 2019120010

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image