Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Syafi'ie el-Bantanie

Konsep Segitiga Pendidikan

Eduaksi | 2021-11-03 10:10:17

Oleh: Muhammad Syafi'ie el-Bantanie

(Pendiri dan Pengasuh Ekselensia Tahfizh School, Sekolah Al-Qur'an dan Kepemimpinan)

Jika kita menelisik lebih dalam Sirah Nabawiyah, maka kita akan mendapati satu konsep Nabawiyah, yaitu membangun peradaban mesti dimulai dari pendidikan. Karena, unsur terpenting dalam membangun peradaban adalah sumber daya manusia.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendidik umat di Darul Arqam, sebuah rumah sederhana yang dijadikan pusat pendidikan. Di sinilah Rasulullah mendidik para sahabat dengan kurikulum Al-Qur’an.

Karena itu, mengacu pada model pendidikan Darul Arqam, kita memahami ada tiga komponen inti dalam pendidikan yang mesti menjadi perhatian utama, yakni guru, kurikulum, dan murid. Inilah tiga komponen inti yang menentukan keberhasilan pendidikan. Inilah konsep segitiga pendidikan.

Kita juga menjadi paham pendidikan tidak mensyaratkan sarana prasarana megah dan lengkap. Bukan pula media pembelajaran canggih dan moderen. Sarana prasarana hanyalah komponen pendukung. Pun dengan media pembelajaran. Tidak harus megah dan canggih.

Sayangnya, pendidikan kita saat ini alpa memerhatikan tiga komponen inti pendidikan. Banyak sekolah yang malah berlomba-lomba memperbaiki dan meningkatkan sarana prasarana, serta melengkapi berbagai media pembelajaran berbasis teknologi informasi.

Sementara, komponen guru, kurikulum, dan murid kurang mendapat perhatian. Akibatnya, proses pendidikan yang berlangsung jauh dari nilai-nilai pendidikan sejati. Sekolah boleh megah, media pembelajaran boleh canggih, namun apa artinya jika output pendidikannya nir adab.

Karena itu, perlu kesadaran kolektif dari para pemangku kepentingan pendidikan untuk mengembalikan pendidikan pada konsep sejatinya. Pendidikan kita mesti berfokus meningkatkan kualitas guru, kurikulum, dan murid.

Mari kita telaah bagaimana pendidikan Islam menjelaskan konsep guru, merumuskan kurikulum, dan memformulasikan profil murid. Perbaikan konsep dan kualitas guru, kurikulum, dan murid pada akhirnya akan berdampak signifikan pada kualitas output pendidikan yang dihasilkan.

Tengok saja kualitas output pendidikan Darul Arqam. Sebuah generasi pemimpin yang kemudian mampu mengukir peradaban gemilang. Rasulullah sendiri yang memberikan jaminannya, “Khairul qurun qarniy,” sebaik-baik generasi adalah generasiku (para sahabat).

Maka, mari kita mulai dari rentang kendali masing-masing. Para kepala sekolah pun bisa memulainya dari sekolah yang dipimpinnya untuk memperbaiki konsep dan kualitas guru, kurikulum, dan murid.

Pertama, konsep dan kualitas guru. Sejatinya guru bukan sekadar profesi, melainkan sang arsitek peradaban. Maka, paradigma guru haruslah benar dan dan visi guru mesti melampaui masanya. Guru mesti melihat muridnya sebagai calon aktor pembangun peradaban.

Karenanya, guru mesti memiliki dua kompetensi utama; pertama, diteladani karena kemuliaan akhlaknya dan keistiqamahan ibadahnya. Kedua, dikagumi karena keluasan ilmu dan keahlian kompetensinya.

Guru harus mampu menjadi sosok yang diteladani. Menjadi role model bagi muridnya. Murid bisa melihat walking values pada diri gurunya untuk ditiru dan diikuti. Selain itu, guru juga mesti menjadi sosok yang membakar semangat belajar muridnya karena terinspirasi oleh kedalaman ilmu dan keahlian kompetensinya.

Kedua, konsep dan kualitas kurikulum. Kita harus akui kurikulum pendidikan kita masih terdapat tumpang tindih, pengulangan, serta pemborosan. Selain itu, kurikulum pendidikan kita juga tidak sesuai urutan. Belum lagi adagium ganti menteri ganti kurikulum. Akhirnya, kurikulum pendidikan kita tidak pernah ajeg.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 sebetulnya sudah cukup ideal. Karena, memberikan keleluasaan kepada sekolah dan guru untuk merancang kurikulum pada tingkat satuan pendidikan. Pemerintah hanya memberikan garis-garis besar dan acuan.

Selanjutnya, sekolah bersama guru dapat mengembangkan kurikulum pendidikan sesuai kekhasan dan keunggulan sekolah masing-masing. Sekolah dan guru bisa melakukan bedah kurikulum untuk memilah konten esensial dan non esensial yang akan berpengaruh terhadap disain pembelajaran.

Dengan demikian, kurikulum pendidikan menjadi sistematis, sesuai urutan belajar dan usia pada jenjang pendidikan. Tidak ada tumpang tindih dan pengulangan kurikulum. Murid pun tidak dijejali dengan kurikulum yang padat, namun tidak jelas paradigma yang mendasarinya.

Ketiga, konsep dan kualitas murid. Dalam pendidikan Islam, murid mesti memiliki adab dan kompetensi sebagai pembelajar sejati. Murid dituntut meluruskan niat dalam menuntut ilmu dan menampilkan kesungguhan dalam proses belajar mengajar. Karena itu, matrikulasi pada awal tahun ajaran menjadi penting.

Matrikulasi menjadi sarana untuk melakukan induksi adab dan karakter pembelajar sejati. Selain itu, juga proses pembekalan kompetensi dasar untuk menunjang efektifitas dan keberhasilan pembelajaran, seperti quantum learning.

Durasi matrikulasi bisa fleksibel sesuai kebutuhan sekolah dan jenjang pendidikan. Poin intinya output matrikulasi tercapai, yaitu murid memiliki adab dan kompetensi sebagai pembelajar sejati.

Ketika konsep segitiga pendidikan (guru, kurikulum, dan murid) ala Darul Arqam kita reaktualisasi, insya Allah madrasah, sekolah, dan pesantren kita akan mampu melahirkan generasi pemimpin pembangun peradaban. Bukan hanya pada skala lokal, regional, ataupun nasional, melainkan juga dalam skala global.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image