Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Giyoto

Tangis Bahagia Subuh Hari

Guru Menulis | Friday, 01 Jul 2022, 23:06 WIB

Tangis Bahagia Subuh Hari

Oleh: GIYOTO, S. Pd., M.Pd.

Subuh hari waktu itu, tangis bayi terdengar dari dalam ruang persalinan. Hawa sejuk dingin serasa mendenda hati ini. Seolah mimpi seolah nyata, bayi mungil itu menyapa dunia di pagi sejuk dingin dikala embun membasahi bumi.

Kontan saja, pekik takbir pun seolah keluar begitu saja dari mulut ini. Mulut yang sedari tengah malam tiada henti panjatkan munajat pada Illahi. Air mata pun seraya meronta tuk keluar menjadi saksi kelahiran dambaan hati.

"Assalamu'alaikum, selamat Pak, ananda telah lahir". Ucap pria paruh baya dihadapanku. Ialah Dokter Ahmad, dokter spesialis kandungan yang selama ini menangani dan memeriksa kandungan pujaan hatiku.

Walau masih tercekat seolah tak bisa berucap, Aku berusaha meraih uluran tangannya seraya berucap lirih, "Terima kasih Dok, terima kasih atas pelayanannya selama ini."

Dokter itu pun bwrgegas meninggalkan ruang persalinan. Sunyi kembali menemaniku. Tak berapa lama, pintu ruang persalinan dibuka. Tampak seorang perawat mendorong sebuah kereta bayi. Aku segera bangun dari duduk menghampiri perawat tersebut.

"Assalamu'alaikum, Mbak, boleh berhenti sejenak? " tanyaku.

Perawat itu pun menghentikan langkahnya, "WWa'alaikumsalam, iya Pak. Boleh."

"Apakah Bapak adalah ayah bayi ini? " tanya perawat padaku.

"Betul Mbak, " jawabku singkat.

Perawat itu pun mempersilahkan Aku melantunkan azan dan iqomah di telinga bayi yang masih merah itu. Setelah selesai, bayi itupun dibawa ke ruang khusus bayi.

Tentram rasa hati ini. Sekian lama Kami mendambakan kehadiran si buah hati. Namun kebahagiaanku belum sepenuhnya karena istriku tersayang masih di dalam ruang persalinan. Cemas hati sempat terlintas, hampir satu jam belum juga keluar. Sambil menunggu istri diberikan tindakan, Ku ambil wudhu tuk salat subuh pagi itu. Usai salat subuh, Aku kembali menuju ruang persalinan. Alhamdulillah, tak lama kemudian pintu ruang persalinan dibuka. Istriku tampak cantik tersenyum bahagia.

Ku rengkuh ku cium keningnya dan ku berbisik, "Terima kasih bidadariku, Kau lahirkan bayi mungil nan molek."

"Terima kasih Mas, moga jadi anak sholehah. " ucap istriku lirih. Kondisi lemah istriku membuat hati ini khawatir.

"Mbak, bagaimana keadaan istri saya? " tanyaku pada perawat.

Perawat itu pun menjawab, "Insya Alloh istri bapak baik-baik saja. Sekarang tampak lemah karena efek bius dan tadi mengeluarkan darah lumayan. Biarlah istri bapak istirahat dulu."

"Terima kasih mbak, semoga lekas pulih. " jawabku. Perawat itu pun langsung mendorong tempat tidur pasien menuju bangsal perawatan.

***

Kehadiran putri Kami 8 tahun silam membuat Kami sangat bahagia. Pasalnya, istriku sempat divonis sudah tidak bisa memberikan keturunan lagi. Aku ingat betul kata-kata dokter waktu itu. Kami pun pasrah dan selalu berdoa pada Alloh SWT, semoga diberikan jalan keluar terbaik. Kista yang bersemayam di rahim istriku diduga menghambat pembuahan sel telur. Hingga akhirnya diputuskan untuk dilakukan operasi kista.

Bagi kami, ini bukanlah sekedar cobaan. Jauh dari lubuk hati yang paling dalam, kami berdua banyak melakukan introspeksi. Suami istri bukan hanya sekedar ucap cinta atau sekedar buku nikah dari KUA. Aku sadar bahwa dua pribadi berbeda yang diikat dalam mahligai perkawinan tentulah banyak tantangan. Rasa saling memiliki, mencintai dan rasa saying kami seolah diuji dengan cobaan. Operasi kista pun dilakukan dibawah tanda tangan pesetujuanku. Alhamdulillah, semua berjalan lancar. Dokter favoritku pun banyak memberikan nasihat pada kami. Karunia yang tak ternilai, Selang satu tahun pasca operasi istriku mengandung anak kedua kami. Haru, senang dan Bahagia tak terhingga kala itu. Berita special itu pun ku dengar dari istri saat Aku mengikuti Pelatihan Persiapan Pemberangkatan ke Negeri Kanguru. Sungguh luar biasa. Terima kasih Ya Alloh, Tuhan Rabb Seru Sekalian Alam.

#motivasi #cermin

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image