Analisis Cerpen
Sekolah | 2022-07-01 09:00:31Nama : Muhammad Abdul GhofurNim : 34102100043Prodi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Mata kuliah : PragmatikDosen pengampu : Dr. Aida Azizah, S.Pd., M.Pd.
PENDAHULUANLatar Belakang
Pengertian Tindak Tutur Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik. Tindak tutur merupakan pengujaran kalimat untuk menyatakan agar suatu maksud dari pembicara diketahui pendengaran. Tindak tutur (speech atcs) adalah ujaran yang dibuat sebagai bagian dari interaksi social. Menurut Leoni (dalam Sumarsono, dan Paina Partama, 2010:329-330) tindak tutur merupakan bagian dari peristiwa tutur, dan peristiwa tutur merupakan bagian dari situasi tutur. Setiap peristiwa tutur terbatas pada kegiatan, atau aspek-aspek kegiatan yang secara langsung diatur oleh kaidah atau norma bagi penutur. Dengan demikian, tindakan merupakan karakteristik tuturan dalam komunikasi. Diasumsikan bahwa dalam merealisasikan tuturan atau wacana, seseorang berbuat sesuatu, yaitu performansi tindakan. Tuturan yang berupa performansi tindakan ini disebut dengan tuturan performatif, yakni tuturan yang dimaksudkan untuk melakukan suatu tindakan. Tindak tutur merupakan gejala individu, bersifat psikologis, dan ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Tindak tutur dititikberatkan kepada makna atau arti tindak, sedangkan peristiwa tutur lebih dititikberatkan pada tujuan peristiwanya. Dalam tindak tutur ini terjadi peristiwa tutur yang dilakukan penutur kepada mitra tutur dalam rangka menyampaikan komunikasi. Austin (dalam Subyakto, 1992:33) menekanka tindak tutur dari segi pembicara. Kalimat yang bentuk formalnya berupa pertanyaan memberikan informasi dan dapat pula berfungsi melakukan suatu tindak tutur yang dilakukan oleh penutur. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tindak tutur adalah kegiatan seseorang menggunakan bahasa kepada mitra tutur dalam rangka mengkomunikasikan sesuatu. Apa makna yang dikomukasikan tidak hanya dapat dipahami berdasarkan penggunaan bahasa dalam bertutur tersebut tetapi juga ditentukan oleh aspek-aspek komunikasi secara komprehensif, termasuk aspekaspek situasional komunikasi. Guru dan siswa merupakan komponen dalam pengajaran holistik. Antara guru dengan siswa saling berpengaruh dan saling mendorong untuk melakukan kegiatan yang satu dengan kegiatan yang lain. Pada dasarnya, siswa adalah unsur penentu dalam pembelajaran holistik.
Macam Macam Tindak TuturAustin (1962:94-107) membagi tindak tutur menjadi tiga macam tindakan, yaitu tindakan menginformasikan atau menyatakan sesuatu “The act of saying something”, yang disebut dengan tindak lokusi, tindakan menghendaki mitra tuturnya untuk melakukan sesuatu, “The act of doing something” atau tindak ilokusi, dan tindakan memberikan pengaruh terhadap mitra tutur atau menghendaki adanya reaksi atau efek atau hasil tertentu dari mitra tutur, “The act of affecting someone” atau tindak perlokusi.
LokusiTindak lokusi adalah sebuah tindakan mengatakan sesuatu. Tindak lokusi terlihat ketika seseorang menuturkan sebuah tuturan atau pernyataan. Menurut Levinson (dalam Cahyono,1995:224) tindak lokusi (locutionary act) adalah pengujaran kata atau kalimat dengan makna dan acuan tertentu. Analisis tuturan berikut diharapkan mampu memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai tindak lokusi. Chaer dan Leonie (2010:53) menyatakan bahwa tindak lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. Searle (dalam Rahardi, 2005: 35) menyatakan tindak lokusioner adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat itu. Uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk menyatakan atau menginformasikan sesuatu, yaitu mengucapkan sesuatu dengan makna kata dan makna kalimat sesuai dengan makna kata itu sendiri kepada mitra tutur.Ilokusi Tindak ilokusi (illocutionary act) adalah pembuatan pernyataan, tawaran, janji, dan lain-lain dalam pengujaran dan dinyatakan menurut daya konvensional yang berkaitan dengan ujaran itu atau secara langsung dengan ekspresi-ekspresi performatif (Levinson dalam Cahyono, 1995:224). Ketika penutur mengucapkan suatu tuturan, sebenarnya dia juga melakukan tindakan, yaitu menyampaikan maksud atau keinginannya melalui tuturan tersebut. Gambaran yang lebih jelas mengenai tindak ilokusi akan terlihat dalam analisis sebuah tuturan berikut. Wijana (1996:18-19) berpendapat bahwa tindak ilokusi adalah tindak tindak tutur yang mengandung maksud dan fungsi daya ujar.Tindak tersebut diidentifikasikan sebagai tindak tutur yang bersifat untuk menginformasikan sesuatu dan melakukan sesuatu, serta mengandung maksud dan daya tuturan. Tindak ilokusi tidak mudah diidentifikasi, karena tindak ilokusi berkaitan dengan siapa petutur, kepada siapa, kapan dan di mana tindak tutur itu dilakukan dan sebagainya. Tindak ilokusi ini merupakan bagian yang penting dalam memahami tindak tutur. Sementara Chaer dan Leonie (2010:53) menyatakan bahwa tindak ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit.Tindak ilokusi ini biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terimakasih, menyuruh, menawarkan dan menjanjikan. Uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi menyampaikan sesuatu dengan maksud untuk melakukan tindakan yang ingin dicapai oleh penuturnya pada waktu menuturkan sesuatukepada mitra tutur.Perlokusi Jenis tindak tutur yang terakhir adalah tindak tutur perlokusi. Perlokusi merupakan akibat atau efek yang muncul pada diri mitra tutur setelah mendengar sebuah tuturan. Levinson ( dalam Cahyono, 1995:224) berpendapat bahwa tindak perlokusi (perlocutionary act) adalah pengaruh yang dihasilkan pada pendengar karena pengujaran sebuah kalimat dan pengaruh itu berkaitan dengan situasi pengujarannya. Tarigan (1986:114) mengilustrasikan daftar-daftar verba perlokusi dan ekspresi-ekspresi menyerupai verba perlokusi yakni: mendorong menyimak (lawan tutur) meyakini bahwa, meyakinkan, menipu, memperdayakan, membohongi, menganjurkan, membesarkan hati, mengilhami, memengaruhi, mencamkan, membuat penyimak memikirkan tentang dan lain sebagainya. Chaer dan Leonie (2010:53) menjelaskan tindak perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku non linguistik dari orang lain. Sebuah tuturan yang diutarakan oleh seseorang seringkali mempunyai daya pengaruh (perlocutionary force), atau efek bagi yang mendengarkannya. Efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya. Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur.Fungsi TuturanRohmadi (dalam Sumarsono, 2008: 50) mengklasifikasikan fungsi bahasa menjadi fungsi ekspresif, fungsi konatif, fungsi representasional dan metalinguistik, fungsi puitik, fungsi transaksional. Fungsi ekspresif dikaitkan dengan pembicara. Fungsi konatif dikaitkan dengan mitra bicara. Fungsi representasional sama dengan istilah fungsi metalinguistik, dikaitkan dengan hal lain selain pembicara dan mitra bicara yaitu berupa kode atau lambang. Fungsi puitik dikaitkan dengan pesan. Fungsi transaksional dikaitkan dengan sarana.Berikut contoh masing-masing fungsi bahasa dari Roman Jakobson: (1) Yah, Eka sama Wawan bagus Eka. 16 (2) Hai, bagaimana kabarnya? (3) Jika menang, jangan lantas sesenaknya saja. Contoh (1) merupakan penggunaan fungsi ekspresif. Tuturan tersebut digunakan untuk mengumpat. Contoh (2) merupakan penggunaan fungsi konatif. Tuturan tersebut digunakan untuk menjaga agar hubungan komunikasi antara penutur dengan lawan tutur dapat mencair dan tidak beku. Contoh (3) merupakan penggunaaan fungsi puitik. Dari uraian di atas dapat disimpulkan fungsi bahasa yaitu (1) fungsi representatif yaitu pemakaian bahasa untuk menyatakan kebenaran, seperti menyatakan, mengemukakan pendapat, dan melaporkan, (2) fungsi direktif yaitu pemakaian bahasa dalam bentuk perintah, permohonan, dan pemberian nasihat, (3) fungsi ekspresif yaitu pemakaian bahasa berupa ungkapan perasaan, seperti mengucapakan terima kasih, memberi selamat, memberi maaf, memuji, mengucapkan rasa senang atau tidak senang, dan (4) fungsi komisif yaitu pemakaian bahasa seperti menjanjikan dan menawarkan.
Gadis di Pojok JerujiOleh HanaPetang membawa pergi kedua pasang kaki yang lari dengan sempoyongan. Ditemani oleh beberapa merpati yang sedang mencari makan di sebuah restoran burung di tengah hutan. Kerap dijumpai beberapa kucing hitam yang sedang mengawasi gerak merpati-merpati yang sedang asyik membicarakan kejadian hari ini. Rasanya asyik jika menjadi merpati dengan tubuh indah dan bisa terbang sesuka hati mereka, tak seperti manusia hanya memiliki dua kaki. Lebih parahnya, dua kaki pun tak akan cukup berjalan sejauh merpati terbang.Mereka hendak pergi ke lembah untuk bersembunyi karena takut dengan kembang api yang dinyalakan oleh aparat hukum. Anehnya, kembang api tersebut dinyalakan bukan untuk pesta, melainkan untuk memperingati hari kematian dan mengenang perbuatan baik para pembangkang. Kembang api yang seharusnya menjulang ke atas, kini berganti mengarah kepada seorang gadis. Namanya Lie.Lie seorang gadis keturunan kolonial. Ibunya asli pribumi dan bapaknya bekas tentara Belanda. Bapaknya dibunuh karena dianggap mengkhianati Belanda dengan mencintai wanita pribumi. Lie dilahirkan prematur dua hari setelah bapaknya tewas. Lie dan Ibunya tinggal di sebuah pesisir. Penduduk setempat sangat ramah hingga sang Ibu biasanya meminta bantuan untuk menjaga Lie dengan kondisi yang tidak seperti anak pada umumnya.Ketika menjelang malam, Lie selalu mendengar cerita dari sang Ibu tentang sejarah prakemerdekaan. Tetapi Lie tidak pernah percaya bahwa cerita tersebut pernah terjadi. Ia selalu beranggapan bahwa cerita sang Ibu adalah khayalan. Lie beralasan bahwa kapal yang memuat bahan makanan sebanyak itu tidak akan ada, atau orang yang perang menggunakan bambu mengalahkan pasukan penembak. Lie tidak pernah percaya cerita Ibunya, meski berulang kali Ibunya menjelaskan bahwa itu benar-benar terjadi.Lie yang berumur sembilan tahun waktu itu tidak bisa menikmati bangku sekolah sebab latar belakang fisik yang tidak memungkinkan ia untuk bersekolah. Lie hanya diajarkan oleh Ibunya membaca dan menulis. Sang Ibu mencari koran ke pasar agar dibaca putri tunggalnya, meski sangat sulit untuk mendapatkan selembar koran pada waktu itu. Kebanyakan pasar atau pedagang di sana masih menggunakan daun jati atau pisang untuk membungkus barang dagangan.Setelah tumbuh dewasa, Lie menjadi gadis cantik yang patuh terhadap orang tua. Ibunya berpesan agar ia tinggal dengan kakeknya. Kakek tidak menyukai kedatangan Lie. Lie sering diolok dengan kata-kata bejat oleh sang kakek. Sering juga Lie tidak diberi makan olehnya. Tetapi, Lie tetap menuruti perintah sang Ibu agar tidak meninggalkan rumah kakek. Ibunya kerja di kota, setiap satu bulan sekali sang Ibu menengok dan memberi uang kepada Lie dan ayahnya.Lie tidak pernah tau bagaimana kerasnya kehidupan kota. Lie menginginkan agar sang ibu mengajak pergi ke sana, namun Ibunya menolak. Dengan usia yang hampir 20 tahun, Lie masih sukar mengikuti arah perkembangan zaman. Tetapi niat keingintahuannya begitu keras, ia mencoba kabur dari desa.Pada malam hari, Lie kabur seorang diri dengan bekal satu bungkus nasi dan garam kesukaannya. Tak ada yang mengerti sebab keadaan desa sepi. Lie kabur menggunakan daya ingatnya. Beberapa jalan yang dilihat Lie pernah keluar dari mulut sang Ibu saat bercerita. Ia menyusuri jalanan tanpa alas kaki sebagaimana hal yang biasa dilakukan oleh Lie. Hanya bermodal cerita yang melekat di kepala, nasi garam dan secarik kertas yang di bawa oleh Lie untuk menggambar saat tiba di kota. Kini Lie menjadi wanita survival.“Di kota akan menemui kendaraan besar yang masingmasing rodanya berjumlah empat.”Begitulah yang diingat gadis prematur saat ibunya bercerita. Dan ketika Lie sampai pada batas jalan, ia melihat kendaraan berlalu lalang. Dia beranggapan bahwa kendaraan itulah yang dikatakana sang Ibu. Tapi ia tak puas, ibunya mengatakan bahwa kehidupan kota banyak lampu berkelipan seperti lintang lantip. Lie belum menemukan hal itu. Kemudian Lie terus mengikuti kemana kendaraan itu bermuara. Hingga hari berganti hari, Lie masih terus saja berjalan tanpa menggunakan alas kaki. Pada suatu sore, ia bertemu seorang yang melihatnya sedang duduk seperti orang kelaparan di trotoar. Lie diajak untuk membersihkan diri di pom bensin, Lie menolak dengan keras meski orang tersebut tidak memaksa. Hal tersebut mengakibatkan orang-orang sekitar melihatnya. Pria tersebut memberi sebungkus dan sebotol air mineral kepada Lie. Lie malahap tanpa mengerti bagaimana etika seseorang setelah menerima sesuatu. Pria tersebut meninggalkan Lie sendiri.Malam pun tiba, Lie terkapar seorang diri di jalanan. Ia bingung harus melangkah kemana lagi. Hingga ia harus bangkit menemui seseorang yang dilihatnya duduk di pinggir jalan. Pria bertubuh besar dan membawa sebatang rokok di tangan kanan. Lie meminta air minum kepadanya, si pria memandang Lie dengan penuh keheranan. Pria tersebut memberi air mineral yang tinggal separuh botol dengan syarat Lie harus membersihkan diri terlebih dahulu. Tak jauh dari tempat mereka terdapat sebuah ponten, Lie membersihkan diri di sana.Setelah selesai membersihkan diri, Lie diberi sandal oleh pria bertubuh besar tersebut. Lie sangat senang, akhirnya Lie meminta agar pria bertubuh besar itu membawanya ke kota. Tanpa disadari bahwa gadis prematur itu telah sampai di kota. Pria tersebut membawa Lie ke pusat kota, ia melihat lampu yang berkelap-kelip, persis dengan apa yang dikatakan oleh sang Ibu. Lie menggambar ditemani oleh pria bertubuh besar. Pada akhirnya pria tersebut mengajak Lie untuk ikut dengannya. Tanpa pikir panjang, Lie ikut dengannya. Ia beranggapan bahwa semua pria di kota baik sama seperti pria yang dijumapinya pada sore hari. Tak disangka Lie malah diberikan ke germo. Beberapa hari terkurung di dalam kamar untuk melayani nafsu para pendatang, Lie sangat tertekan, ia ingin mencari Ibunya dan mengajaknya pulang. Benar kata sang Ibu, bahwa kehidupan kota tak baik untuk dirinya. Berkali-kali sudah ia meminta pulang kepada muncikari, malah ia mendapat siksaan lebih berat dari biasanya. Lie kabur dengan terang-terangan, tapi ia tertangkap. Ia masuk ke dalam sel tahanan para gadis pembangkang. Kemudian Lie nekat menggunakan senjata tajam yang didapat dari teman sekamar. Ia menikam germo dari belakang. Tubuh Lie gemetar, Lie kebingungan dengan apa yang barusan di lakukan. Semua kawan-kawannya berteriak, senjata tajam itu lepas dari tangannya. Semua kabur. Kondisi tidak kondusif di dalam gedung para pendosa itu. Semua berhamburan keluar. Lie menemukan wanita yang mirip dengan Ibunya. Ia melihatnya sedang membereskan piring di dapur. Lie yang sedang dikejar para petugas meminta bantuan kepada wanita tersebut. Tak disangka bahwa wanita tersebut adalah Ibunya yang sedang kerja di kota. Ibu dan anak melepas rindu, tangis haru membanjiri dapur. Wanita tersebut mengajak Lie untuk bersembunyi di gudang. Muncikari yang lain mencari-cari. Wanita tersebut mencari jalan untuk segera meninggalkan tempat ini, Lie tak bisa menahan tangis lagi hingga menemukan jalan. Keduanya berlari tak tau arah yang dituju, terus dan terus berlari bersama putri tunggalnya. Keduanya tak kenal lelah, petugas mencari menggunakan kendaraan. Lie dan Ibunya menuju semak belukar yang tak lain adalah arah menuju hutan. Keduanya berlari seperti macan, tak kenal rasa sakit hingga pada akhirnya perjuangan keduanya pun sia-sia. Sang gadis tertembak mati oleh petugas. Polisi ikut andil dalam kasus yang di dalamnya Lie sebagai tersangka pembunuh. Wanita tersebut tersungkur menangisi anak semata wayangnya. Jiwanya terbentur oleh kenyataan yang dialami malam ini. Sungguh, wanita tersebut merasa bersalah atas kematian suami dan anaknya. Lie memberikan gambar yang telah dilukis dan mengakui bahwa cerita Ibunya bukan khayalan melainkan ada di kehidupan nyata. Untuk membalas perbuatan Lie, Ibunya harus menanggung hukuman yang berlaku di wilayah tersebut. Pihak korban mengingkan bahwa wanita tersebut menjadi budak seumur hidup sebab anaknya juga menjadi budak. Wanita tersebut menolak dan lebih memilih menunggu panggilan nyawa untuk menemani sang anak dan suami di penjara.Penjelasan 1. “Di kota akan menemui kendaraan besar yang masingmasing rodanya berjumlah empat.”Kalimat ini disebut kalimat tindak tutur perlokusi karena ada efek atau akibat yang muncul pada diri mitra tutur setelah mendengar sebuah tuturan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.