Tarik-menarik Penanganan Covid-19
Politik | 2021-11-02 13:33:40Menyikapi hal ini, pemerintah baik pusat maupun daerah tengah mencari cara terbaik untuk bencana non-alam ini. Nampaknya terkait persoalan Covid-19, pemerintah daerah bergerak lebih dulu dibanding pemerintah pusat. Hal ini terlihat dari langkah pemerintah pusat yang 'agak' lambat dalam mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 pada 31 Maret 2020. PP tentang PSBB ini dikeluarkan untuk memastikan agar pemerintah daerah tak berjalan sendiri-sendiri, sehingga langkah penanganan Covid-19 dapat seirama dengan pemerintah pusat.
Padahal hal tersebut telah dilakukan oleh beberapa pemerintah daerah. Begitu pun dengan beberapa daerah lainnya, yang tentu saja tujuan utamanya adalah melindungi masyarakat dari penyebaran Covid-19.
Proses 'Rumit'
Secara legalitas, kewenangan untuk menentukan kedaruratan kesehatan masyarakat memang menjadi kewenangan pemerintah pusat sebagaimana Pasal 10 ayat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018. Namun, di tengah semangat pemerintah daerah untuk melindungi masyarakatnya dan mengambil bermacam upaya untuk 'selamat' dari penyebaran wabah Covid-19, Menteri Kesehatan justru mengeluarkan PMK Nomor 9 Tahun 2020 yang dianggap terlalu 'prosedural'. Dikatakan demikian, karena jika pemerintah daerah hendak mengajukan status PSBB, maka kepala daerah harus menyusun empat hal secara rinci, mulai dari peningkatan jumlah kasus menurut waktu, penyebaran kasus menurut waktu, kejadian transmisi lokal, serta kesiapan daerah tentang aspek ketersediaan kebutuhan hidup dasar masyarakat, sarana dan prasarana kesehatan, anggaran dan operasionalitas jaringan pengamanan sosial, dan aspek keamanan. Namun dalam konteks kemendesakan penyebaran Covid-19, tentunya fokus pemerintah daerah akan terbagi.
Pemerintah daerah seakan 'berkejar-kejaran' dengan waktu. Hal ini tentu kurang relevan jika harus diterapkan di tengah pandemi yang semakin meluas Jika pemerintah pusat dalam hal ini Menteri Kesehatan, ingin menjalankan fungsi kontrol pemberian status PSBB, agar pemerintah daerah tak terkesan berdiri sendiri-sendiri, padahal kita adalah negara kesatuan.
Dampak Pelayanan Publik
Kurang secara nyata berdampak pada penyelenggaraan pelayanan publik di daerah. " Misalnya lockdown", padahal belum ada ketentuan mengenai PSBB dari pemerintah pusat. Hal ini menyebabkan layanan publik menjadi sedikit terhambat karena pemerintah daerah menginstruksikan bekerja dari rumah, sementara instansi penyelenggara pelayanan publik belum menyiapkan instrumen dan cara untuk melayani masyarakat dari rumah. Semoga kedepannya, kondisi penyebaran pandemik Covid-19 dapat menjadi referensi kita dalam konteks korelasi hubungan pemerintah pusat dan publik.
Tak dapat dipungkiri dalam pemerintah pusat butuh waktu untuk mempertimbangkan setiap kebijakan. Namun tak pelayanan publik di daerah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.