Lawan Gurita Oligarki: Atasi Virus dan Wujudkan Keadilan Ekologi
Politik | 2021-11-02 09:20:04Dua tahun rakyat Indonesia berjibaku mencari selamat dari wabah Covid-19 diperparah dengan gerak oligarkis negara yang memaksakan ragam kebijakan dalam Undang-Undang yang kian menunjukkan watak tidak adil bagi manusia dan alam, termasuk pelemahan KPK juga bagian dari pukulan hebat bagi pejuang ekologi. Berbagai suara keberatan rakyat diabaikan tetapi kami tidak akan diam berpangku tangan.
Menarik apa yang diupayakan pegiat Kader Hijau Muhammadiyah (KHM) sebagai gerakan komunitas alternatif untuk mewujudkan masyarakat ekologis dan keadilan lingkungan yang sudah tiga tahun berkiprah. Gerakan mereka fokus pada advokasi baik litigasi atau non litigasi, gerakan ekoliterasi, dan aksi ekologi. Hemat penulis tiga kehendak memperbaiki tersebut layak disebut sebagai trilogi (tiga ekologi). Sikap itu relatif dijaga dan konsisten.
Kemarin pasca konsolnas, KHM mmenyampaikan pernyataan sikap sebagaimana point yang saya kutipkan secara penuh ini:
Pertama, dalam rangka menyikapi satu tahun diberlakukannya Undang-Undang Omnibus Law Cipta kerja (UU Cilaka) dan UU Minerba yang saat ini jelas-jelas menyengsarakan rakyat dan ditandai dengan mulai berlakunya PP No. 64 thn. 2021 perihal Bank Tanah, tentu saja hal ini sangat mencederai semangat reforma agraria. KHM sebagai gerakan lingkungan tidak hanya mendukung penuh gugatan Judicial Review terhadap UU Minerba, tetapi juga mendesak pemerintah untuk membatalkan Undang-Undang tersebut, karena merusak keberlangsungan ruang hidup masyarakat di penjuru tanah air.
Kedua, KHM mendukung penuh perjuangan warga dalam mempertahankan hak hidup dan kelestarian lingkungan di Pakel Banyuwangi, Wadas Purworejo, Waduk Sepat Surabaya, Trenggalek, Tumpang Pitu Banyuwangi, Pekalongan, Batang, Papua, Kepulauan Sangihe, Belitung Timur, Wawonii, Jomboran, Dairi, Baduy, Lumpur Lapindo Porong, P. Komodo, Labuan Bajo, Besipae NTT, Kendeng Rembang, PLTU Cilacap & Indramayu, Padarincang, Urutsewu Kebumen, dan berbagai konflik agraria di wilayah Indonesia lainnya.
Ketiga, KHM mendesak pemerintah Republik Indonesia dan pihak-pihak yang mewakili Indonesia dalam forum COP26 yang akan berlangsung di Glasgow untuk bersungguh-sungguh memperjuangkan keadilan lingkungan dan memperjuangkan keadilan antar generasi dengan cara membangun regulasi yang lebih adil kepada alam dan lebih adil kepada generasi yang akan datang sehingga perlu ditinjau ulang dan bila perlu dibatalkan undang-undang yang diduga menabrak kepentingan kepentingan dan idealisme dari keadilan lingkungan dan keadilan antar generasi seperti Undang-Undang Cipta kerja dan Undang-Undang Minerba
Keempat, mendesak presiden, lembaga-lembaga seperti Komnas HAM dan kepolisian untuk merespon secara aktif dengan menghentikan berbagai macam praktik kekerasan terhadap kelompok-kelompok masyarakat, masyarakat adat atau aktivis lingkungan yang mengalami kekerasan di dalam usaha melindungi ruang hidupnya yang terancam konflik agraria dan tambang.
Sikap yang diambil KHM ini adalah bentuk keberpihakannya pada isu keadilan baik untuk alam atau manusia di mana KHM memandang hubungan alam dan manusia tidak terpisahkan. Jika kebijakan adil kepada alam itu otomatis akan adil kepada manusia. Tentu saja butuh perangkat kebijakan yang nyata untuk mewujudkan visi tersebut. Kedua, dimensi kewargaan bumi sangat kuat di KHM sehingga isu-isu seperti COP 26 juga dikritisi mengingat banyaknya politik hipokrit melanda di sebagian pejabat NKRI ketika berada di forum-forum dunia. Hal ini diperkuat narasi di kalangan aktifis lingkungan sebagaimana meme di instagram berikut ini:
Seperti karakter "manusia indonesia" yang digambarkan sejak dulu, jokowi luhut and the club adalah watak asli Indonesia menurut Mochtar Lubis dalam pidato kebudayaanya: hipokrit alias munafik dan satu lagi suka lepas tanggung jawab dan mental menerabas. Mungkin secara sarkastik diberikan gelar saja kepada Jokowi dan Luhut BP memang berwatak asli Indonesia: hipokrit, lari dari tanggung jawab, dan mentalitas menerabas. Dalam isu Hukum dan HAM serta upaya penangganan krisis iklim jelas hipokrit, dalam isu kesehatan dan pandemi lari dari tanggungjawab, dalam hal UU Cipta Kerja, pembunuhan anggota FPI, TWK KPK, UU Miinerba jelas sudah dia menerabas bin menghalalkan segala cara.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.