Pemuda dan Sebuah Identitas Kebangsaan
Info Terkini | 2022-06-30 11:20:04oleh: Aamira Dihyani Santosa
Tujuh puluh lima tahun yang lalu, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan. Darah, keringat, dan air mata para pejuang saat itu tergantikan saat tiba hari di mana mereka dapat memberitahu dunia bahwa bangsanya telah menjadi bangsa yang merdeka. Indonesia adalah negara yang kaya dengan ragam budaya, suku, etnis, serta agama. Dan, keragaman inilah yang membentuk nilai-nilai budaya menjadi luhur, sehingga pantas diperjuangkan hingga titik darah penghabisan.
Memerdekakan bangsa adalah satu hal yang membutuhkan begitu banyak pengorbanan. Namun, mempertahankan kemerdekaan merupakan hal yang melampaui pengorbanan itu. Tetapi, jika kita menilik potret kehidupan bangsa indonesia sekarang, apakah bangsa Indonesia adalah bangsa yang benar-benar merdeka seutuhnya? Berbicara mengenai kehidupan suatu negara, generasi muda menjadi komponen yang sangat penting di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ir. Soekarno, “Beri aku seribu orangtua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya.
Beri aku sepuluh pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia.” Singkatnya, generasi muda merupakan cerminan suatu bangsa. Di tangan merekalah nasib suatu bangsa berada. Bingkai kehidupan Indonesia sebagai bangsa yang maju, sejahtera, adil, dan makmur dapat dicapai jika setiap jiwa anak muda Indonesia terikat pada bangsanya dan nasionalisme tertanam dalam tiap-tiap kalbu mereka. Rasa nasionalisme dapat menjadi motor penggerak mereka untuk berbuat lebih banyak, bermimpi lebih tinggi, dan berpartisipasi membangun tanah air Indonesia. Hal ini sesuai dengan perkataan dari mantan presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy, yang terekam dalam ucapan, “ask not what your country can do for you — ask what you can do for your country.” yang artinya, “jangan tanyakan mengenai apa yang negara lakukan untukmu – tanyakanlah mengenai apa yang kamu lakukan untuk negara.” Melihat kondisi saat ini, bagaimanakah potret kehidupan generasi muda Indonesia?
Globalisasi dan modernisasi berpengaruh besar terhadap tumbuh kembangnya karakter suatu generasi. Tidak hanya di Indonesia saja, tetapi berpengaruh pada seluruh generasi di pelbagai belahan dunia lainnya. Globalisasi dan modernisasi juga merupakan pintu masuk budaya bangsa barat ke tanah air, globalisasi informasi budaya asing yang diserap oleh generasi muda dapat menggeneralisasi unsur budaya asing terhadap nilai luhur bangsa . Modernisasi identik dengan perkembangan pola hidup masyarakat dan kemajuan teknologi.
Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan memungkinkan informasi dari pelbagai belahan dunia dapat diterima secara bersamaan dan dapat diakses oleh siapa saja, termasuk generasi muda. Hal ini juga memengaruhi setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia mulai dari ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain. Jika dilihat melalui kacamata ekonomi, saat ini banyak perusahaan-perusahaan asing yang berdiri di Indonesia dan menguasai berbagai sektor perekonomian, selain itu ditambah pula dengan produk-produk yang ditawarkannya yang dinyana tidak terlepas dari sentuhan gaya barat. Tidak sedikit kita temukan pula anak-anak muda Indonesia yang lebih memilih produk asing ketimbang produk lokal, seolah-olah itu dapat meningkatkan nilai gengsi mereka. Dari kasus ini, dapat dikatakan bahwa suatu persoalan akan menimbulkan persoalan lainnya atau adanya hubungan kausalitas antar permasalahan yang ada.
Indonesia adalah negara yang merdeka dan menganut konsep negara demokrasi. Namun, konsep demokrasi dalam ekonomi Indonesia melenceng dilihat dari banyaknya sektor-sektor ekonomi yang dikuasai oleh pihak-pihak asing dengan ideologinya pasar bebas (kapitalisme). Akibat dari itu, penjualan produk-produk asing mendapat tempat dan tersebar luas hingga mendominasi sektor ekonomi. Sialnya, masyarakat khususnya kalangan muda banyak yang memilih untuk mengkonsumsi dan menikmati produk-produk bangsa asing karena satu dan alasan lainnya.
Beralih pada kondisi sosial, landasan kehidupan bangsa Indonesia tercantum dalam dasar falsafah dan ideologi bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Satu hal yang kita harus yakini adalah Pancasila yang tak pernah lekang oleh waktu untuk senantiasa menjadi pijakan kehidupan bangsa ini. Namun, kita tidak dapat mengelak bahwa kenyataannya kehidupan sosial generasi muda Indonesia dihantam keras oleh pengaruh besar budaya barat. Budaya barat dikenal dengan gaya hidup yang individualis dan lebih mementingkan diri sendiri, sementara itu sebagai orang Indonesia kita memiliki budaya gotong royong dan “guyub”.
Faktanya, kian hari semakin jelas terlihat perubahan yang terjadi pada potret kehidupan sosial generasi muda Indonesia pada zaman kini yang cenderung menjadi lebih bebas, hedonis, individualistis, pragmatis, dan acuh pada permasalahan - permasalahan sosial di sekitarnya. Pola dan gaya kehidupan generasi muda mulai menunjukan perkembangan ke arah pola hidup modern yang bersikap individualis, konsumtif, dan materialistis (artinya menurut mereka materi adalah segala-galanya dan lebih penting daripada hal-hal lain), sehingga terlihat semakin pudar nilai-nilai gotong royong dan kebersamaan. Rasa empati yang tertanam dalam jiwa pemuda-pemudi Indonesia tergerus oleh arus globalisasi.
Banyak pemuda-pemudi Indonesia yang meninggalkan nilai-nilai pancasila atau norma-norma sosial. Gaya hidup generasi muda saat ini selalu haus akan pencarian perhatian dan ingin eksistensinya diakui meskipun kita memahami, bahwa itu hanyalah bersifat kesementaraan belaka. Selanjutnya, dari konteks budaya, budaya Indonesia tentunya jauh berbeda dengan budaya barat. Perbedaan budaya sebagai ciri khas identitas bangsa Indonesia sebagaimana semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang membedakan dengan bangsa-bangsa lainnya. Budaya Indonesia sangat beragam, eksotis, otentik, dan sudah sepatutnya diapresiasi, dibanggakan, dan dilestarikan oleh kita sebagai generasi pengubah bangsa. Pada kondisi konkret saat ini, generasi muda banyak yang lebih menjunjung tinggi budaya bangsa barat, mulai dari musik, pakaian, sampai ke pola pemikiran.
Mereka meniru budaya-budaya barat kemudian merasa bangga dengan dirinya yang mereka anggap telah sejalan dengan perkembangan zaman. Derasnya arus kemajuan teknologi informasi juga ikut berpotensi dalam mengeneralisir budaya asing yang pada akhirnya dapat memudarkan budaya asli Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Imbas dari begitu bebasnya arus informasi yang diserap oleh generasi muda yakni ketimpangan budaya. Fenomena ini secara tidak langsung menyebabkan pendegradasian budaya di tengah generasi kita, yang lambat laun semakin terasa secara ekplisit maupun implisit.
Lalu, tiba kita pada sebuah pertanyaan yang sering muncul, “apakah generasi muda masih mengenal budayanya sendiri?” Bagaimana kita memandang eksistensi bangsa Indonesia di masa depan jika generasi mudanya tidak bangga pada budaya, bahasa, atau bahkan nilai-nilai yang sudah tertanam pada bangsanya sendiri hanya karena pengaruh globalisasi yang berdampak pada gaya hidup generasi muda indonesia yang meniru bangsa barat (dianggap lebih bebas dan dapat dikagumi)? Anak-anak bangsa banyak yang memuja dan mengikuti jejak negara-negara maju terutama bangsa barat sehingga rasa kebanggaan sebagai bangsa indonesia hanya sebatas permukaan, banyak dari mereka belum menunjukan jati dirinya sebagai anak-anak bangsa.
Secara tidak langsung, bangsa Indonesia saat ini masih dijajah oleh bangsa barat mungkin bukan dalam bentuk kolonialisme maupun imperialisme, tetapi dalam wujud yang lain, yaitu penjajahan pada era ini berubah menjadi sesuatu yang tak terlihat namun dapat dirasakan bahwa realitasnya kita masih berada di bawah belenggu penjajahan bangsa barat melalui produk-produk sehari-hari yang kita konsumsi, budaya yang lambat laun tergerus, dan tergantikan dengan budaya asing, juga gaya hidup masyarakat yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia.
Medan perang kita saat ini mungkin berbeda dengan para pejuang bangsa Indonesia saat perang melawan kolonialisme. Pertanyaan paling mendasar adalah siapa musuh kita saat ini? Apa yang harus kita perangi, dan apa yang harus kita perjuangkan? Kemajuan teknologi bukanlah musuh, perkembangan ilmu pengetahuan bukan pula jawabannya. Kemajuan teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan merupakan prestasi dalam peradaban manusia yang perlu diapresiasi, namun setiap perubahan memiliki dampak entah itu menuju ke arah yang baik maupun buruk, dan mau tidak mau bangsa kita harus dapat mengantisipasi dan mencegah dampak buruk dari laju kemajuan teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat menggerus bangsa Indonesia sebagai tanah air tercinta. Akan selamanya menjadi objek dari setiap perjuangan dan pengorbanan yang dilakukan oleh bangsa kita.
Benteng pertahanan berupa rasa nasionalisme dan cinta tanah air yang ditanamkan pada setiap insan generasi muda adalah solusi terbaik untuk mengatasinya, sehingga kita dapat melihat perubahan sebagai suatu kebaikan dan mengambil keuntungannya, bukan sebagai ancaman lalu kita mendapat kerugiannya. Dalam mencapai cita-cita tersebut dibutuhkan seluruh komponen dalam masyarakat untuk merealisasikannya. Mulai dari pejabat hingga pedagang, orangtua hingga anak-anak, perjuangan generasi ini masih panjang, kita harus segera melangkah untuk memulai memperjuangkan cita-cita bangsa kita dan meyakini bahwasanya akan ada hari esok di mana Indonesia dapat sepenuhnya berdirikari, berdiri di atas kaki sendiri.
Bangsa yang besar dengan keragaman budayanya yang seutuhnya merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Semoga
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.