Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Irfan Abdurrahmat, S. Th. I

Melalui BPKH, Umat Sejahtera Ekonomi Syariah Kuat

Lomba | Monday, 01 Nov 2021, 20:14 WIB
Sumber gambar: bpkh.go.id

Penerapan Ekonomi Syariah pada dasarnya selalu disandarkan prinsip kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan dan akuntabel. Pun halnya terkait pengelolaan Dana Haji, bertujuan adanya peningkatan kualitas Penyelenggaraan Ibadah Haji, rasionalitas dan efisiensi penggunaan BPIH dan manfaat bagi kemaslahatan umat Islam. Oleh karena itu perlu pengelolaan yang baik sehingga dapat menguntungkan.

Keuangan Haji mencakup semua hak dan kewajiban pemerintah yang dapat dinilai dengan uang terkait penyelenggaraan ibadah haji serta semua kekayaan dalam bentuk uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut, baik yang bersumber dari jemaah haji maupun sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

Pengelolaan keuangan haji awalnya dikenal dengan Dana Abadi Umat (DAU). DAU adalah sejumlah dana yang sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 diperoleh dari hasil pengembangan DAU dan/atau sisa biaya operasional penyelenggaraan ibadah haji, serta sumber lain yang halal dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada awalnya dana haji yang terkumpul dikelola secara langsung oleh Kementerian Agama berdasarkan UU Nomor 17 tahun 1999. Namun, menimbulkan tantangan berupa cakupan tanggung jawab yang terlalu luas dan kemampuan pengelolaan yang belum mumpuni. Atas dasar inilah pihak pengelola Dana Abadi Umat (DAU) diubah dari Kementerian Agama menjadi BP DAU dengan diawasi Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) berdasarkan UU Nomor 13 tahun 2008.

Perkembangan terakhir, pengelolaan dana haji dikelola berdasarkan UU Nomor 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji (PKH) yang telah memberikan kepastian hukum bagi pengelolaan dana haji yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dengan mengatur sistem dan managemen pengelolaan dana haji di Indonesia melalui produk perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung dan investasi lainnya, sepanjang dilakukan berdasarkan prinsip syariah dan kehati-hatian, memiliki nilai manfaat, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk kemaslahatan umat dengan pengawasan KPHI.

Dibentuknya BPKH bertujuan dalam menjalankan peran utamanya terkait pelaksanaan haji, Kemenag dapat lebih baik terkait pelayanan, bimbingan dan perlindungan para jamaah haji. Pengelolaan dana haji yang optimal dan professional diharapkan disinyalir dapat mengembangkan dana yang ada. Sehingga tidak menutup kemungkinan ada penurunan biaya haji.

BPKH bisa memanfaatkan jaringan dan semua layanan perbankan syariah. Dalam hal pengelolaan dana haji, BPKH diyakini telah melakukan yang terbaik. Ini dilihat dari pengelolaan dana dan nilai manfaat yang senantiasa tumbuh, tidak ada credit risk atau zero NPF (non-performing financing), kemudian BPKH selalu menjaga transparansi dan akuntabilitas.

Pengelolaan dana haji tersebut diantaranya digunakan untuk investasi dan penempatan di bank syariah. Sebesar 69,6 persen dana untuk investasi atau senilai Rp 99,53 triliun dan 30,4 persen penempatan di bank syariah atau senilai Rp 43,53 trilun.

Kewajiban pertama BPKH ialah desiminasi atau publikasi ke masyarakat melalui media yang telah diatur dalam undang-undang. Prespektif kedua ialah tanda pelaporan keuangan yang utuh dan sesuai dengan standar laporan keuangan dan akuntan syariah yang bertujuan untuk menjaga transparansi pengelolaan dana haji.

Laporan inilah yang nantinya akan diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Konten pelaporan tersebut diantaranya pelaporan neraca, laporan operasional, arus kas dan rasio keuangan yang menggambarkan kesehatan keuangan BPKH yang akan diaudit BPK.

Tercatat, posisi dana haji yang dikelola BPKH sampai dengan bulan Desember 2020 mengalami peningkatan 16,56 persen atau menjadi sebesar Rp 144,91 triliun dibandingkan dengan 2019 yang tercatat Rp 124,32 Triliun, terdiri dari Rp 141,32 triliun alokasi dana penyelenggaraan Ibadah haji dan Rp 3,58 triliun Dana Abadi Umat. Alokasi dana haji terkonsentrasi di BPS-BPIH sebesar Rp 45,33 triliun (31,3 persen) berupa deposito dan giro. Dana haji aman dikelola oleh BPKH dapat dilihat dari Rasio Solvabilitas dan Rasio Likuiditas wajib.

Posisi penempatan ini sesuai dengan amanat PP Nomor 5 Tahun 2018 sehingga kemampuan likuiditasnya sangat memadai karena penempatan pada bank-bank Syariah ini sewaktu-waktu bisa dicairkan, sehingga dana haji tidak hanya “aman” tetapi juga likuiditasnya terjaga.

Nilai manfaat atau hasil pengembangan DAU digunakan sebagai sumber pendanaan dalam kegiatan untuk kemaslahatan umat Islam. Dalam upaya menjaga keberlangsungannya, pokok DAU ditempatkan dan/atau diinvestasikan pada instrumen yang memiliki tingkat atau profil risiko yang rendah. Ini menjadi ikhtiar BPKH dalam menjaga dana haji yang merupakan amanah dari seluruh calon jamaah haji di Indonesia.

BPKH memiliki struktur organisasi yang terdiri dari dewan pengawas dan badan pelaksana. Kedua posisi ini bekerjasama dalam pengelolaan dana haji sebagaimana komisaris dan direksi dalam sebuah perusahaan. Namun, yang membedakan dari dewan pengawas adalah wewenang yang dimiliki dalam penyetujuan terkait operasional investasi BPKH.

Dalam rangka mencapai tujuannya, BPKH merumuskan grand strategy dan langkah strategis ke dalam empat tahap yaitu tahap menyiapkan pondasi kelembagaan, tahap membangun kepercayaan dan kredibilitas kelembagaan BPKH, tahap mengembangkan peran strategis dan tanggung jawab BPKH untuk kemaslahatan umat, dan tahap mengembangkan pengelolaan dan pelayanan haji terpadu.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image