Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Silvia Putri

Pancasila, Memaknai Ideologi atau Eksistensi

Eduaksi | 2022-06-28 08:23:01

Pancasila kata Bung Karno, “Aku tidak mengatakan bahwa aku pencipta Pancasila. Apa yang kukerjakan hanyalah menggali jauh ke dalam bumi kami, tradisi-tradisi kami sendiri, dan aku menemukan lima butir mutiara yang indah.”

Foto: BPIP

Pancasila bukan hanya sebuah barisan kata indah seperti yang Bung Karno ucapkan. Pancasila juga bukan hanya terdiri dari lima butir kata yang wajib dihafalkan pada masa sekolah. Pancasila bukan hanya sebagai suatu acuan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Pancasila lebih dari sebuah tiang, tonggak, butir, ayat dan pemersatu seluruh keanekaragaman yang ada di Indonesia.

Pancasila, Menjaga Ideologi atau Eksistensi

Setiap 1 Juni diperingati sebagai hari Pancasila. Tanggal merah di awal bulan tentu diingat oleh para pekerja, disenangi oleh anak-anak sekolah dan pastinya sebagai salah satu hari libur yang ditunggu-tunggu. Tapi apakah dimaknai sebagai hari yang seharusnya kita ingat bahwa hari tersebut, tanggal tersebut adalah makna mempersatukan Indonesia. Layaknya jaringan dunia maya bagi kaum Millennial saat ini, Internet Menyatukan Indonesia.

Sedih rasa jika melihat empati setiap orang hanya sebatas via virtual. Lebih mementingkan post di media sosial dibandingkan melakukan sesuatu yang berarti bagi sesama. Walaupun tidak semua, ada juga yang lanjut ke kegiatan nyata. Tapi apakah hal tersebut sejalan dengan apa yang terlihat di dunia maya. Apakah sebanyak yang terlihat di media sosial. Nyatanya, sebuah ideologi dapat berubah menjadi eksistensi. Jika tidak dibarengi dengan kegiatan nyata. Tujuan dari ideologi tersebut.

Memaknai butir-butir Pancasila

Hari kelahiran Pancasila menjadi salah satu hari yang cukup ramai di media sosial. Banyak akun yang memposting dan menggunakan batik atau kebaya dengan caption yang mirip-mirip “Saya Pancasila”. Selesai sampai disitu, TIDAK, seharusnya. Ada hal yang harus dikerjakan, ada lima butir sila yang harus diamalkan, ada kegiatan yang harus dijalankan. Akan tetapi, pada kenyataannya melakukan posting di media sosial jauh lebih penting daripada harus mengamalkan pancasila.

Mulai dari Sila Pertama

Adilkah? Mengomentari agama seseorang berkata bahwa selain memeluk Tuhan-nya akan masuk ke dalam Neraka? Adilkah hal tersebut? Dimana dia berpijak di Ibu pertiwi yang mengesahkan 5 agama pada saat kemerdekaan. Yang artinya, setiap agama memiliki hak yang sama di Negeri ini. Tanpa terkecuali, walau Islam adalah Mayoritas, walau Hindu adalah minoritas. Protestan, Katolik dan Budha.

Lanjut yang ke dua

Berkegiatan di media sosial adalah hal yang wajar saat ini. Bagus untuk membangun ilmu pengetahuan. Menyebarkan informasi dan saling berbagi. Sifat dari tolong menolong diimplementasikan dengan baik di media sosial. Tapi menyatukan kegiatan offline dan online tidaklah mudah. Bahkan berperilaku baik di media sosial pun sulit bukan! Para netizen menganggap dirinya Dewa Yang Maha Benar. Mengetik, mengkritik, mengompori hal-hal yang menyakiti sesama. Dimana hal tersebut tidak sejalan dengan sila kedua pada Pancasila “Kemanusiaan yang Adil dan beradab”

Mari ke-3-4 dan 5

Internet Menyatukan Indonesia, seharusnya hal tersebut juga dapat berlaku di kehidupan sehari-hari. Dimana posisi setiap warga di negara ini sama, tidak ada yang membedakan. Tidak ada kasta apalagi tingkat kedudukan di pemerintahan. Sayangnya, kita lebih banyak melihat bukti-bukti yang terjadi bahwa sila ke -3 sampai ke-5 sangat jauh dari kata ADA. Hukum keadilan tidak sesuai dengan teori yang berlaku. Satu daerah dan daerah lain melakukan pertikaian hanya karena sebuah piala sepak bola. Sedikit sekali yang mengamalkan ketiga sila tersebut.

Pancasila di Media sosial

Mengadili suatu pihak bukanlah kewajiban satu orang, Indonesia adalah negara Hukum. Yang memiliki sejumlah pasal untuk mengatur setiap kesalahan yang berlaku. Berpedoman pada UU, Pancasila dan HAM. Apapun itu terhitung dan ada aturannya. Termasuk bermedia sosial, ada aturan yang seharusnya dapat dipraktekan oleh setiap orang. Mulai dari menjaga privasi seseorang sampai menindaklanjuti kejahatan cyber.

Terlepas dari itu semua, seharusnya sebagai warga yang baik, pengguna media sosial yang baik dan mengambil keuntungan atau mencari mata pencaharian di media sosial haruslah paham apa yang seharusnya di post, di komen dan diperlihatkan oleh orang banyak. Berperilaku baik di media sosial juga merupakan bentuk dari pengamalan pancasila. Menyebarkan ilmu agama, membangun komunitas, melaporkan kejahatan cyber bullying, memperkenalkan keindahan Indonesia pada seluruh dunia.

Internet menyatukan Indonesia seperti sebuah pedoman yang menggambarkan ideologi Pancasila pada butir ke tiga. Melalui berbagai macam kegiatan yang dilakukan secara online yang diikuti oleh seluruh warga Indonesia adalah hal yang mencerminkan Persatuan Indonesia. Seperti lomba blog yang dilakukan IndiHome by Telkom Group, Kompetisi menyanyi di beberapa stasiun televisi ataupun lomba-lomba fotografi adalah salah satu bentuk memisahkan perbedaan dan menyatukan warga Indonesia.

Karena itu, kita seharusnya dapat bermedia sosial yang sehat dan mencerminkan Pancasila.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image