Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Uswatun Khasanah

Solusi Penghapusan Kelas BPJS Menjadi KRIS, Demi Siapa?

Politik | Monday, 27 Jun 2022, 19:08 WIB

Uswatun Khasanah (Brebes-Jawa Tengah)

Sistem kelas di BPJS Kesehatan yang semula level 1, 2 dan 3 dihilangkan menjadi sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Iuran BPJS Kesehatan akan disesuaikan dengan gaji peserta. Penghapusan kelas BPJS Kesehatan dijadwalkan akan dimulai pada Juli 2022. Namun, belum diputuskan berapa pembayaran yang akan dikenakan pada sistem baru BPJS Kesehatan untuk layanan mulai Juli 2022, setelah itu layanan yang akan diterima peserta dan iuran yang harus mereka bayar menjadi standar, Dewan Nasional Untuk Jamsostek (DJSN) masih belum bisa menentukan kapan melaksanakan penerapan KRIS. Saat ini, peserta BPJS Kesehatan masih membayar dan menerima manfaat ruang perawatan berdasarkan kelas kepesertaan yang dimilikinya.

Dipahami bahwa saat ini ada tiga kategori BPJS Kesehatan. Dari jumlah tersebut, iuran untuk kategori 3 adalah Rp 42.000, tetapi ada subsidi sebesar Rp 7.000 per anggota, sehingga PBPU kategori 3 harus membayar Rp 35.000. Kemudian, untuk kategori 2 tarifnya Rp 100.000, dan untuk Kategori 1 sebesar Rp 150.000.

Implementasi sistem baru ini pertama-tama akan diujicobakan di beberapa rumah sakit vertikal di bawah Kementerian Kesehatan. Banyak keputusan tentang menghapus kelas ini masih diuji. Hal itu akan diatur dalam Revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Pemerintah mewajibkan semua warganya memiliki BPJS Kesehatan, meski sudah memiliki jaminan kesehatan lainnya. Saat ini, beberapa layanan publik juga mewajibkan penggunaan kartu BPJS Kesehatan.

Sementara itu, Kementerian Kesehatan dan DJSN bersama-sama melakukan assessment atau penilaian kesiapan infrastruktur rumah sakit yang melibatkan asosiasi profesi, asosiasi rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya.

Ketua Komisi Kebijakan Umum Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Iene Muliati menjelaskan bahwa “Rencana implementasi tetap sesuai dengan yang telah disampaikan sebelumnya. Dimulai bulan Juli 2022 di rumah sakit vertical dengan 9 kriteria (dari 12 kriteria) terlebih dahulu. (detik.finance.com, 07/06/2022)

Adanya standar kategori rawat inap BPJS Kesehatan ini akan menghapus kebijakan kategori yang berlaku hingga saat ini. Dengan begitu, semua peserta BPJS Kesehatan hanya akan mendapat satu tarif dan tingkat pengobatan yang sama, meski besarannya belum ditentukan.

Dengan digabungkannya kategori rawat inap BPJS ke dalam Kategori Rawat Inap Standar (KRIS), pasien akan menggunakan standar kamar perawatan yang sama seperti sebelumnya yang dibagi menjadi tiga kategori. Sepintas aturan ini tampak memberikan keadilan, namun pada kenyataannya program pelayanan kesehatan masih tetap berkelas. Artinya pelayanan kesehatan antar peserta BPJS akan sama, namun tetap ada diskriminasi. Jadi menghapus kelas bukanlah solusi. Apalagi menangani diskriminasi, ada kecurigaan kuat bahwa layanan yang buruk akan tetap sama, atau lebih buruk.

Jadi aturan ini terlihat seperti untuk mengumpulkan uang daripada menangani diskriminasi.

Bukan rahasia lagi bahwa BPJS mengalami defisit, meskipun sementara BPJS tahun ini surplus, jika melihat skema pembayaran yang mengandalkan iuran peserta, kemungkinan defisit masih tinggi. Hal ini karena kondisi ekonomi masyarakat semakin hari semakin buruk.

Solusi yang menyesuaikan iuran berdasarkan gaji peserta BPJS bukanlah solusi untuk meningkatkan layanan BPJS. Bukan tidak mungkin peserta BPJS dengan upah tinggi, keluar dari BPJS dan beralih ke asuransi non-BPJS. Bukan tidak mungkin bagi pegawai di tingkat upah rata-rata, iuran BPJS akan menunggak.

Hingga saat ini penghitungan besaran iuran yang disesuaikan dengan gaji peserta belum jelas, sehingga diduga iuran justru akan menambah beban peserta. Selain itu, dengan aturan baru yang menjadikan kartu BPJS sebagai syarat akses ke banyak layanan publik, seperti pembuatan kartu SIM, alih-alih mengumpulkan dana, yang terjadi tunggakan akan lebih besar. Orang-orang dipaksa untuk mendaftar bahkan jika mereka tidak dapat membayar iuran mereka.

Masalah diskriminasi sebenarnya bukan berapa banyak iuran yang harus dibayar. Skema pembayaran apa pun, jika pengaturan layanan medis dialihkan ke sektor swasta, pasti berorientasi pada keuntungan. Mereka ingin menjual fasilitas medis kepada orang yang mampu. Seperti bangsal rawat inap VIP dan VVIP, itu sangat mahal dan jelas tidak terjangkau bagi kebanyakan orang karena itu bukan untuk mereka. Karena dari situlah mereka mendapatkan pundi-pundi rupiah. Rumah sakit swasta tidak sedang melakukan amal jariah dengan menyediakan fasilitas kesehatan umum dibandingkan dengan fasilitas kesehatan standar. Siapa pun yang membayar lebih akan menerima layanan yang lebih baik, dan hanya mereka yang memiliki kesempatan yang akan menerima layanan terbaik.

Sementara itu, jumlah rumah sakit milik negara sangat sedikit, jauh dari swasta, dan sumber pendanaannya juga terbatas yaitu dari APBN/APBD dan iuran, sehingga pelayanan dan fasilitas kesehatan sangat terbatas.

Sungguh mencekik bagi orang-orang yang terus dikejar-kejar untuk membayar iuran BPJS, meski rasa sakit masih menyelimuti mereka. Selain itu, dana yang terkumpul di BPJS bahkan disuntikkan ke korporasi.

Inilah kesengsaraan hidup di bawah sistem kapitalis di mana negara berpihak pada korporasi dan jauh dari rakyat. Rakyat tidak memiliki pelindung untuk menjamin kesehatannya, apalagi kesejahteraannya.

Berbeda dengan sistem kesehatan Islam yang dipersatukan di bawah khilafah, ia bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada semua orang.

Kekuatan anggaran negara Khilafah pada Baitulmal yang memungkinkan pelayanan kesehatan prima tanpa biaya apapun. Dikelola langsung oleh pemerintah, sehingga setiap pasien dilayani secara merata dan tanpa membeda-bedakan. Rumah sakit pemerintah memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakatnya.

Segera tinggalkan kapitalisme dan beralih ke sistem Islam.

Wallahu'alam

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image