Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Tita

JALINAN SILA DALAM PANCASILA DENGAN NILAI PADA AGAMA KRISTEN

Agama | Friday, 29 Oct 2021, 22:46 WIB

Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang penyematannya sebagai landasan filosofis bangsa telah terjadi sejak awal kemerdekaan, bersamaan dengan diundangkannya Undang-Undang Dasar Negara Indonesia tahun 1945 yang mana Pancasila dirumuskan dalam pembukaan di alinea ke IV. Namun sejatinya perumusan Pancasila untuk yang pertama kalinya dibuat rumusannya. Pancasila pertama yang dikenal rakyat Indonesia pertama kali dirumuskan oleh Panitia Sembilan pada tanggal 22 Juni 1945 atas sumbangsih semboyan “Pancasila” yang berasal dari Ir. Soekarno. Sayangnya rumusan sila pertama Pancasila rumusan Panitia Sembilan tersebut menuai kontroversi bagi masyarakat Indonesia yang berada di ujung timur karena pelafalannya yang seakan-akan menganggap agama yang diakui di Indonesia hanyalah agama Islam jika ditinjau dari bunyi silanya yaitu “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Lalu barulah atas dasar protes tersebut, sila pertama Pancasila diganti menjasi sila yang kita kenal sekarang yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Berikut adalah beberapa argumen yang dapat dijadikan alasan mengapa Pancasila bisa berjalan selaras dengan seluruh agama di Indonesia.

Pertama, Penggantian sila pertama tersebut menandakan bahwa nilai-nilai Pancasila dapat berlaku dan diterapkan pada setiap agama dan kepercayaan yang diakui di Indonesia. Sila pertama ini membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara yang religius. Salah satu agama yang diakui di Indonesia adalah Kristen. Pemaknaan sila pertama dalam kaca mata ajaran Kristen adalah kita semuanya memahami dan menyatakan bahwa di dalam Pancasila terdapat kerangka kepercayaan yang sifatnya transenden, yaitu orang-orang yang telah memiliki agama yang akan terus melakukan dialog berdasarkan sikap saling menghargai demi terciptanya tujuan bersama. Pancasila dan agama yang dianut oleh setiap individu harus berjalan beriringan, karena bukan berarti ketika kita mengamalkan Pancasila kita harus meninggalkan agama kita, karena jika diyakini benar-benar tidak akan ada ajaran agama yang bersifat menentang Pancasila begitupun berlaku sebaliknya, tidak akan ada nilai-nilai yang terkandung dalam setiap butir Pancasila bersifat menentang agama apapun di Indonesia.

Kedua, Butir demi butir dalam setiap sila Pancasila sama sekali tidak ada yang berlawanan dengan Al-Kitab sehingga rumusan Pancasila dapat dijalankan oleh seluruh umat kristiani. Berikut adalah jalinan antara Al-Kitab dengan setiap butir Pancasila. Sila Pertama yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa” memberikan kebebasan kepada masyarakat Indonesia untuk memilih agama dan keyakinan yang memamg mereka yakini sesuatu dengan hati nuraninya tanpa ada paksaan apapun terlepas agama Islam merupakan agama yang sangat dominan di Indonesia. Terdapat beberapa ayat di dalam Al-Kitab yang sejalan sila Pertama, diantaranya (1) Tuhan Yang Maha Esa adalah Tuhan Yang Maha Esa, sebagaimana jelas dalam tindakannya Penciptaan langit dan bumi (Kejadian 1:1-27); (2) Tuhan Yang Maha Esa adalah Tuhan Yang Maha Kasih (1 Yohanes 4:8); (3) Tuhan Yang Maha Esa adalah Tuhan Yang Maha Penolong, Tuhan Khalik Langit dan Bumi beserta segala isinya (Mazmur 121:1-2).

Selanjutnya dalam sila kedua memberikan pemaknaan bahwa setiap manusia memiliki derajat dan martabat yang sama baik dihadapan Tuhan, hukum ataupun masyarakat sehingga setiap individu harus saling menghargai adanya kewajiban yang harus dilakukan dan hak yang bisa didapatkan setelah menunaikan haknya. Dalam Al-Kitab dijelaskan bahwa Manusia itu agung dan mulia karena manusia adalah satu-satunya makhluk hidup yang dibentuk atau diciptakan Allah (Kejadian: 1:22). Keduanya tentunya memiliki nilai yang sama dimana manusia merupakan makhluk yang paling mulai oleh sebab itu dalam pelaksanaan hak dan kewajiban tidak boleh saling bertabrakan antara yang satu dengan yang lainnya.

Sila ketiga, “Persatuan Indonesia”. Sila ini memberikan makna bahwa terlepas dari apapun latar belakang dan perbedaan masyarakat Indonesia mulai dai agama, ras, suku, budaya, bahasa, mereka semua tetaplah satu, yaitu Indonesia yang dinaungi Bhineka Tunggal Ika. Perbedaan yang ada tersebut bukan merupakan pemisah namun justru bersifat menyatukan, karena Indonesia menjadi negara yang kaya dengan adanya banyak perbedaan tersebut. Jika ditelusuri dalam Al-Kitab maka dapat dimaknai sama dengan “Sebab tidak ada seorang pun di antara kita yang hidup untuk dirinya sendiri...” (Roma 14:7a). Untuk itulah mereka tetap satu yaitu satu Indonesia.

Sila ke-empat, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.” Memiliki pemaknaan bahwa kepentingan bersama jauh lebih penting daripada kepentingan individu ataupun suatu kelompok tertentu. Jalan terbaik untuk mengambil sebuah keputusan adalah dengan dilakukannya musyawarah untuk mufakat. Hal tersebut sejalan dengan bunyi ayat dalam Al-Kitab yang menyatakan bahwa “Tidak mengambil keuntungan diri sendiri” (I. Korintus 13:5). Terdapat pemaknaan yang sama dimana tidak boleh egois dan mementingkan diri sendiri.

Sila terakhir yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Sila ini memberikan makna bahwa terlepas dari apapun latar belakang sosialnya ia tetap berhak mendapatkan keadilan dan diberi kesempatan untuk menikmati pembangunan negeri ini, jangan pernah diberlakukan paham yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin akan menjadi semakin miskin karena tidak adanya rasa ingin membentu sesama. Hal ini tentu sejalan dengan pemaknaan Pancasila yang harus selalu menolong sesama.

Jika dilihat dari dua argumen di atas maka dapat disimpulkan dengan jelas bahwa sila dalam Pancasila berlaku bagi semua agama dan keyakinan di Indonesia dan setiap butirnya sama sekali tidak bertentangan dengan Al-Kitab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image