Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Erik Kurniawan, S.Sos, M.Pd

REVITALISASI PENDIDIKAN DIBALIK PERISTIWA SUMPAH PEMUDA

Eduaksi | Friday, 29 Oct 2021, 21:26 WIB

Setiap tahun kita memperingati hari yang khusus diperuntukkan untuk kalangan pemuda. Meskipun hari itu diperuntukkan untuk generasi yang notabennya berusia muda, namun spiritnya menembus semua kalangan baik anak-anak, pemuda maupun orang tua. Hari itu adalah hari lahirnya sumpah pemuda yang jatuh setiap tanggal 28 oktober. Peringatan ini merupakan suatu penghargaan besar pada peristiwa konggres pemuda ke dua pada tanggal 27-28 oktober 1928 di Weltevreden.

Sejak saat itulah ide kesukuan, ide kepulauan atau ide kedaerahan sudah mulai terkikis. Semua itu adalah bagian tak terpisahkan dari satu identitas besar yaitu Tanah air Indonesia, Bangsa Indonesia dan bahasa Indonesia. Identitas besar ini menunjukkan bahwa Indonesia rupakan suatu kesatuan yang bulat dan utuh. Kesadaran bersama tersebut menunjukkan kepada dunia akan adanya komonitas besar bernama Indonesia.

Peristiwa lahirnya sumpah pemuda bukanlah sebuah peristiwa yang tiba-tiba hadir dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Namun memiliki latar belakang yang panjang dengan diawali kesadaran pemuda yang telah mengenyam pendidikan dan membentuk organisasi-organisai kepemudaan dalam menghadapi penjajah Belanda. Ditengah keprihatinan yang melanda bangsa Indonesia, sumpah pemuda lahir sebagai pengikraran diri bahwa mereka satu. Kesadaran akan sebuah satu identitas yaitu Indonesia mendorong semangat untuk mencapai kemerdekaan.

Dibalik peristiwa sumpah pemuda, pada hari kedua konggres yaitu hari minggu 28 oktober 1928 membahas beberapa tema pembicaraan. Salah satu tema yang dibicarakan adalah tentang kondisi pendidikan saat itu. Kusumo Wardoyo Dkk (2013) menjelaskan Mej. Poernomowoelan berbicara tentang pendidiak anak. Yang disamapaikan adalah masalah tucht en order. Dan beliau mengajak kepada hadirin untuk membenahi pendidikan di Indonesia. Dapat digambarkan bahwa pada jaman tersebut kesadaran akan disiplin dan keteraturan dalam pendidikan masih kurang sehingga perlu perhatian khusus.

Masih dalam Kusumo Wardoyo Dkk (2013) pembicara selajutnya setelah Mej. Poernomowoelan adalah Inoe Martakoesoema. Inoe berpendapat bahwa kesalahan dalam pendidikan anak di Indonesia adalah menakut-nakuti anak, sehingga anak menjadi penakut. Selain itu Inoe juga mengatakan bahwa kebersihan luar (uiterlijke reinheid) tidak begitu penting, apabila kotor gampang dicuci, yang penting adalah kebersihan hati. Pendapat Inoe merupan refleksi kegundahan hati seorang pendidik pada zaman penjajahan dan berharap anak didiknya menjadi seorang pemberani untuk melawan penjajah. Karakter yang dibangun untuk modal perjuangan adalah dengan kebersihan hati.

Pembicara selanjutnya adalah Sigit. Beliau berbicara tentang pendidikan anak melalui aturan kebangsaan. Pendidikan anak melalui aturan kebangsaan menurut Sigit mencakup lima hal yaitu: 1. interaksi, 2. banyak membaca, 3. Organisasi pemuda, 4. Sekolah berasrama, 5. Keharmonisan keluarga. Namun menurut beliau ada beberapa kesalahan pendidikan di Indonesia, antara lain pertama, adanya anggapan bahwa derajat perempuan di bawah laki-laki dan kedua, adanya kebiasaan memanjakan anak. Kebiasaan ini terutama dijumpai di kalangan aristocrat yang mengandalkan pembantu.

Pembicara terakhir dalam kaitan tema pendidikan adalah Sarmidi Mangoensarkoro. Sarmidi Mangoensarkoro membahas tentang pendidikan anak di rumah. Beliau mengulas bagaimana pendidikan anak jangan dilakukan dengan perintah tapi dengan bimbingan. Yang dipakai sebagai contoh pendidikan dengan pola bimbingan adalah pendidikan taman siswa.

Pembahasan tentang tema pendidikan dibalik peristiwa sumpah pemuda, sesungguhnya memberi makna bahwa kesadaran akan pentingnya pendidikan sudah terjadi jauh sebelum Indonesia merdeka. Para tokoh pemuda menggambarkan bagaimana pendidikan mencetak anak untuk menjadi jiwa-jiwa pemberani. Pendidikan harusnya menjadikan anak berkarakter dengan hati yang bersih. Pendidikan juga membentuk anak akan semangat kebangsaan dan yang terakhir adalah pendidikan itu membutuhkan bimbingan agar anak memiliki kesadaran akan pentingnya memperoleh ilmu yang bermanfaat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image