Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Adinda Mariesta

Peran Aktif DPD dalam Mendorong Perkembangan Kemajuan Daerah

Politik | Saturday, 25 Jun 2022, 00:57 WIB

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan yang anggotanya merupakan perwakilan dari setiap provinsi yang dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilhan umum (Pemilu) yang berlangsung selama lima tahun sekali. DPD adalah lembaga yang tergolong masih cukup muda dan tergolong baru di Indonesia, karena baru dibentuk pada bulan November tahun 2001 melalui perubahan ketiga Undang-undang Dasar 1945.

DPD dibentuk karena adanya reformasi pada tahun 1998 yang melahirkan suatu amandemen terhadap Undang-Undang tahun 1945, sehingga membawa perubahan yang signifikan terhadap sistem ketatanegaraan di Indonesia. Salah satunya adalah perubahan lembaga legislatif, yang dimana selama ini lembaga legislatif menganut sistem unikameral, tetapi sayangnya dengan menggunakan sistem ini muncul banyaknya permasalahan di berbagai daerah, yang dimana salah satu penyebabnya yaitu karena daerah tersebut tidak tercukupkan dan tidak terwakili dalam proses pengambilan keputusan di tingkat pusat.

Selain itu aspirasi dari masyarakat daerah yang selama ini diwakilkan dengan utusan daerah di MPR dirasa kurang efektif dalam kepentingan daerah. Sama halnya juga dengan aspirasi rakyat yang disampaikan melalui DPR kurang efektif, karena kepentingan daerah tidak bisa hanya diwakilkan dalam suatu gagasan, melainkan kepentingan daerah memerlukan wakil dalam bentuk orang di dalam kepentingan daerah. Oleh karena itu muncul-lah pemikiran tentang parlemen bikameral yang bertujuan untuk meningkatkan rasa keterwakilan rakyat dalam kepentingan daerah. Dalam rangka pemecahan konflik kepentingan daerah secara efektif dan adil, maka diperlukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Maka dari itu, dikutip dari situs resmi Dewan Perwakilan Daerah (DPD), DPD dibentuk karena banyaknya tuntutan demokrasi untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat di daerah, memperluas dan meningkatkan semangat serta kapasitas partisipasi daerah dalam kehidupan nasional. Selain itu juga agar memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sejak adanya perubahan sistem ketatanegaraan tersebut, maka sistem perwakilan dan parlemen di Indonesia berubah dari sistem unikameral yaitu badan legislatif yang hanya mempunyai satu majelis yang langsung mewakili rakyat atau biasa disebut sistem satu kamar. Menjadi sistem bikameral yaitu sistem dua kamar (legislatif atau parlemen) yang merupakan pengembangan sistem aritokrasi menjadi sistem demokrasi. Perubahan kedua sistem ini tidak semata-mata langsung diubah, tetapi melalui tahapan yang sangat panjang di masyarakat dan MPR.

Sebagai sebuah lembaga negara yang berada dibawah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), DPD tentu juga memiliki tugas untuk membantu menyuarakan aspirasi rakyat dari tingkat daerah hingga nasional, yang nantinya akan menghasilkan sebuah kebijakan yang akan dirasakan oleh masyarakat daerah.

Keberadaan DPD RI yang berfungsi sebagai wakil daerah di pusat, diharapkan tidak hanya menjembatani kepentingan daerah di tingkat nasional, akan tetapi, juga dapat berperan memberikan penguatan secara langsung melalui pembinaan, konsultasi, ataupun pengawasan terhadap kinerja pembangunan di daerah.

Berdasarkan diskursus tentang DPD RI terkait dengan penguatan fungsi dan kewenangannya memang masih hangat untuk di bicarakan, apalagi dengan keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012, dimana tafsir Mahkamah tetap berpendapat bahwa DPD “hanya” memiliki kewenangan untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang serta membahasnya, dan tidak untuk ikut serta dalam pengesahan Undang-Undang. Sementara masih terkait dengan keputusan tersebut, Mahkamah juga mengabulkan permohonan DPD dan menyatakan bahwa UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945, terkait dengan hilangnya kewenangan yang dimiliki oleh DPD, padahal sudah tercantum dalam UUD 1945.

DPD memang mempunyai tujuan untuk mengelola kepentingan daerah sesuai dengan wilayah yang diwakilinya masing-masing. Namun sebelum dilaksanakannya tentang kewenangan DPD ini, kita perlu untuk mencermati adanya perjuangan yang dilakukan oleh DPD dalam melaksanakan kepentingan di daerah. Dalam hal ini kita berharap DPD tidak terjebak dalam suatu permainan yang dimainkan oleh DPR RI yang memiliki pola pikir sentralistik yaitu pengaturan kewenangan dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia , karena representasi perwakilannya tidak mencerminkan keterwakilan wilayah. Oleh sebab itulah, maka perlu-lah DPD kembali melihat sejauh mana peran yang telah dilakukannya dalam mengawal kepentingan daerah tersebut.

Selain itu, DPD juga dapat “mendampingi’ pemerintah daerah dalam membuat Peraturan Daerah (Perda) yang dimana langsung berhubungan dengan kepentingan masyarakat di daerah. Fakta memperlihatkan bahwa selama kurun waktu sampai dengan tahun 2011 pasca diterapkannya Otonomi Daerah (Otda) Pemerintah telah membatalkan 4000-an (empat ribu) Perda Karena bertentangan dengan Undang-undang (Tempo.co). Dengan adanya kejadian ini maka dipastikan bahwa Pemerintah Daerah mengeluarkan Perda tidak berdasar pada apa yang telah diatur dalam Undang-Undang yang secara hirarkis ada diatasnya. Namun, kita juga dapat mengkritisi apakah ada ketidaksesuaian antara kepentingan daerah dan pusat terkait pembatalan ribuan Perda ini?

Sehingga selayaknya DPD bisa lebih berperan secara aktif dalam mendorong perkembangan kemajuan di daerah, karena perwakilan yang mereka miliki sesungguhnya mencerminkan kepentingan daerah di tingkat pusat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image