Sumpah, Saya Masih Pemuda!
Politik | 2021-10-28 10:52:49TAHUN 1905 saat Albert Einstein merilis fisika relativitas (makroskopik), usianya baru 26 tahun. Satu dekade berikutnya, giliran dia merilis fisika quantum (mikrokospik), usianya dengan demikian masih 36 tahun. Enam tahun berikutnya (1921), Einstein pun menyabet hadiah Nobel Fisika dalam usia 41 tahun.
Bayangkan, dia usia 26 dan 36 tahun, usia yang amat muda untuk level ilmuwan, Albert Einstein sudah mampu mengguncang jagad sains, khususnya fisika dunia. Hebatnya lagi, dua hukum fisika modern itu dihasilkan untuk mengoreksi fisika klasik yang telah mapan selama 200 tahun, terutama teori gravitasinya Isac Newton.
Masih soal usia, mari hitung mundur sekira 1.000 tahun sebelumnya, ada seorang ilmuwan cemerlang yang telah menghasilkan sejumlah temuan penting, khususnya kedokteran dan farmasi. Di usia 10 tahun lelaki ini telah mampu menghapal Alquran, setelahnya mempelajari dasar-dasar logika dan filsafat, lalu menginjak usia 16 tahun mulai menekuni ilmu pengobatan. Usianya masih 18 tahun saat dia berhasil mengobati Sulthan Bukhara, di saat seluruh tabib sudah angkat tangan dengan penyakitnya.
Lelaki muda itu bernama Ibnu Sina atau dalam dialek Barat popular dengan sebutan Avicenna (980 – 1037), Bapak Kedokteran Dunia. Dia menghasilkan tak kurang 240 karya berbagai disiplin ilmu, yang mulai ditulis saat Ibnu Sina masih berusia 21 tahun. Salah satu karyanya yang paling monumental tentu saja adalah Qanun fi Thib atau The Canon of Medicine, sebuah buku ensiklopedia medis paling komplit yang berisi jutaan item tentang pengobatan dan obat-obatan. Karya ini pula yang berhasil mempengaruhi dunia, karena menjadi rujukan utama ilmu kedokteran dan pengobatan di Eropa sampai abad XVII.
Yang muda yang mengguncang dunia, begitulah sejarah mencatat peran tokoh-tokoh muda dalam banyak episode perubahan dunia. Eenergi besar kaum muda dan pikirannya yang radikal selalu efektif menjadi pendobrak, avant garde bagi terciptanya perubahan besar. Pikiran dan aksi kaum muda lah yang seringkali beyond conservative walls dari para old man. Kalau saja anak-anak muda tak menculik Sukarno-Hatta ke Rengas Dengklok, mungkin Indonesia belum bisa diproklamirkan sebagai negara bangsa pada 17 Agustus 1945. Anak muda mungkin dianggap grasa-grusu, tetapi sikap kesusu –nya itulah yang turut andil besar melahirkan Indonesia merdeka.
17 tahun sebelum Indonesia merdeka, sekumpulan anak-anak muda dari berbagai identitas daerahnya menyatakan komitmen untuk pertama kalinya. Mereka ingin membangun sebuah entitas besar yang mempersatukan identitas-identitas kedaerahan mereka, sehingga dideklarasikanlah Sumpah Pemuda: Satu Tanah Air, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa. Perumusnya adalah M Yamin, tokoh muda asal Sumatra, masih 25 tahun. Menjadi istimewa pula, karena untuk pertama kalinya lagu Indonesia Raya diperdengarkan secara instrumental melalui gesekan biola penciptanya, Wage Rudolf Soepratman, usianya pun baru 25 tahun saat Sumpah Pemuda.
Ketika Sukarno dan Natsir terlibat dalam polemik intelektual di media, tentang konsep dasar negara, usia keduanya belumlah genap 40 tahun. Mereka masih muda. Anak-anak muda selalu mengguncang dunianya, tak betah nrimo ing pandum dengan tatanan yang ada. Bukanlah anak muda kalau ia menikmati comfort zone –nya. Karena darah muda adalah kegelisahan, pikirannya radikal, berani mendobrak tembok kokoh sekalipun. Untuk berpikir dan bertindak, seorang pemuda tidak butuh embel-embel nama besar trah dan kolega. Seperti kata Imam Ali, seorang pemuda ialah yang berani mengatakan inilah saya. Bukanlah pemuda yang mengatakan inilah ayah saya.
Pemuda yang grasa-grusu itu normal, karena energinya besar. Yang tak normal adalah pemuda klemprak klemprek, yang menikmati zona rebahan. Pemuda yang langsung ambyar lantaran ditinggal pas sayang-sayange.
Hari ini, 28 Oktober 2021, Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda ke-93. Dan saya menuliskan ini dalam usia 39 tahun, apakah saya masih layak menyandang status sebagai pemuda? Karena seperti kata orang Amerika, Life begins on Forty. Bukankah pada usia 40 tahun pula Muhammad Saw menerima misi kenabian. Jadi bolehlah kalau saya mengklaim diri sebagai belum tua. Karena sumpah, saya masih pemuda! []
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.