Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syahrial, S.T

Sumpah Pemuda, Kepahlawanan, dan HAS Hanandjoeddin

Guru Menulis | Monday, 25 Oct 2021, 12:48 WIB

Sudah hampir 93 tahun yang lalu, para pemuda dari seluruh penjuru Nusantara berkumpul di Batavia untuk menghadiri Kongres Pemuda II yang menghasilkan Sumpah Pemuda. Pada saat itu mereka berikrar bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia; berbangsa yang satu, bangsa Indonesia; dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Hanya mereka yang berjiwa pemberani yang menghadiri kongres pemuda tersebut. Betapa tidak, di bawah pengawasan dan ancaman pemerintah kolonial para pemuda itu berhasil melaksanakan kongres yang kemudian menjadi tonggak sejarah bagi bangsa kita. Kongres yang menjadi mata rantai perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia dan menjadi bagian dari sejarah terbentuknya negara Republik Indonesia.

Sejak 1959, tanggal 28 Oktober ditetapkan sebagai Hari Sumpah Pemuda, yaitu hari nasional yang bukan hari libur yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia melalui Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959 untuk memperingati peristiwa Sumpah Pemuda. Istilah "Sumpah Pemuda" sendiri tidak muncul dalam putusan kongres tersebut, melainkan diberikan setelahnya. Bunyi tiga keputusan kongres tersebut sekarang ini bisa dilihat pada prasasti di dinding Museum Sumpah Pemuda. Naskah orisinil diabadikan menggunakan ejaan Van Ophuijsen.

Dari peristiwa Sumpah Pemuda itu dapat kita petik pelajaran seperti kepahlawanan, patriotisme, dan nasionalisme. Kepahlawanan adalah sifat seseorang yang akan mewujudkan suatu pemikiran, sikap, dan tindakan yang ditujukan untuk kepentingan menjaga harkat dan martabat dirinya maupun bagi kepentingan masyarakat banyak termasuk bagi bangsa dan negara. Nilai-nilai kepahlawanan akan tumbuh melekat pada diri seseorang yang memiliki jiwa tersebut dan akan mendasari seluruh perjalanan hidupnya. Sebagai sifat yang tertanam dalam jiwanya, sifat kepahlawanan tidak lekang oleh perubahan kondisi dalam lingkungannya maupun sikap masyarakat disekitarnya sepanjang masa.

Pahlawan adalah orang yang menonjol karena keberaniannya dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, atau pejuang yang gagah berani. Pahlawan nasional diberikan kepada para pejuang yang berjasa kepada Negara Republik Indonesia, berjuang dalam Negara Indonesia, dan merebut kemerdekaan Republik Indonesia. Menurut data Kementerian Sosial RI, hingga November 2020 terdapat 191 tokoh yang dianugerahi gelar pahlawan nasional.

Kepahlawanan tidak hanya dibutuhkan pada masa masa perjuangan kemerdekaan saja, akan tetapi kepahlawanan tetap dibutuhkan sepanjang masa termasuk saat kita mengisi kemerdekaan ini. Mereka yang disebut sebagai pahlawan pada masa sekarang adalah mereka yang telah berjuang untuk bangsa dan negara pada masa lampau, jadi siapakah pahlawan masa yang akan datang? Pahlawan pada masa yang akan datang adalah mereka yang telah berjuang untuk bangsa dan negaranya di saat sekarang ini.

Generasi pengisi kemerdekaan sekarang ini membutuhkan contoh teladan kepahlawanan dari para pejuang kemerdekaan Indonesia. Salah satu contoh yang dapat dijadikan teladan kepahlawanan itu adalah HAS Hanandjoeddin. Bupati pertama Belitung periode 1967 - 1972. Dari mana kita dapat meneladani sikap kepahlawanan beliau? Tentu saja dari catatan sejarahnya, seperti dari buku “Sang Elang Serangkai Kisah Perjuangan H AS Hanandjoeddin Di Kancah Revolusi Kemerdekaan RI” dan buku "Memenuhi Panggilan Rakyat: Kiprah dan Kenangan Sosok Bupati H.AS Hanandjoeddin". Buku yang pertama di tulis Haril M. Andersen, sedangkan buku yang kedua ditulis bersama oleh Haril M. Andersen dan Bambang Sutrisno.

Buku "Memenuhi Panggilan Rakyat: Kiprah dan Kenangan Sosok Bupati H.AS Hanandjoeddin" baru saja dilaunching pada hari Rabu tanggal 20 Oktober 2021 di Tanjungpandan. Buku ini diharapkan dapat menjadi pendukung untuk pengusulan H.AS Hanandjoeddin sebagai pahlawan nasional. Menyusul telah ditetapkannya Depati Amir sebagai pahlawan nasional yang berasal dari Bangka Belitung.

H.A.S Hanandjoeddin

Saat perang kemerdekaan, H.AS Hanandjoeddin memang tidak berjuang di pulau Belitung. Dari buku pertama, dapat kita ketahui bahwa pasca jatuhnya Surabaya ke tangan Sekutu pada 12 November 1945, Panglima Divisi VIII membuka sekolah militer selama dua bulan. H.A.S. Hanandjoeddin mengikuti pendidikan di Sekolah Kadet Perwira Divisi VIII dan lulus dengan pangkat Letnan Satu TKR Angkatan Darat. H.A.S. Hanandjoeddin kemudian ditugaskan sebagai Komandan Pertahanan Teknik Udara Pangkalan Bugis dengan pangkat Letnan I TKR pada Januari 1946.

Dalam kiprahnya ikut perjuangan kemerdekaan peran penting H.A.S. Hanandjoeddin adalah beliau berhasil memperbaiki pesawat pembom Shoki (Ki-48) yang diberi nama Pangeran Diponegoro I atau PD-I, menyumbang pesawat Cukiu kepada Sekolah Penerbangan Darurat Jogjakarta pimpinan Adisutjipto, memberikan sebuah pesawat Cukiu dengan nomor registrasi TK-007 kepada Pangkalan Udara Panasan, Solo atas permintaan Letnan Soejono, dan memberi pesawat untuk diperbaiki kepada Hardjono dari Pangkalan Udara Maospati, Madiun dan Warma dari Pangkalan Udara Cibeureum, Tasikmalaya.

Saat agresi militer Belanda pertama, H.A.S. Hanandjoeddin dan anggota teknik lainnya berhasil menyelamatkan 15 pesawat terbang yang berada di Pangkalan Udara Bugis. Akibat perjanjian Renville tahun 1948, pasukan H.A.S. Hanandjoeddin akhirnya pindah dari Malang Timur ke Tulungagung untuk meneruskan pembangunan pangkalan udara darurat. Dari Tulungagung H.A.S. Hanandjoeddin ditugaskan sebagai Komandan Detasemen Pertahanan Udara Prigi untuk melakukan pengamanan wilayah Pantai Prigi. Pada masa itu, H.A.S. Hanandjoeddin sebagai Komandan Sektor II Pantai Selatan juga turut serta dalam misi pemusnahan Pemberontakan PKI Madiun pimpinan Muso.

Itu adalah beberapa cuplikan perjuangan yang telah dilakukan H.A.S. Hanandjoeddin dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Sungguh perjuangan yang tidak bisa dianggap remeh, karena perjuangan beliau ibarat mata rantai yang tidak bisa dipisahkan dari seluruh perjuangan para pejuang kemerdekaan waktu itu hingga akhirnya berhasil mengusir penjajah dari bumi pertiwi kita ini.

Sebagai masyarakat Bangka Belitung, mari kita dukung perjuangan Pak Haril M Andersen untuk mengusulkan H.A.S. Hanandjoeddin menjadi pahlawan nasional.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image