Manajemen Keuangan Perbankan Syariah
Edukasi | 2022-06-18 20:30:25DISUSUN OLEH :
Nama : Hendra Setiawan
Nim:2061101050
PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT TEKNOLOGI DAN BISNIS (ITB)
AHMAD DAHLAN
Jl. Ir. H. Juanda No. 77, Cirendeu, Ciputat, Tangerang Selatan(15419)
TUGAS INDIVIDU
Susun tulisan singkat tentang konsep nilai waktu uang dalam pandangan Islam dengan kerangka pembahasan sekurang-kurangnya memuat:
1. Pengertian konsep nilai waktu uang dalam keuangan konvensional.
2. Pengertian simple interest, compound interest, dan annuity beserta contohnya.
3. Ajaran Islam tentang riba dalam konteks kekinian.
4. Perspektif Islam tentang konsep nilai waktu uang.
5. Norma atau praktik yang dapat diterapkan dalam lembaga keuangan syariah.
Tulisan disusun dengan merujuk pada minimal 3 artikel ilmiah terkait. Susun daftar pustaka di bagian akhir tulisan.
KONSEP NILAI WAKTU UANG DALAM PANDANGAN ISLAM
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam keuangan bisnis maupun pribadi, mungkin tidak ada satu konsep tunggal yang lebih kuat atau lebih banyak digunakan selain konsep nilai waktu uang. Dalam bukunya yang terkenal, A History of Interest Rates, Homer Sidney menyatakan bahwa bila $1,000 diinvestasikan selama 400 tahun dengan bunga 8 persen, uang itu akan menjadi $23 kuatriliun – sekitar $5 juta per orang di muka bumi. Ia tidak memberikan sebuah rencana untuk membuat dunia kaya, namun secara efektif ia menjelskan kekuatan nilai waktu uang.
Nilai waktu uang tentu bukan sebuah konsep baru. Benjamin Franklin sudah sangat memahaminya ketika ia mewariskan masing-masing $1.000 kepada Bostom Philadelphia. Kekuatan nilai waktu uang juga bisa diilustrasikan melalui kisah yang diceritakan Andrew Tobias dalam bukunya Money Angles.[1]
Konsep nilai waktu uang (time value of money) merupakan salah satu kerangka dasar pemikiran terhadap suatu keputusan dan kebijakan dalam keuangan modern. Dengan arti sederhana dapat dikatakan bahwa uang memiliki nilai waktu. Contohnya: uang Rp. 1.000.000,00 saat ini tidak sama nilainya dengan Rp. 1.000.000,00 setelah satu tahun mendatang. Seorang individu yang rasional akan lebih memilih uang sejumlah Rp. 1.000.000,00 saat ini dibandingkan dengan Rp. 1.000.000,00 satu tahun lagi.
Alasan penalaranya adalah apabila seseorang menerima Rp. 1.000.000,00 hari ini, maka dia dapat menginvestasikannya (menabung dibank atau pada aktiva lain) dengan tingkat keuntungannya tetap sebesar 10% misalnya, sehingga dia akan mendapatkan uang Rp. 1.000.000,00 sebagai bunga selama setahun. Oleh karena itu, Rp. 1.000.000,00 saat ini setara dengan Rp. 1.100.000,00 setelah satu tahun kemudian ketika tingkat bunganya 10%. Dengan demikian uang dianggap memiliki nilai waktu.
Seperti yang dinyatakan sebelumnya, konsep NWU sebenarnya diberi tempat dalam keuangan syari’ah. Keuntungan yang tersedia bagi orang yang menyimpan uangnya dalam contoh di atas tidak perlu (tidak selalu) berhubungan dengan transaksi berbasis bunga atau riba. Tingkat keuntungan yang tersedia pada masa mendatang dalam investasi yang prospektif dan halal, misalnya perdagangan atau lainya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian nilai waktu uang?
2. Bagaimana teknik perhitungan kosep nilai waktu uang?
3. Apa perbedaan nilai majemuk dan nilai sekarang?
II. PEMBAHASAN
1. Konsep nilai waktu uang dalam keuangan konvensional
Uang merupakan alat tukar yang sangat vital dalam suatu perekonomian, Konsep nilai waktu uang dapat di artikan nilai uang saat ini tidak akan sama dengan nilai waktu uang pada saat terdahulu atau pada waktu yang akan datang. Jika dilakukan investasi dan dipengaruhi oleh tingkat rate tertentu maka nilai nilai uang di masa depan akan lebih besar mengingat tingkat bunga dan nilai waktu uang adalah positif.
Dalam sistem keuangan konvensional, uang dianggap seperti halnya barang dan jasa yang dapat diperdagangkan, dijual serta dibeli dan dapat dijadikan objek untuk berspekulasi, ia memiliki nilai waktu dan siapa menggunakan uang orang lain harus membayar untuk melakukannya dalam bentuk bunga. secara sederhana menjelaskan bahwa jika nilai guna uang pinjaman bagi yang dipinjamkan kepada peminjam adalah sama dengan nilai uang pada masa yang akan datang, maka pemberi pinjaman akan menambahkan bunga, sehingga nilai uang di masa yang akan datang tidak akan sama dengan nilai uang pada saat ini. Ada tiga fungsi uang menurut Islam, yaitu sebagai ukuran harga, sebagai media transaksi dan bukan sebagai media penyimpanan nilai (Karim, 2007: 80-82).
2. simple interest, compound interest, dan annuity
Bunga bank dapat diartikan dan dimaknai sebagai balas jasa yang diberikan. Oleh pihak bank berdasarkan prinsip konvensional, nasabah yang membeli atau menjual produknya, dalam hal ini tentunya produk-produk perbankan akan di bebankan bunga. Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada pihak nasabah (yang memiliki simpanan) dengan yang harus dibayar oleh pihak nasabah kepada bank (nasabah yang mendapatkan pinjaman). Ada dua jenis bunga yang umum dan juga digunakan dalam perhitungan present ataupun future value yakni:
A. Bunga sederhana (simple interest) adalah bunga yang dibayarkan atau dihasilkan hanya dari jumlah uang mula-mula atau pokok pinjaman yang dipinjamkan atau dipinjam atau bunga yang dibayar satu kali dalam setahun.
B. Bunga majemuk atau (compound interest) adalah bunga yang dibayarkan atau dihasilkan dari bunga yang dihasilkan sebelumnya, sama seperti pokok yang dipinjam atau dipinjamkan atau bunga dibayar lebih dari 1 kali.
Sedangkan anuitas adalah rangkaian pembayaran atau penerimaan tetap yang dilakukan secara berkala dan dalam besaran yang sama dan dilakukan dalam tempo tertentu selama periode tertentu. Selain itu, anuitas juga diartikan sebagai kontrak di mana perusahaan asuransi memberikan pembayaran secara berkala sebagai imbalan premi yang telah Anda bayar. Contohnya adalah pembayaran kredit kredit kendaraan, pembayaran sewa, bunga yang diterima dari obligasi atau dividen tunai dari suatu saham preferen,dll.
3. Ajaran Islam tentang riba dalam konteks kekinian.
Riba sering diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai “usury” yang berarti tambahan uang atas modal yang diperoleh dengan cara yang dilarang oleh syara’, baik dengan jumlah tambahan yang sedikit ataupun dengan jumlah tambahan yang banyak. Riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam- meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam. Beberapa penelitian sebelumnya terkait riba, seperti yang dilakukan Rahmawaty (2013), melakukan kajian mengenai riba dalam persepektif keuangan Islam di Indonesia. Dalam pembahasannya riba menjadi dikursus dalam ilmu ekonomi islam yang berdebatannya hampir tidak menemukan titik temu. Pedebatan pemikiran menunjukkan bahwa persoalan riba sangat terkait dengan masalah uang sehingga tidak lepas dari peran lembaga keuangan. Hasilnya sebagai solusi alternatif Islam menawarkan sistem profit loss sharing yang diharapkan mampu untuk menggantikan sistem bunga dalam perekonomian Islam.
Al-Ghazali berpendapat bahwa riba merupakan perbuatan dzalim yang tidak mensyukuri nikmat Allah, karena perbuatan riba adalah tindakan yang keluar dari tujuan awal penciptaan uang dan dilarang secara jelas dalam Al-Quran maupun Al-Hadits. Salah satu contoh yang termasuk dalam kategori riba adalah jual beli mata uang.
Riba dalam konteks kekinian muncul dengan konsep bank. Lembaga keuangan yang diperlukan dalam segala bidang kehidupan manusia dalam sistem perekonomian kontemporer dengan menerapkan sistem bunga. Untuk menjauhi pelarangan riba dan dari sitem bunga perbankan syariah memunculkan harapan baru bagi banyak orang khususnya bagi umat Islam di Indonesia akan sebuah sistem keuangan syariah berbasis sektor riil dan bebas bunga dengan prinsip bagi hasil mudhârabah dan musyârakah (profit and loss
sharing) sebagai core product dalam Islamic Financial institution. Perbankan syariah hadir dengan dengan visi dan misi yang ditetapkan Bank Indonesia dalam rangka mewujudkan perbankan syariah yang sehat serta dapat memenuhi kebutuhan masyarakat serta memberikan kontribusi bagi terciptanya sistem kestahanan perbankan dan pembangunan nasional. Kecilnya pembiayaan bagi hasil dengan menggunakan akad mudhârabah dan musyârakah menjadi indikator semakin kecilnya peranan perbankan syariah dalam memberdayakan sektor produktif di masyarakat.
4. Perspektif Islam tentang konsep nilai waktu uang.
Pada konsep nilai waktu uang dalam keuangan konvensional adanya konsep positive time preference Diskonto yaitu konsep uang harus terus bertambah dan bertmabah karena adanya waktu yang berjalan. Berbeda dengan konsep nilai waktu uang dalam perspektif Islam, uang hanya berfungsi sebagai alat tukar (medium of exchange) dan sebagai kesatuan hitung (unit of account). Hal tersebut dipertegas dalam Al Quran dalam surat At- Taubah 34-35 yang artinya:
34. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. 35. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu."
Pendapat Al Ghazali, menegaskan bahwa fungsi uang hanya sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas atau barang yang diperjual belikan karena mata uang haruslah bersifat tetap, sehingga nilainya tidak naik dan turun. Sedangkan menurut Ibnu Taimiyah penguasa seharusnya mencetak fulus (mata uang selain emas dan perak) sesuai dengan nilai yang adil (proporsional) atas transaksi masyarakat, tanpa menimbulkan kezaliman terhadap mereka, serta untuk menjaga harga agar tetap stabil. Bahkan, penguasa
seharusnya mencetak mata uang sesuai dengan nilai riilnya tanpa bertujuan untuk mencari keuntungan apa pun dari pencetakannya tersebut agar kesejahteraan masyarakat (al-maslahah al-‘ammah) tetap terjamin.
5. Norma atau praktik yang dapat diterapkan dalam lembaga keuangan syariah.
ekonomi Islam memiliki nilai-nilai logis sesuai dengan fitrah manusia yang kemudian difungsionalkan ke tengah tingkah laku ekonomi manusia, dari falsafah ekonomi ini diturunkan juga nilai-nilai instrumental sebagai perangkat peraturan permainan (rule of game) suatu kegiatan. Perbedaan ekonomi Islam dengan ekonomi lainnya ada pada falsafahnya yakni ketuhanan dengan berbagai nilai dan tujuannya, yakni dari ajaran- ajaran Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadits, dan hasil ijtihad para ulama sepeninggalan Nabi Muhammad SAW.
Menurut Lewis, norma pada sistem ekonomi Syariah yang tidak bisa dilepaskan dari lembaga keuangan Syariah ialah sebagai berikut:
1. Riba dilarang dalam segala bentuk transaksi dalam sistem ekonomi Syariah, terdapat satu aspek yang masih sangat kontroversial bertentangan dengan sudut pandang barat. Aspek tersebut adalah pelarangan riba (bunga). Pembayaran dan penggunaan riba yang berlaku dalam sistem perbankan konvensional sudah jelas larangannya. Hal ini jelas tercantum dalam Quran.
2. Bisnis dan investasi ditangani berdasarkan pada kegiatan yang halal (legal, berizin). Aktivitas finansial Syariah memiliki aturan yang ketat. Oleh sebab itu, bank Syariah tidak dapat melalukan transaksi yang diharamkan dalam Islam (seperti, penjualan minuman beralkohol, daging babi, dll). Secara lebih lanjut, dalam memenuhi kebutuhan umat Islam, lembaga keuangan dituntut untuk memprioritaskan produksi kebutuhan pokok kelompok Islam pada umumnya. Sebagaimana dalam tuntunan Syariah, berpatisipasi dalam produksi dan pemasaran barang mewah merupakan hal yang tidak dapat diterima dalam pandangan agama ketika kelompok muslim dalam keadaan serba kekurangan kebutuhan pokok (sandang, pangan, dan papan, kesehatan dan pendidikan).
3. Menghindari maysir (gambling) dan harus terbebas dari unsur gharar (spekulasi atau analisa yang tidak tentu). Larangan dalam mengadu keuntungan secara eksplisit tercantum dalam Quran (AlMaidah:90-91).
Dalam ayat tersebut digunakan istilah maysir yang berarti permainan berbahaya, berasal dari kata yusr, bermakna bahwa pelaku maysir berpacu untuk mendapatkan harta tanpa upaya kerja keras, dan istilah tersebut berlaku pada setiap praktik judi (gambling). Perjudian dalam segala bentuknya merupakan hal yang terlarang dalam hukum Islam. Secara eksplisit, hukum Islam juga melarang segala jenis aktivitas ekonomi yang mengandung elemen gambling tersebut. Memperkaya diri melalui judi dan mengadu nasib merupkan hal terlarang berdasar Syariah. Elemen yang lain yang dihindari dalam Islam ialah segala jenis transaksi yang melibatkan unsur spekulasi (gharar). Hukum riba dan maysir tercantum/diatur dalam Quran, sedangkan larangan gharar tercantum dalam Hadist. Dalm istilah perdagangan/jual beli, gharar adalah kegiatan transaksi berupa tindakan spekulasi yang sangat beresiko, meskipun unsur keragu-raguan dapat diperbolehkan pada kondisi darurat. Dalam konteks umum, pengambilan keputusan dengan mengabaikan aturanaturan hukum dasar yang berkaitan dengan pertimbangan suatu objek sama saja turut serta dalam mengambil resiko ketidakpastian. Hal tersebut bukanlah sesuatu yang diterima dan serupa dengan spekulasi karena ketidakpastian. Transaksi spekulatif seperti inilah yang pada dasarnya dilarang.
4. Zakat harus disalurkan oleh lembaga keuangan sebagai social benefit. Berdasarkan Quran, Allah memiliki semua kekayaan dan sumberdaya dimuka bumi dan alam semesta. Kepemilikan/hak milik memiliki fungsi sosial dalam Islam yang harus digunakan untuk kepentingan sosial/umat. Keadilan sosial merupakan hasil dari pengaturan masyarakat dalam pranata sosial dan sudut pandang hukum Islam (hal ini termasuk menggunakan pekerja produktif dan pemberian kesempatan yang sama dalam bekerja, tidak ada perbedaan kaya dan miskin). Keadilan dan kesetaraan dalam Islam bermakna bahawa orang-orang harus memiliki kesempatan yang yang sama tanpa memandang perbedaan status sosial (Chapra, 1985). Bagaimanapun, sangatlah penting dalam sebuah pemerintahan Islam unutk menjamin level substansial di masyarakat (makanan, pakaian, perawatan kesehatan, dan pendidikan).
5. Segala aktivitas harus sesuai dengan prinsip agama Islam, dengan Dewan Syariah khusus sebagai supervisor atau penasehat terhadap kelayakan bentuk transaksi/produk ekonomi.
III. PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam keuangan bisnis maupun pribadi, mungkin tidak ada satu konsep tunggal yang lebih kuat atau lebih banyak digunakan selain konsep nilai waktu uang. Dalam bukunya yang terkenal, A History of Interest Rates, Homer Sidney menyatakan bahwa bila $1,000 diinvestasikan selama 400 tahun dengan bunga 8 persen, uang itu akan menjadi $23 kuatriliun – sekitar $5 juta per orang di muka bumi. Ia tidak memberikan sebuah rencana untuk membuat dunia kaya, namun secara efektif ia menjelskan kekuatan nilai waktu uang.
1. Arti Penting Memahami Nilai Waktu Uang
Konsep NWU atau yang disebut ekonomi sebagai preferensi waktu positif dikembangkan oleh Von Bhom-Bawerk dalam Capital and Interesti dan Positif Theory of Capital yang menyebutkan bahwa preferensi waktu positif merupakan pola ekonomi yang normal, sistematis dan rasional.
2. Teknik Perhitungan Konsep Nilai Uang
Cara mengetahui teknik perhitungan sederhana dan variasinya, yaitu menentukan nilai masa depan dari sejumlah uang saat ini; nilai saat ini dari sejumlah uang masa depan; nilai masa depan suatu anuitas (sejumlah uang yang konstan secara berkala);nilai saat ini suatu anuitas; nilai masa depan dan nilai saat ini dengan periode berganda; nilai masa depan dan nilai saat ini dengan tak terhingga; tingkat keuntungan yang diinginkan atau tingkat bunga.
a. Konsep Future Value
Bunga berganda (compound interest) atau sering disebut bunga majemuk menunjukkan bahwa bunga suatu pokok pinjaman (atau simpanan) juga akan dikenakan bunga pada periode selanjutnya. Jika tingkat bunga tersebut diberlakukan, maka future value (nilai yang akan datang) adalah jumlah dari nilai awal (Vo) tumbuh setelah 1 tahun.
b. Konsep Present Value
Konsep compound value pada bagian sebelumnya bertujuan untuk menghitung jumlah uang pada akhir periode diwaktu mendatang, sedangkan discount value sebaliknya dimaksudkan untuk menghitung besarnya jumlah uang pada awal periode.
c. Konsep Future Value Annuity
Anuitas didefinisikan sebagai suatu pembayaran berkala (atau seri penerimaan ) dari suatu jumlah yang tetap selama waktu tertentu.
d. Konsep Present Value Annuity
Cara menghitung present value annuity ( PVA ) adalah kebalikan dari cara menghitung FVA.
e. Konsep Perpetuity
Perpetuity merupakan seri penerimaan kas ( pembayaran kas ) dengan pola tertentu dan berjangka waktu relatif tidak terhingga.
f. Penentuan Tingkat Bunga atau Tingkat Keuntungan
Banyak kasus nilai tunai dan arus kas pembayaran sudah diketahui, namun tingkat bunga atau tingkat keuntungan (IRR, internal rate of return) belum diketahui.
g. Teknik Interpolasi
Teknik interpolasi digunakan untuk mencari tingkat bunga atau tingkat keuntungan ketika interest factor (IF) yang diperoleh oleh hasil perhitungan tidak persis sama dengan yang tertulis dalam tabel keuangan.
.
DAFTAR PUSTAKA
Chapra, M. Umer. 2001. Masa Depan Ekonomi Sebuah Tinjauan Islam. Jakarta: Gema Insani Press.
Iggi H. Achsien, Investasi Syariah di Pasar Modal: Menggagas Konsep danPraktik Lewis, Mervyn K. 2007. Handbook of Islamic Banking. USA. Edward Elgar Publishing,
Inc.
Karim, Adiwarman A. 2007. Ekonomi Makro Islami. Rajawali Press. Jakarta. Manajemen Portofolio Syariah .Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003.
M.Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam : Konsep,Teori, dan Analisis (Bandung : ALFABETA.2010)
Rahmawaty, A. (2013). Riba dalam Perspektif Keuangan Islam. Jurnal Hukum Islam, 14(2).
Rivai, Veithzal. Islamic Financial Management: Teori, Konsep, dan Aplikasi Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.
Sukirno, Sadono. 2012. Makro Ekonomi: Teori Pengantar. Hlm.267. Jakarta.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.