
Sukuk untuk Startup: Bisakah Ekonomi Syariah Jadi Venture Capital Baru?
Ekonomi Syariah | 2025-03-27 08:36:30
Startup telah menjadi penggerak inovasi dan pertumbuhan ekonomi, namun akses pendanaan tetap menjadi tantangan utama. Venture capital (VC) konvensional, meskipun efektif, sering kali menuntut imbal hasil jangka pendek dan pengambilalihan kepemilikan, yang tidak selalu selaras dengan kebutuhan startup yang berfokus pada pertumbuhan berkelanjutan. Dalam konteks ini, sukuk—sebagai instrumen keuangan syariah berbasis aset—menawarkan alternatif yang lebih beretika dan inklusif. Dengan prinsip bagi hasil (profit-sharing) dan penghindaran riba, sukuk dapat menjadi solusi pendanaan yang sesuai dengan nilai-nilai syariah sekaligus mendukung perkembangan bisnis rintisan.
Sukuk berbeda dari obligasi konvensional karena tidak berbasis utang melainkan kepemilikan atas aset atau proyek. Skema seperti mudharabah (kemitraan) dan ijarah (sewa) memungkinkan startup memperoleh modal tanpa kehilangan kendali atas saham. Misalnya, melalui sukuk mudharabah, investor dan startup berbagi keuntungan sesuai kesepakatan, sementara sukuk ijarah memfasilitasi pendanaan dengan memanfaatkan aset yang disewakan. Pendekatan ini tidak hanya mengurangi beban utang tetapi juga mendorong kolaborasi yang adil antara investor dan penerima modal.
Namun, implementasi sukuk untuk startup menghadapi beberapa tantangan. Pertama, rendahnya literasi keuangan syariah di kalangan pelaku startup dan investor membatasi adopsinya. Kedua, struktur sukuk cenderung kompleks dan lebih cocok untuk proyek besar berjangka panjang, sehingga perlu adaptasi agar fleksibel bagi startup yang dinamis. Selain itu, pasar sekunder sukuk startup masih terbatas, mengurangi daya tarik bagi investor yang mengutamakan likuiditas. Regulasi yang ketat juga menjadi penghambat, karena penerbitan sukuk memerlukan compliance terhadap prinsip syariah dan hukum finansial yang lebih rumit dibanding pendanaan konvensional.
Model sukuk yang relevan untuk startup dapat dikembangkan agar lebih sesuai dengan kebutuhan bisnis yang sedang berkembang. Salah satu model yang dapat digunakan adalah Sukuk Mudharabah, di mana investor memberikan dana dengan sistem bagi hasil, sehingga startup dapat memperoleh modal tanpa harus menyerahkan kepemilikan saham. Selain itu, Sukuk Ijarah juga bisa menjadi pilihan, di mana startup menerbitkan sukuk berbasis ijarah dengan menyewakan aset yang digunakan dalam operasional bisnis, sehingga menghasilkan pendapatan yang kemudian dibagikan kepada investor. Alternatif lainnya adalah Sukuk Wakalah, di mana startup menunjuk pengelola profesional untuk mengelola dana investor, memberikan fleksibilitas lebih tinggi dalam penggunaan modal.
Beberapa negara seperti Malaysia dan Uni Emirat Arab telah mengeksplorasi model pendanaan berbasis sukuk untuk startup. Indonesia, dengan populasi Muslim terbesar dan ekosistem startup syariah yang berkembang, memiliki peluang besar untuk mengadopsi skema ini. Sinergi antara regulator, lembaga keuangan syariah, dan pelaku industri diperlukan untuk menciptakan regulasi yang mendukung serta meningkatkan literasi keuangan syariah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook