Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Galih Alfiyatina

POKOK AJARAN ASWAJA

Agama | 2021-10-21 22:52:32

Ahlussunnah wal Jamaah atau aswaja merupakan pemahaman tentang akidah yang berpedoman pada sunnah Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.

Syihab menjelaskan ada beberapa pendapat para ahli mengenai kapan awal mula munculnya istilah ahlussunnah wal Jama’ah sebagai berikut:

Pendapat pertama menyebutkan bahwa nomen klatur Ahlussunnah wal Jama’ah telah ada sejak masa Rasulullah saw. Bahkan beliau sendiri yang memunculkan istilah tersebut melalui sejumlah hadis yang diucapkan yakni hadis riwayat Abu Daud dan hadis riwayat at-Tirmidzi. Pendapat kedua menegaskan bahwa istilah Ahlussunnah wa al-Jama’ah lahir pada akhir windu kelima tahuan Hijriyah, yakni tahun terjadinya kesatuan jamaah dalam Islam, atau yang lebih dikenal dalam sejarah Islam dengan nama ‘am al-Jama’ah (tahun persatuan). Hasan ibn Ali meletakkan jabatannya sebagai khalifah, dan menyerahkannya kepada Mu’awiyah ibn Abu Sufyan dengan maksud hendak menciptakan kesatuan dan persatuan jama’ah Islam, demi menghindari perang saudara sesama Islam.

Adapun penjelasan mengenai penamaan Ahlussunnah wa al-Jama’ah adalah bahwa kata as-Sunnah secara etimologis berarti jalan atau cara. Yakni, jalan atau cara yang ditempuh oleh para sahabat maupun tabi’in dalam menghadapi peristiwa termasuk permasalahan terkait dengan penyikapan terhadap ayat-ayat mutasyabihat. Selain itu, as-Sunnah juga identik dengan hadis Nabi saw. Dengan demikian, yang dimaksud dengan Ahlussunnah adalah orang-orang yang mengakui serta mempercayai kebenaran hadis Nabi tanpa menolaknya.

Nomenklatur Ahlussunnah wa al-Jama’ah memang pada mulanya hanya terkait dengan persoalan aqidah, yang dimaksudkan untuk membedakan antara aqidah yang selamat (najiyah) dan aqidah yang sesat menyesatkan (dhalalah). Namun, nomenklatur ini selanjutnya mengalami perluasan makna hingga meliputi madzhab-madzhab fiqh, politik, dan bidang ilmu keislaman lainnya.

As Sunnah secara bahasa artinya jalan. Adapun secara istilah As Sunnah adalah ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta para sahabatnya, baik berupa keyakinan, perkataan maupun perbuatan.

Dalam hal ini Sunnah menjadi lawan dari bid’ah. Bukan sunnah dalam terminologi fikih. Karena sunnah menurut istilah fikih adalah segala perbuatan ibadah yang bila dikerjakan berpahala akan tetapi bila ditinggalkan tidak berdosa.

Maka sunnah yang dimaksud dalam istilah Ahlus Sunnah adalah seluruh ajaran Rasul dan para sahabat, baik yang hukumnya wajib maupun sunnah.

Al Jama’ah secara bahasa artinya kumpulan orang yang bersepakat untuk suatu perkara. Sedangkan menurut istilah syar’i, al jama’ah berarti orang-orang yang bersatu di atas kebenaran yaitu jama’ah para sahabat beserta orang-orang sesudah mereka hingga hari kiamat yang meniti jejak mereka dalam beragama di atas Al Kitab dan As Sunnah secara lahir maupun batin.

Ukuran seseorang berada di atas jama’ah bukanlah jumlah. Akan tetapi ukurannya adalah sejauh mana dia berpegang teguh dengan kebenaran yaitu Islam yang murni yang dipahami oleh para sahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum. Sebagaimana hal ini telah diisyaratkan oleh Rasul ketika menceritakan akan terjadi perpecahan umat ini menjadi 73 golongan, semuanya di neraka kecuali satu yaitu al jama’ah.

Sehingga hakikat Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang-orang yang berpegang teguh dengan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Sunnah para sahabatnya dan juga orang-orang yang mengikuti mereka dan menempuh jalan mereka dalam berkeyakinan, berucap dan mengerjakan amalan, demikian pula orang-orang yang konsisten di atas jalur ittiba’ (mengikuti Sunnah) dan menjauhi jalur ibtida’ (mereka-reka bid’ah).

Ahlus Sunnah wal Jama’ah memiliki sebutan lain di kalangan para ulama yaitu: Ash-habul Hadits atau Ahlul Hadits (pengikut dan pembela hadits), Ahlul Atsar (pengikut jejak salaf), Ahlul Ittiba’ (Peniti Sunnah Nabi), Al Ghurabaa’ (Orang-orang yang terasing dari berbagai keburukan), Ath Thaa’ifah Al Manshurah (Kelompok yang mendapatkan pertolongan Allah) dan Al Firqah An Najiyah (Golongan yang selamat).

Istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah sudah sering kita dengar. Banyak orang atau kelompok yang mengaku berada di atas pemahaman/manhaj Ahlus Sunnah. Terkadang timbul konflik akibat pengakuan-pengakuan tanpa bukti semacam ini. Masing-masing merasa dirinya di atas kebenaran, sedangkan kelompok lain adalah menyimpang. Diantaranya ada beberapa yang harus kita tanamkan dalam kehidupan dan diri kita.

C.Pokok Pikiran Aliran Ahlu Sunnah Wa Al-Jama’ah

1.Al-Qur’an

Al-Quran adalah sumber hukum pertama umat islam yang berisi tentang akidah, ibadah, peringatan, kisah-kisah yang dijadikan acuan dan pedoman hidup bagi umat Nabi Muhammad SAW.Oleh karena itu pada aliran ajaran atau kepercayaan Ahlu Sunnah Wa Al-jama’ah ini merujuk kepada Al-Qur’an sebagai pokok ajaran, sebab Al-Qur’an adalah pedoman terlengkap di dunia dan sepanjang masa, kitab suci yang paling diakui kemurniannya tanpa ada penambahan atau pengurangan setelah resmi diturunkan kepada Rasulullah SAW.

Al-Qur’an sendiri merupakan kitab suci yang paling sempurna jadi tak heran jika dijadikan sebagai acuan pokok pikiran ajaran islam, dan memang apa yang dibutuhkan oleh umat manusia sebenarnya memang jawabannya ada dalam Al-Qur’an, selain itu Al-Qur’an juga termasuk mukzizat yang diturunkan kepada Rasulullah SAW.

2.Hadist

Hadist adalah satu dari 4 sumber hukum Islam yang disepakati para ulama. Hadits menjadi rujukan bagi umat muslim untuk menjelaskan hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Quran. Secara terminologis, hadits dimaknai sebagai ucapan dan segala perbuatan yang dilakukan Nabi Muhammad SAW. Sedangkan secara bahasa, hadits berarti perkataan, percakapan, berbicara. Definisi hadits dikategorikan menjadi tiga, yaitu perkataan nabi (qauliyah), perbuatan nabi (fi'liyah), dan segala keadaan nabi (ahwaliyah). Sebagian ulama seperti at-Thiby berpendapat bahwa hadits melengkapi sabda, perbuatan, dan taqrir nabi. Hadits juga melengkapi perkataan, perbuatan, dan taqrir para sabahat dan Tabi'in.

Jadi setiap pengikut aliran Ahlu Sunnah Wa Al-Jama’ah pastilah menjadikan hadist sebgai pokok pikiran dan ajaran islam karena dilihat dari runtutannya yang memang berasal dari Rasulullah yang mana yang dikerjakan atau diperintah Rasulullah adalah sebuah sunnah yang memang shahih kebenarannya, namun tergantung dari hadist itu dari siapa dulu. Jika hadist itu kuat maka sanadnya bersambung yang artinya diriwayatkan oleh para penutur/rawi yang adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga muruah (kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya. Lalu para perawinya juga sudah memasuki usia baligh saat menerima hadist dan harus beragama islam. Kemudian para penerima hadist haruslah matannya tidak bertentangan serta tidak ada sebab tersembunyi atau tidak nyata yang mencacatkan hadist.

3.Qiyas

Qiyas secara bahasa memiliki arti sebagai tindakan mengukur sesuatu atas sesuatu lainnya dan kemudian disamakan. Sedangkan secara istilah qiyas diartikan sebagai menetapkan hukum terhadap sesuatu perbuatan yang belum ada ketentuannya dan didasarkan pada sesuatu yang sudah ada ketentuannya.

Sedangkan menurut Syaikh Muhammad al Khudari Beik disebutkan bahwa qiyas adalah memberlakukan ketentuan hukum yang ada pada pokok (asal) kepada cabang atau persoalan baru yang tidak disebutkan nashnya karena adanya pertautan illat pada keduanya. Imam Syafi’i diketahui menjadi sebagai mujtahid pertama yang mengemukakan dan menerapkan qiyas. Imam Syafi’i menjelaskan mengenai sejumlah patokan kaidah dan asas-asasnya. Hanya saja, mujtahid sebelumnya juga diketahui pernah menggunakan qiyas namun belum membuat rumusan patokan dan asas. Sehingga masih banyak proses penerapan qiyas yang cenderung keliru, karena memang belum ada patokan yang jelas.

Oleh sebab itu, Imam Syafi’i kemudian hadir memberi solusi dengan merumuskan sejumlah patokan dan asas, supaya penerapannya jelas dan menghindari terjadinya kesalahan. Meskipun metode dalam penerapan qiyas oleh Imam Syafi’i kemudian mendetail dengan segala asas, namun tetap dibuat praktis. Hal tersebut kemudian masih digunakan sampai sekarang dan membantu penerapan qiyas dalam keseharian umat muslim.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image