Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Arzi Kurnia

Analisis Tindak Tutur Cerpen Album Kenangan Karya Rora Rizky Wandini, M.Pd.I

Sastra | Friday, 17 Jun 2022, 15:05 WIB

Penulis

- Arzi Kurnia Kholifah ( Mahasiswa PBSI 2021 Unissula)

- Dr. Aida Azizah, S.Pd., M.Pd ( Dosen PBSI Unissula)

Album Kenanangan

“Kubuka album biru, penuh debu dan usang

Kupandangi semua gambar diri

kecil bersih belum ternoda.

Pikirku pun melayang, dahulu penuh kasih.

Teringat semua cerita orang, tentang riwayatku

Kata mereka diriku slalu dimanja

Kata mereka diriku slalu ditimang

Oh bunda, ada dan tiada dirimu kan selalu ada di dalam

hatiku”

L irik lagu tersebut selalu dinyanyikan Melina setiap kali ia merindukan sosok ‘malaikat tak bersayapnya’.Ibu yang tak pernah didengar lagi sapaannya. Ibu yang tak pernah lagi ia lihat senyum di wajahnya. Ibu yang tak pernah dapat ia peluk kembali. Ibu yang tak pernah menjadi teman ceritanya kembali.

Kejadian tersebut terjadi ketika Melina berusia dua tahun. Keluarga Melina hidup dengan harmonis dan bahagia. Kala itu, Melina baru dapat berjalan. Ibu yang selalu merawatnya dengan penuh kasih sayang. Memandikannya, menyulanginya ketika makan, mengganti popoknya ketika basah, menyanyikannya sebelum tidur. Kegiatan tersebut selalu dilakukan oleh Ibu Melina. Namun sayang, dia hanya bisa mendengarkan cerita tersebut hanya lewat tetangganya.

Pada saat berusia lima tahun, Ibu Melina meninggal dunia. Melina menjadi anak piatu tanpa seorang ibu. Kini, Melina hanya tinggal berdua dengan sosok seorang ayah yang tak pernah berhenti berjuang untuk dirinya. Setiap kali malam tiba, Melina duduk berdua dengan ayahnya.

“Ayah, wajah ibu dulu seperti apa?” tanya Melina dengan penasaran.

Ibumu dulu sosok wanita yang baik perhatian, lemah lembut, dan penuh kasing sayang. Ibumu juga cantik Nak, sama seperti dirimu” jawab ayah”.

Melina pun tersenyum, walau dalam hati ia sangat merindukan ibu dan ingin melihat wajah ibunya”.

Dua belas tahun tanpa seorang ibu, Melina menjadi sosok yang kuat dengan dukungan ayah yang tak henti-hentinya berusaha membesarkan dan memenuhi segala kebutuhannya.

Kini, Melina berusia 17 tahun dan sekarang Melina sudah memasuki masa remaja. Melina tumbuh seperti anak pada umunya. Ia cantik, baik, sama seperti ibunya. Hari ini adalah pengumuman kenaikan kelas. Melina mendapatkan juara 1 di kelas. Betapa senangnya hati Melina. Ia segera bergegas menuju ke rumah.

“Ayah, ayah, ayah!” panggil Melina dengan tergesa-gesa.

“Ya Melina, ada apa? Kok tergesa-gesa seperti itu?” tanya ayah dengan heran. Melina langsung memeluk ayahnya dengan sangat erat dan memberitahu kepada ayahnya bahwa ia mendapat juara 1 di kelas.

“Ayah, Melina mendapat juara 1,” ini semua berkat dukungan dari ayah, terima kasih ayah,” kata Melina dengan berderaikan air mata.

“Alhamdulillah, selamat ya Nak, ayah bangga padamu,” jawab ayah. Saat itu, suasana menjadi penuh dengan air mata kebahagiaan.

“Andai saja ibumu masih ada, pasti ibumu sangat senang dapat melihatku mendapatkan juara,” kata Melina dalam hati.

Melina memutar lagu “Album Kenangan” sambil melihat foto masa kecilnya dulu. Dengan suara lirih, ia menyanyikan lagu tersebut seraya meneteskan air mata. “Ibu, aku rindu, aku ingin memelukmu, aku ingin melihat wajah indahmu yang pernah kulihat dulu,” kata Melina dengan deraian air mata yang menetes di pipinya.

Setelah tiga tahun duduk di bangku SMA, hari ini adalah hari perpisahan yang mewajibkan ayah dan ibu datang ke sekolah. Seketika, Melina sedih. Pada hari bahagia itu, ibu tak berada di sampingnya.

“Selamat ya Nak, hari ini masa terakhirmu di bangku SMA dan akan melanjutkan ke jenjang lebih tinggi,” kata ayah sambil memeluk Melina.

“Terima kasih ayah, semua berkat Ayah, sehat selalu ya Ayah karena aku ingin melihat Ayah bahagia bukan hanya sampai di sini” kata Melina dengan penuh keyakinan.

Setelah lulus SMA, Melina pun melanjutkan perjalan karirnya menjadi seorang dokter. Melina lulus jurusan kedokteran dengan beasiswa full ditanggung oleh pemerintah. Melina sangat bersyukur karena mendapatkan kesempatan yang sangat luar biasa.

“Mengapa kamu memilih menjadi dokter, Nak?” tanya ayah Melina dengan penasaran.

“Melina ingin menjadi dokter karena jika Ayah sakit, Melina yang akan mengobati Ayah” jawab Melina dengan mata berkaca-kaca.

“Semoga Allah mempermudahkan segalanya ya Nak. Ayah akan selalu mendoakan yang terbaik untuk Melina,” sahut Ayah kembali.

“Jika Melina nanti menjadi dokter, Melina ingin membantu orang yang susah, Yah. Melina

akan mengobati mereka tanpa harus membayar penuh,” kata Melina dengan ayahnya.

Sekolah kuliah kedokteran dijalani Melina dengan sungguhsungguh. Akhirnya Melina menjadi dokter dan sekarang Melina telah bekerja di rumah Sakit Citra Persada.

“Ayah, hari ini adalah hari kebahagiaan yang dinanti-nanti untuk kesekian kali, dan hari ini tidak ada sosok ibu yang selalu aku impikan di sepanjang perjalananku,” kata Melina pada ayah.

“Sabar anakku sayang, ibu telah tenang di alam sana, sekarang kita doain ibu di sana. Ibu pasti tersenyum melihat Melina telah menjadi dokter,” kata ayah untuk menguatkan Melina.

Melina kembali membuka foto album kenangannya dan memasukkan segala kenangannya kembali di album tersebut. Kenangannya ketika SMA sampai menjadi dokter.

“Ini adalah sejarah dalam hidupku dan akan kuceritakan kepada anakku kelak,” kata Melina dalam hati.

Syair lagu yang masih terngiang di telinga Melina kembali dia nyanyikan bersama dengan tetesan air mata. Suara merdu nan indah terdengar kala itu. Sesekali Melina menangis, lalu Melina teringat akan ayah yang tak pernah menangis di hadapan Melina setelah banyak perjuangan dan pengorbanan yang dilakukan. Akhirnya Melina memutuskan untuk menghentikan air mata dukanya.

“Aku anak yang kuat, ada ayah yang selalu ada, aku kuat karena ayah,” kata Melina dalam hati.

Hari-hari dijalani dengan penuh syukur dan kerja keras. Usaha, doa, serta ibadah tak pernah Melina tinggalkan. Melina juga selalu berbagi dengan orang yang kurang berada.

“Ayah, Melina berangkat kerja dulu ya, ayah jangan lupa makan. Makanan ayah sudah Melina siapkan di atas meja makan” kata Melina sebelum berangkat bekerja.

“Iya Nak, hati-hati di jalan, jangan lupa berdoa” jawab ayah.

Setelah mencium tangan ayahnya, Melina pun pergi. Di rumah sakit tempatnya bertugas, selain cantik, Melina dikenal sebagai dokter yang baik dan ramah terhadap pasien.

“Selamat pagi, Dokter” salam salah satu pekerja di rumah sakit.

“Selamat pagi kembali,” jawab Melina sambil menundukkan kepalanya tanda ia menghormati orang tersebut.

Melina mengobati pasien dengan penuh kasih sayang. Pernah suatu hari, ada seorang nenek yang datang ke rumah sakit tersebut untuk mengobati cucunya yang sakit.

Dokter ! Dokter ! Tolong selamatkan cucu saya!” katam sang nenek dengan wajah diliputi kecemasan.

“Iya Nek, mohon bersabar ya Nek. Nenek bisa menunggu di luar,” sahut Melina dengan penuh kelembutan. Akhirnya, tak beberapa lama Melina selesai mengobati cucu dari nenek

tersebut.

“Nek, silakan ke bagian administrasi untuk menyelesaikan pembayaran,” kata salah seorang suster. Seketika nenek tersebut kebingungan dan duduk sembari melihat ke arah tulisan yang memuat nominal yang harus dilunasi oleh nenek tersebut. Melina keluar dari ruangan dan melihat nenek tersebut.

“Nenek kenapabersedih, ada yang bisa saya bantu, Nek?” kata Melina.

“Nenek tidak punya uang untuk melunasi biaya rumah sakit ini dok, nenek tidak tau harus mencari uang di mana” jawab nenek tersebut. Melina pun segera menolong nenek tersebut.

“Tenang saja ya Nek, saya akan melunasi semua biaya rumah sakit di sini. Nenek tak perlu membayar,” kata Melina dengan tersenyum.

“Dokter serius? Terima kasih banyak, Dok. Nenek rela disuruh apa saja asal bisa melunasi utang nenek pada Dokter,” jawab si nenek.

“Tidak perlu Nek, saya ikhlas” sahut si Melina.

“Sungguh mulia sekali dirimu, Nak. Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya pada dokter,” kata sang nenek kepada Melina.

“Aamiin, terima kasih Nek” jawab Melina dengan senyum.

Akhirnya, Melina membayar semua biaya rumah sakit nenek tersebut. Sesampainya di rumah, Melina bercerita kepada ayah tentang kejadian yang terjadi pada hari itu.

“Assalamualaikum, Ayah” sapa di Melina sambil mencium tangan ayahnya.

“Waalaikumsalam, sudah pulang, Nak” jawab si ayah.

“Sudah, Yah,” kata Melina. Setelah selesai makan bersama, Melina bercerita kepada ayahya. “Ayah, tadi ada seorang nenek yang ke rumah sakit mengobati anaknya, tapi nenek itu tak punya uang Yah” cerita Melina pada ayah.

“Lalu, kamu biarkan nenek itu, Mel?” tanya si ayah. “Tidak ayah, seperti janjiku dulu, Melina akan menolong orang yang membutuhkan pertolongan Melina. Biaya rumah sakit nenek tersebut tidak dibayar Yah” jawab Melina kepada ayahnya.

“Alhamdulillah, ayah bangga denganmu, Nak. Tetaplah berbuat kebaikan walaupun sebesar biji jara,” kata ayah kepada Melina.

Hari pun sudah malam, akhirnya Melina dan ayah beristirahat. Seperti biasanya, sebelum tidur Melina selalu membuka foto album kenangan. Rindu dan sunyi selalu Melina rasakan.

“Ibu, kini Melina telah menjadi seorang dokter, Melina ingin banget melihat ibu ada di samping Melina” kata Melina saat itu. Diputarnya kembali lagu yang biasa ia dengarkan.

Pagi pun telah tiba. Melina beraktivitas seperti biasa. Bangun lebih awal, salat malam, dan menyediakan makanan untuk ayahnya. “Bangun ayah, mari kita salat” kata Melina pada ayah. Lalu mereka salat berjamah.

Setelah bekerja selama setahun, Melina memberikan hadiah kepada ayahnya. Hadiah tersebut berupa rumah. Rumah yang selalu dinantikan dan diimpikan oleh ayah ketika ibu masih ada. Hari ini Melina memberikan hadiah tersebut untuk ayahnya. “Ayah, ini rumah untuk ayah, rumah yang ayah idamkan. Maaf ayah, Melina baru bisa memberinya pada ayah sekarang” kata si Melina pada ayah. Air mata ayah tak terbendung lagi kala itu. Dipeluknya Melina dengan erat.

“Terima kasih, Nak. Rumah ini terlalu mewah untuk ayah,” kata ayah kepada Melina. “Melina akan menemani Ayah sampai hembusan nafas terakhir Ayah. Melina akan berbakti kepada Ayah, memberikan segala kebutuhan Ayah” jawab si Melina kepada ayah.

Foto rumah baru Melina masukkan ke dalam album sejarah Melina. “Ibu, hari ini aku baru bisa memberikan rumah yang layak untuk Ayah. Melina ingin kita berkumpul bersama kembali. Kata ayah, rumah ini rumah yang Ibu impikan bersama dengan Ayah. Ibu, semoga Ibu tersenyum di sana, aku menyangimu Ibu,” kata Melina kembali dengan tangisan yang selalu tak pernah terhentikan saat Melina memandangi album kenangannya.

“Aku yang dulu selalu dimanjanya, ditimang. Kini kuhanya dapat mendengarkan semua itu dari tetangga. Kini tinggal ayah yang kupunya satu-satunya,” kata Melina. Ayah, Melina janji akanselalu bersama Ayah sampai kapan pun” ucap Melina dengan penuh janji.

Terima kasih Ayah.

Terima kasih Ibu.

I love you more...

Analisia tindak tutur dalam cerpen Album Kenangan karya Rora Rizky Wandini, M.Pd.I.

1. Tindak tutur Lokusi.

Lokusi atau lengkapnya tindak sosial adalah tindak tutur yang dimaksudkan untuk menyatakan sesuatu. Lokusi semata-mata merupakan tindak tutur atau tindak bertutur, yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan kata dan makna kalimat sesuai dengan makna kata itu dalam kamus dan makna kalimat itu menurut kaidah sintaksisnya ( Gunarwan 1994:45). Di dalam tindak lokusi tidak mempermasalahkan maksud atau fungsi tuturan.

”Ibumu dulu sosok wanita yang baik perhatian, lemah lembut, dan penuh kasing sayang. Ibumu juga cantik Nak, sama seperti dirimu” jawab ayah”.

Maksud dari tuturan ayah tersebut hanya untuk memberi tahu bagaimana perilaku ibu kepada Melina

2. Representatif, Direktif, Ekspresif, Komisif, dan Deklaratif atau Isbati

a. Resprensif

Tindak tutur representatif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya akan kebenaran atas apa yang diujarkan. Jenis tindak tutur ini kadang-kadang disebut juga tindak tutur asertif. Termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini adalah tuturan-tuturan menyatakan, menuntut, mengakui, melaporkan, menunjukkan, menyebutkan, memberikan, kesaksian, berspekulasi dsb.

- “Ibu, aku rindu, aku ingin memelukmu, aku ingin melihat wajah indahmu yang pernah kulihat dulu,” kata Melina dengan deraian air mata yang menetes di pipinya.

Dalam kalimat itu Meilina menyebutkan bahwa si Meilina ini rindu,ingin memeluk, ingin melihat ibunya.

- “Alhamdulillah, ayah bangga denganmu, Nak. Tetaplah berbuat kebaikan walaupun sebesar biji jara,” kata ayah kepada Melina.

Dalam kalimat tersebut ayah menyakatakan bahwa ia bangga kepada Melina

b. Direktif

Tindak tutur direktif, kadang-kadang disebut juga tindak tutur impositif, adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu. Tuturan-tuturan memaksa, mengajak, meminta, menyuruh, menagih, mendesak, memohon, menyarankan, memerintah, memberikan aba-aba, menantang termasuk ke dalam jenis tindak tutur direktif ini.

- “Nek, silakan ke bagian administrasi untuk menyelesaikan pembayaran,” kata salah seorang suster.

Dalam kalimat itu suster menyuruh nenek untuk datang ke bagaian administrasi untuk menyelesaikan pembayaran.

- “Iya Nek, mohon bersabar ya Nek. Nenek bisa menunggu di luar,” sahut Melina dengan penuh kelembutan.

Dalam kalimat itu Melina memohon kepada nenek untuk bersabar

- “Sabar anakku sayang, ibu telah tenang di alam sana, sekarang kita doain ibu di sana. Ibu pasti tersenyum melihat Melina telah menjadi dokter,” kata ayah untuk menguatkan Melina.

Dalam kalimat tersebut ayah berusaha untuk menyarakan Melina agar dirinya sabar dan ber maksud untuk menguatkan.

c. Ekspresif

Tindak tutur ekspresif adalah tindal tutur yang dimaksudkan penuturnya agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan di dalam tuturan itu. Fraser (1978) menyebutkan tindak tutur ekspresif dengan istilah evaluatif. Tuturantuturan memuji, menucapkan terima kasih, mengkritik, mengeluh, menyalahkan, mengucapkan selamat, menyanjung termasuk ke dalam jenis tindak tutur ekspresif ini.

- “Selamat ya Nak, hari ini masa terakhirmu di bangku SMA dan akan melanjutkan ke jenjang lebih tinggi,” kata ayah sambil memeluk Melina.

Dalam kalimat ibu ayah mencucapkan selamat kepada Melina atas kelulusannya.

- “Terima kasih ayah, semua berkat Ayah, sehat selalu ya Ayah karena aku ingin melihat Ayah bahagia bukan hanya sampai di sini” kata Melina dengan penuh keyakinan.

Dalam kalimat itu Melina mengucakpan terima kasih kepada ayah atas berkatnya ia menjadi seseorang yang sukses.

- “Terima kasih, Nak. Rumah ini terlalu mewah untuk ayah,” kata ayah kepada Melina.

Dalam kalimat itu ayah mengucapkan terima kasih kepda Melina karena sudah di hadiahkan rumah.

- ”Terima kasih Ayah.”

“Terima kasih Ibu.”

Dalam kalkimat itu Melina mengucapkan terima kasih kepada ayah dan ibunya.

Analisis prinsip percakapan dalam cerpen Album Kenangan

1. Prisip kerja sama

Kuantitas di dalam pembicaraan ini menyangkut jumlah kontribusi terhadap koherensi percakapan. Bidal ini mengarahkan kontribusi yang cukup memadai dari seorang penutur dan petutur di dalam suatu percakapan.

“Nenek kenapabersedih, ada yang bisa saya bantu, Nek?” kata Melina.

“Nenek tidak punya uang untuk melunasi biaya rumah sakit ini dok, nenek tidak tau harus mencari uang di mana” jawab nenek tersebut. Melina pun segera menolong nenek tersebut.

“Tenang saja ya Nek, saya akan melunasi semua biaya rumah sakit di sini. Nenek tak perlu membayar,” kata Melina dengan tersenyum.

“Dokter serius? Terima kasih banyak, Dok. Nenek rela disuruh apa saja asal bisa melunasi utang nenek pada Dokter,” jawab si nenek.

“Tidak perlu Nek, saya ikhlas” sahut si Melina.

“Sungguh mulia sekali dirimu, Nak. Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya pada dokter,” kata sang nenek kepada Melina.

“Aamiin, terima kasih Nek” jawab Melina dengan senyum.

Akhirnya, Melina membayar semua biaya rumah sakit nenek tersebut. Sesampainya di rumah, Melina bercerita kepada ayah tentang kejadian yang terjadi pada hari itu.

Percakapan ini meiliki prinsip kerja sama terutama ditinjau dari bidal kuantitas karena lebih hemat. Keterlibatan penutur dan mitra tutur sangat berimbang.

b. Prinsip Kesantunan

Prinsip kesantunan (politeness principle) itu berkenaan dengan aturan tentang hal-hal yang bersifat social, estetis, dan moral di dalam bertindak tutur (Grice 1991:308). Alas an decetuskannya prinsip kesantunan adalah bahwa di dalam tuturan penutur tidak cukup hanya dengan mematuhi prinsip kerjasama. Prinsip kesantunan diperlukan untuk melengkapi prinsip kerjasama dan mengatasi kesulitan yang timbul akibat penerapan prinsip kerjasama.

Gunarwan (1995:6) menegaskan bahwa pelanggaran prinsip kerjasama adalah bukti bahwa di dalam berkomunikasi lebutuhan penutur (dan tugas penutur) tidaklah untuk menyampaikan informasi saja, tetapi lebih dari itu. Di samping untuk menyampaikan amanat, kebutuhan (dan tugas) penutur adalah menjaga dan memelihara hubungan social penutur pendengar (walaupun ada peristiwa-peristiwa tutur tertentu yang tidak menuntut pemeliharaan hubungan itu). Prinsip kesantunan Lakoff (1972) berisi tiga kaidah yang harus ditaati agar tuturan itu santun. Ketiga kaidah itu adalah formalitas, ketidaktegasan, dan persamaan atau kesekawanan (Gunarwan 1992:14). Kaidah formalitas berarti “jangan memaksa atau jangan angkuh”. Konsekuensi kaidah ini adalah bahwa tuturan yang memaksa dan angkuh.

“Assalamualaikum, Ayah” sapa di Melina sambil mencium tangan ayahnya.

“Waalaikumsalam, sudah pulang, Nak” jawab si ayah.

“Sudah, Yah,” kata Melina. Setelah selesai makan bersama, Melina bercerita kepada ayahya. “Ayah, tadi ada seorang nenek yang ke rumah sakit mengobati anaknya, tapi nenek itu tak punya uang Yah” cerita Melina pada ayah.

“Lalu, kamu biarkan nenek itu, Mel?” tanya si ayah. “Tidak ayah, seperti janjiku dulu, Melina akan menolong orang yang membutuhkan pertolongan Melina. Biaya rumah sakit nenek tersebut tidak dibayar Yah” jawab Melina kepada ayahnya.

“Alhamdulillah, ayah bangga denganmu, Nak. Tetaplah berbuat kebaikan walaupun sebesar biji jara,” kata ayah kepada Melina.

Kalimat tersebut berisi penyampaian amanat, yaitu amanat yang berisi untuk saling tolong-menolong dan agar membuat orang tua bangga

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image