Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Izzatur Raihani

Analisis Pragmatik Pada Cerpen

Sekolah | 2022-07-01 19:41:08

Penulis:

1. Izzatur Raihani (Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UNISSULA)

2. Aida Azizah (Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UNISSULA)

Abstrak

Cerpen atau cerita pendek merupakan jenis karya sastra berbentuk prosa yang dibuat dari ungkapan perasaan pengarang tentang tanggapannya terhadap kehidupan, dan dengan daya imajinasinya yang dituangkan ke dalam bahasa yang indah dan tema yang kuat sehingga dapat memberikan kesan yang dalam bagi pembaca. Selain itu, cerpen atau cerita pendek bukanlah sebuah novel yang dipendekkan dan juga bukan dari novel yang belum selesai. Cerpen dapat dikatakan menarik apabila mampu mengikat pembaca untuk selalu ingin mengetahui kelanjutan alur cerita, mampu membangkitkan rasa penasaran atau ingin tahu, serta mampu mebangkitkan suspence, yakni hal yang amat penting dalam sebuah cerita fiksi. Dalam sebuah cerpen terdapat percakapan antar tokoh. Percakapan tersebut harus sesuai dengan konteks pemakainya. Oleh karena itu percakapan dalam cerpen bersifat pragmatik. Bersifat pragmatik dikarenakan dalam berkomunikasi atau interaksi seseorang tidak hanya memahami unsur bahasa, tetapi juga unsur-unsur di luar bahasa, seperti tindak tutur. Tindak tutur merupakan unsur pragmatik yang ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi situasi tertentu dan penutur yang tidak mengenyampingkan konteks lain yang menyertai pada saat tindak tutur itu berlangsung. Dalam tindak tutur juga perlu memperhatikan lima aspek, yaitu penutur dan mitra tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, tindak tutur (tindakan), dan tuturan (tindak verbal). Berdasarkan analisis pragmati pada cerpen “Matinya Seorang Demonstran” ditemukan empat jenis tindak tutur yaitu, representatif, direktif, ekspresif, dan deklarasi (Isbati).

Kata Kunci: cerpen, pragmatik, tindak tutur, representatif, direktif, ekspresif, deklarasi (isbati)

PENDAHULUAN

Cerpen atau cerita pendek merupakan karya sastra berbentuk prosa dengan mengungkapkan satu permasalahan yang ditulis secara singkat dan padat yang dibentuk dengan beberapa komponen, yakni tema, alur latar, penokohan, sudut pandang, amanat, dan gaya bahasa. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Kosasih dkk (dalam Tarsinih, 2018: 71) yang menyatakan bahwa cerpen adalah karangan pendek yang berbentuk prosa, yang didalamnya dipisahkan sepenggal kehidupan tokoh, yang penuh pertikaian, peristiwa yang mengharukan atau menyenangkan, dan mengandung kesan tidak mudah dilupakan.

Cerpen sebagai salah satu jenis karya sastra yang memaparkan kisah atau cerita mengenai manusia beserta seluk beluk melalui tulisan pendek dan singat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia cerpen berasal dari dua kata, yakni cerita yang artinya tuturan mengenai bagaimana sesuatu hal terjadi dan relatif pendek berarti kisah yang diceritakan pendek atau tidak lebih dari 10.000 kata yang memberikan kesan dominan serta memusatkan hanya pada satu tokoh saja dalam cerpen tersebut. Menurut H. B. Jassin (dalam Tarsinih, 2018: 72) menyatakan bahwa cerpen ialah sebuah cerita singkat yang harus memiliki bagian terpenting yaitu perkenalan, pertikaian, dan penyelesaian. Setiap orang memiliki pendapat yang berbeda tentang cerpen, masing-masing pendapatnta sanga baik dan memiliki perbedaan untuk itu cerpen adalah suatu karangan yang berkisah pendek dan mengandung kisah tunggal.

Selain itu, cerpen atau cerita pendek bukanlah sebuah novel yang dipendekkan dan juga bukan dari novel yang belum selesai. Cerpen dapat dikatakan menarik apabila mampu mengikat pembaca untuk selalu ingin mengetahui kelanjutan alur cerita, mamapu membangkitkan rasa penasaran atau ingin tahu, serta mampu mebangkitkan suspence, yakni hal yang amat penting dalam sebuah cerita fiksi. Menurut Abrams dalam bukunya yang berjudul A Glossary of Literary menyatakan bahwa pengertian tentang cerita sebagai sebuah kejadian sederhana dalam urtuan waktu, sedangkan Kenny (1996) mengartikan cerita sebagai peritiwa-peristiwa yang terjadi berdasarkan urutan waktu yang disajikan dalam sebuah karya fiksi. (Nuroh, 2011: 23)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa cerpen merupakan jenis karya sastra berbentuk prosa yang dibuat dari ungkapan perasaan pengarang tentang tanggapannya terhadap kehidupan, dan dengan daya imajinasinya yang dituangkan ke dalam bahasa yang indah dan imajinasi yang dalam, serta tema yang kuat sehingga dapat memberikan kesan yang dalam bagi pembaca. Cerpen dapat dikatakan juga sebagai cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk.

Seringkali dalam cerpen terdapat percakapan antar tokoh. Percakapan tersebut harus sesuai dengan konteks pemakainya, agar percakapan itu menyerupai dengan situasi nyata penggunaan bahasa. Oleh karena itu percakapan dalam cerpen bersifat pragmatik. Bersifat pragmatik dikarenakan dalam berkomunikasi atau berinterkasi seseorang tidak hanya memahami unsur bahasa, tetapi juga unsur-unsur di luar bahasa, seperti tindak tutur. Penjelasan itulah yang menunjukkan sifat pragmatik dalam cerpen.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Pengertian Pragmatik

Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa semiotik. Semiotik adalah ilmu yang mengkaji bahasa verbal, lambang, simbol, tanda, pereferensian, dan pemaknaannya dalam wahan kehidupan. Ilmu pragmatik mengkaji hubungan bahasa dengan konteks dan hubungan pemakaian bahasa dengan pemakai atau penuturnya. Kajian pragmatik itu berusaha menjelaskan bagaimana bahasa itu melayani penuturnya dalam pemakaian.

Menurut Kaswanti Purwa (dalam Wekke dkk, 2019: 35) pragmatik adalah telaah mengenai segala aspek makna yang tidak tercakup dalam teori semantik. Maksudnya makna yang dikaji cabang ilmu semantik adalah makna yang bebas konteks, sedangkan makna yang dikaji oleh cabang ilmu bahasa pragmatik adalah akan yang terkait konteks.yang dimaksud engan konteks tersebut adalah ihwal siapa yang mengatakan kepada siapa, tempat, dan waktu diutrakannya suatu kalimat, serta anggapan-anggapan mengenai yang terlibat di dalam tindakan mengutarakan kalimat.

Abdul Chaer (dalam Wekke dkk, 2019: 50) menyatakan bahwa pragmatik merupakan ilmu yang mengkaji bagaimana satuan-satuan bahasa itu digunakan dalam pertuturan dalam rangka melaksanakan komunikasi. Seringkali didapati satuan-satuan bahasa yang disajikan dalam gramatikal tidak sama maknanya daengan kalau satuan bahasa itu digunakan dalam pertuturan.

Dengan demikian pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari maksud ujaran (yakni untuk apa ujaran tersebut dilakaukn), menanyaan apa yang seseorang maksudakan dengan suatu tindak tutur, dan mengaitkan makna dengan siapa berbicara, kepada siapa berbicara, di mana, bilamana, dan bagaimana.

2. Tindak Tutur

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia tindak tutur berasal dari kata tindak yang berarti langkah perbuatan, sedangkana kata tutur berarti ucapan, kata, dan perkataan. Tindak tutur adalah perbuatan yang disampaikan melalui perkataan dan diikuti dengan kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dijelaskan juga oleh Semi (dalam Wiranty, 2015: 295) bahwa dalam sebuah peristiwa atau kejadian, maka dalam tindak tutur orang lebih memperhatikan makna atau arti tindak dalam tuturan tersebut.

Menurut Sumarsono (dalam A’yuni & Parji, 2017: 7) menyatakan bahwa tindak tutur merupakan perngkat terkecil dalam jenjang, yang mana merupakan derajat paling sederhana dan sekaligus paling sulit. Austin juga mengatakan bahwa mengucapkan sesuatu adalah melakukan sesuatu, disituah terjadi tindak tutur. Bahasa dapat digunakan untuk membuat kejadian atau peristiwa.

Tindak tutur adalah cabang ilmu yang mengkaji bahasa dari aspek aktualnya. Menurut Chaer (dalam Akbar, 2018: 27) menyatakan bahwa tindak tutur merupakan unsur pragmatik yang melibatkan pembicara dan pendengar atau penulis dan pembaca serta hal yang dibicarakkan, tentu saja tanpa mengenyampingkan konteks lain yang menyertai pada saat tindak tutur itu berlangsung. Dari segi penutur dapat dilihat bahwa bahasa itu berfungsi personal atau pribadi (fungsi emotif). Maksudnya, si penutur menyatakan sikap terhdapa apa yang dtuturkannya. Si penutur tidak hanya mengungkapan emosi lewat bahasa, tetapi juga memperlihatkan emosi itu sewaktu menyampaikan tuturannya. Dalam hal ini, dari sudut pendengar juga menduga paah si pehtur sedih, marah, atau gembira.

Dengan demikian dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa tindak tutur adalah unsur pragmatik yang bersifat psikologi dan ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Jenis-jenis tindak tutur antara lain: (1) konstatif dan performatif; (2) lokusi, ilokusi, dan perlokusi; (3) representatif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklarasi atau isbati; (4) langsung, tidak langsung, harfiah, dan tidak harfiah.

3. Identitas dan Sinopsis Cerpen

Judul Buku: Karma Tanah dan Cerita Lainnya (Kumpulan Cerpen Kompas 2014)

Judul Cerpen: Matinya Seorang Demonstran

Nama Penulis: Agus Noor

Penerbit: Kompas

Tahun Terbit: 2015

Halaman: 25-32

Link: https://en.id1lib.org/book/6064858/5bf620

Sinopsis

Dulu ketika Ratih sedang kuliah di salah satu kampus di Indonesia. Saat itu Ratih menjalani hubungan dengan dua laki-laki yang memiliki pandangan yang berbeda, yaitu Eka dan Arman. Eka merupakan mahasiswa yang gemar menulis. Eka seringkali mengkritik pemerintah pada masa itu, yang kemudian dia tuangkan ke dalam tulisan naskah drama dan juga melalui demontarsi turun ke jalan bersama kawan-kawan mahasiswanya. Pada saat bersama dengan Eka, Ratih seringkali diajak ke acara-acara diskusi, pembacaan puisi, pameran lukisan, bahkan sampai larut malam hanya dengan menghabiskan sepoci teh di warung deket kampus.

Sedangkan Arman merupakan mahasiswa ekonomi yang sefakultas dengan Ratih. Ratih sudah menjadi pacar Arman selama dua tahun. Arman adalah seorang yang selalu tidak ingin ketinggalan baju-baju yang sedang populer pada saat itu. Bersama dengan Arman, Ratih seringkali diajak jalan ke kafe, diskotik, atau tempai ramai-ramai karokean dengan kawan-kawan gaulnya. Arman juga selalu pamer pangkat pekerjaan kedua orangtuanya, ayahnya adalah purnawirawan Kolonel Angkatan Darat.

Ketika menjalani dua hubungan yang berbeda Ratih seringkali bertanya pada dirinya sendiri, kenapa ia bisa menyukai dua laki-laki itu? Mungkin karena bersama dengan Arman ia menikmati hidup. Sementara dengan Eka ia merasa ada sesuatu yang harus diperjuangkan dalam hidup.

4. Analisis Pragmatik pada Cerpen

Berdasarkan analisis pragmatik pada cerpen yang berjudul Matinya Seorang Demonstran ditemukan lima jenis tindak tutur, yaitu: (a) Representatif merupakan tindak tutur yang mengikat penuturnya akan kebenaran atas apa yang diujarakan. Jenis tuturannya adalah menyatakan, mengakui, melaporkan, menunjukkan, dsb; (b) Direktif merupakan tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan dalam tuturan tersebut. Jenis tuturannya adalah memaksa, mengajak, mendesak, dsb; (c) Ekspresif (evaluatif) merupakan tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam tuturan tersebut. Jenis tuturannya adalah mengkritik, memuji, menyalahkan, dsb; (d) Deklaratif (isbati) merupakan tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk mrnciptkan hal (status keadaaan) yang baru. Jenis tuturannya adalah mengesahkan, melarang, memutuskan, dsb.

a) Tindak Tutur Representatif

Bentuk Tindak Tutur Reprsentif Menunjukkan

Menunjukkan merupakan tindak tutur yang bermaksud untuk memberitahukan seuatu atau memperlihatkan kebenaran atas apa yang diujarakan penutur kepada mitra tutur.

Arman selalu pamer pangkat orang tuanya. “Orang-orang seperti ayahkulah yang memiliki negara ini,” kelakar Arman yang kerap diulangnya dengan nada bangga. (MSD, 2015: 29)

Dari kutipan cerpen tersebut memperlihatkan bahwa tokoh Arman sebagai penutur menunjukkan suatu kebenaran atas apa yang diujarakan kepada mitra tuturnya, yakni tokoh Ratih bahwa orang-orang yang mempunyai ayah yang berpangkat seperti tokoh Armanlah yang pantas memiliki negara, serta terlihat juga bahwa tokoh Arman menunjukkan sikap pamer kepada mitra tuturnya, yaitu tokoh Ratih. Konteks tuturan itu disampaikan oleh tokoh Arman kepada tokoh Ratih ketika mereka sedang mengobrol. Penutur ingin menujukkan betapa pengaruhnya pangkat orang tua terhadap peluang memiliki negara.

Seringkali malah hanya jalan kaki, menuyusuri jalanan tanpa tujuan “Jalan kaki ini bukan perkara idologi,” kata Eka, “tapi karena aku tak punya mobil.” Terdengar sinis seperti biasa. (MSD, 2015: 29)

Kutipan cerpen diatas merupakan tuturan dari penutur tokoh Eka kepada mitra tuturnya tokoh Ratih, yang menujukkan kebenaran atas ujarannya bahwa jalan kaki bukan perkara idologi melainkan karena Eka tidak mempunyai mobil. Konteks tuturan tersebut terjadi ketika penutur dan mitra tutur sedang berjalan kaki.

Bentuk Tindak Tutur Representatif Menyatakan

Menyatakan merupakan tindak tutur yang bermaksud untuk menerangkan atau menjelaskan suatu kebenaran atas apa yang diujarakan penutur kepada mitra tutur.

“Pertama mesti kutegaskan,” katanya. “Aku sengaja datang malam Jumat, karena tahu, malam Minggu kamu sudah milik orang lain. Aku taj berhak mengganggunya. Seseroang yag bahagia adalah seseorang ang diberi kesempatan memilih dalam hidup. Maka aku memberimu kesempatan, agar kamu bisa memilih sendiri kebahagiaanmu. Tak peduli, apakah bagimu nantina aku pilihan kedua atau pertama.” (MSD, 2015: 28)

Kutipan cerpen diatas merupakan tuturan yang disampaikan penutur yakni Tokoh Eka kepada mitra tutur, yakni tokoh Ratih. Tuturan tersebut dimaksudkan untuk menyatakan kebenaran atas apa yang diujarakannya bahwa Eka sengaja datang malam Jumat karena dia telah mengetahui bahwa malam Minggu Ratih sudah bersama orang lain. Eka juga menyatakan bahwa dia memberikan kesempatan kepada Ratih untuk memilih sendiri kebahagiaanya. Konteks tuturan itu terjadi ketika Eka datang pertama kali ke rumah Ratih pada malam Jumat dengan membawa martabak.

Bentuk Tindak Tutur Representatif Melaporkan

Menyebutkan merupakan tindak tutur yang bermaksud untuk menyampaikan atau memberitahukan apa yang telah dilakukan penutur akan kebenaran atas apa yang diujarakannya kepada mitra tutur.

“Kekuatan manusia bukan pada tubuhnya, tapi jiwanya,” kata Eka. “kau sudah baca novel Jalan Tak ada Ujung Mochtar Lubis? Pada akhirnya Hazil yang muda, bersemangat, dan tampak kuat yang mampu bertahan oleh siksaan. Tapi Guru Isa yang tua, kelihatan lemah dan impotent.” (MSD, 2015: 31)

Kutipan cerpen diatas menunjukkan tokoh Eka sebagai penutur melaporkan kepada mitra turunya tokoh Ratih berdasarkan cerita novel Jalan Tak ada Ujung karya Mochatr Lubis bahwa kekuatan manusia bukan pada tubuhnya, tapi jiwanya. Serta memberitahukan juga bahwa tokoh Hazil yang muda, bersemangat, dan tampak kuat pada novel tersebut pada akhinya yang mampu bertahan oleh siksaan, tapi tokoh Guru Isa yang tua, kelihatan lemah, dan impotent. Konteks tuturan tersebut terjadi pada malam hari ketika mitra tutur menginap di kamar kost penutur dan mencemaskan apa yang akan terjadi dengan penutur.

Bentuk Tindak Tutur Representatif Mengakui

Mengakui merupakan tindak tutur yang bermaksud untuk mengakui akan kesalahan, status, kebenaran, dan sebagainya atas apa yang diujarakan penutur kepada mitra tutur.

Ratih kemudian tahu, Eka seorang penulis. Mungkin itu sebabnya dia cenderung penyendiri. “Aku kurang flamboyan sebagai aktivis,” katanya tertawa. (MSD, 2015: 27)

Kutipan cerpen diatas memperlihatkan penutur, yaitu tokoh Eka yang mengakui bahwa dia kurang flamboyan sebagai aktivis kepada mitra tuturnya, yakni tokoh Ratih. Konteks tuturan itu terjadi setelah Ratih mengetahui bahwa Eka merupakan seorang penulis dan mungkin sebabnya Eka cenderung penyendiri.

b) Tindak Tutur Direktif

Bentuk Tindak Tutur Direktif Mengajak

Mengajak merupakan tindak tutur untuk mengarahkan seseorang atau lebih untuk mengikuti ajakannya atau membawa serta. Hal tersebut diujarakan penutur kepada mitra tutur.

“Secepatnya kita harus melakukan lobby untuk membebaskan kawan-kawan kita.” (MSD, 2015: 30)

Kutipan cerpen diatas menunjukkan ujaran penutur yang dimaksudkan agar mitra tuturnya untuk segera melakukan hal baru, yakni mengajak mitra tutur melakukan lobby untuk membebaskan kawan-kawan mereka. Konteks tuturan itu terjadi pada saat pertemuan di rumah kontrakan di Gang Rode yang sering dijadikan tempat pertemuan rapat gelap. Diadakannya pertemuan itu karena mendengar informasi mengenai kawan-kawan mereka yang disekap di Kodim. Pertemuan itu dihadiri oleh Eka, Daulay, Ata, Toriq, Maria, Ratih dan beberapa teman lainnya.

c) Ekspresif/evaluatif

Bentuk Tindak Tutur Ekspresif Menyalahkan dan mengkritik

Menyalahkan merupakan tindak tutur untuk menyatakan, memandang atau menganggap salah mitra tutur yang diutrakan oleh penutur. Sedangkan mengkritik merupakan tindak tutur untuk mengevalusia atau menilai sesuatu yang diujarakan oleh penutur kepada mitra tutur.

Sementara itu Arman mulai terang-treangan menunjukkan ketidaksukaannya. “Jangan dikira aku tak tahu hubunganmu dengan Eka,” katanya. “Peresetan dengan politik! Tapi pada akhirnya aku yakin, kamu akan memilih aku. Terlalu berisiko kamu hidup dengan Eka. Pertama, kamu akan menderita. Kedua, kamu cepat jadi janda. Eka pasti akan mati diculik atau diracun. Karena begitulah nasib aktivis.” (MSD, 2015: 31)

Kutipan cerpen diatas menunjukkan tokoh Arman sebagai penutur menyalahkan dan mengkritik mitra tuturnya tokoh Ratih. Hal tersebut dimaksudkan agar tokoh Ratih mengartikan ujarannya sebagai evaluasi atau mempertimbangkan bahwa jika Ratih memilih Eka terlalu berisiko hidupnya, Ratih akan menderita, dan menjadi janda. Eka juga akan mati atau diracun karena seperi itulah nasib seorang aktivis. Konteks tuturan tesebut terjadi ketika tokoh Arman sudah mengetahui mengenai hubungan Ratih dengan Eka.

Bentuk Tindak Tutur Ekspresif Menyalahkan

Menyalahkan merupakan tindak tutur untuk menyatakan, memandang atau menganggap salah mitra tutur yang diutrakan oleh penutur.

“Biar intel militer kayak kamu yang urus!” Seseorang menggebarak meja. Ratih tak melihat jelas siapa. Ia agak sembunyi di belakang Eka. (MSD, 2015: 30)

Kutipan cerpen diatas menunjukkan penutur menyalahkan mitra tutur bahwa mitra tutur yang seperti intel militer saja yang mengurus. Tuturan tersebut juga dimaksudkan sebagai penilaian atau evaluasi bagi mitra tutrnya. Konteks tuturan tersebut terjadi ketika pertemuan diadakan di rumah kontrakan di Gang Rode yang merupakan tempat pertemuan (rapat gelap-istilah mereka) mahasiswa aktivis. Dikarenakan mendengar berita mengenai delapan kawan mahasiswa yang diciduk aparat, kabarnya mereka disekap di Kodim.

Bentuk Tindak Tutur Ekspresif Memuji

Memuji merupakan tindak tutur untuk memberikan pengakuan atas rasa kekaguman, penilaian dan penghargaan yang tulus kepada mitra tutur.

“Kalau perempuan semanis kamu tidak punya pacar, pasti ada yang salah pada selera semua laki-laki di dunia ini.” (MSD, 2015: 28)

Kutipan cerpen diatas menunjukkan Eka sebagai penutur yang dimaksudkan ujarannya sebagai penilaian dalam artian memuji terhadap mitra tuturnya mitra tuturnya, yakni Ratih. Bahwa Ratih adalah perempuan yang manis, mana mungkin tidak mempunyai pacar, kalaupun Ratih tidak mempunyai pacar pasti ada yang salah dengan selera laki-laki di dunia ini. Konteks tuturan itu terjadi ketika Eka pertama kali datang ke rumah Ratih pada malam Jumat.

d) Tindak Tutur Deklaratif (Isbati)

Bentuk Tindak Tutur Deklarasi Melarang

Melarang merupakan tindak tutur untuk memerintahkan mitra tutur supaya tidak melakukan sesuatu. Dapat dikatakan juga sebagai tindak tutur yang tidak memperbolehkan mitra tutur untuk berbuat sesuatu.

Ibu pun sudah mulai tak suka setiap kali Eka datang ke rumah. Berita-berita demonstrasi di televisi membuat ibu melarangnya pergi. (MSA, 2015: 31)

Kutipan diatas menunjukkan penutur, yaitu Ibu yang dimaksudkan ujarannya sebagai ciptaan hal baru yang melarang mitra tuturnya, yakni Ratih untuk tidak pergi karena berita-berita demontasi di televisi. Konteks tuturan itu terjadi ketika penutur dan mitra tutur sedang dalam kondisi waspada karena berita demosntarasi pada saat itu dan berlagsung di rumah.

PENUTUP

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan, bahwa dalam cerpen yang berjudul “Matinya Seorang Demosntran” ditemukan jenis tindak tutur, antara lain: (a) Representatif merupakan tindak tutur yang mengikat penuturnya akan kebenaran atas apa yang diujarakan, dengan jenis tuturannya adalah menyatakan, mengakui, melaporkan, dan menunjukkan; (b) Direktif merupakan tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan dalam tuturan tersebut dengan jenis tuturannya adalah mengajak; (c) Ekspresif (Evaluatif) merupakan tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam tuturan tersebut dengan jenis tuturannya adalah mengkritik, memuji, dan menyalahkan; (d) Deklaratif (Isbati) merupakan tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk menciptakan hal (status keadaaan) yang baru dengan jenis tuturannya adalah melarang.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Syahrizal. (2018). Analisis Tindak Tutur pada Wawancara Putra Nababan dan Presiden Portugal (Kajian Pragmatik). SeBaSa: Jurnal Penididikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 1 (1), hlm 27-38

A’yuni, Nia Binti Qurota dan Parji. (2017). Tindak Tutur Ilokusi Novel Surga Yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia (Kajian Pragmatik). Linguista: Jurnal Ilmiah Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya, 1 (1), hlm 6-11

Karma Tanah dan Cerita Lainnya (Kumpulan Cerpen Kompas 2014). (2015). Kompas: Jakarta diakses pada tanggal 31 Mei 2022 dari https://en.id1lib.org/book/6064858/5bf620

Nuroh, Ermawati Zulikhatin. (2011). Analisis Stiistika dalam Cerpen. Pedagogia: Jurnal Pendidikan, 1 (1), hlm 21-34

Tarsinih, Eny. (2018). Kajian Terhadap Nilai-Nilai Sosial dalam Kumpulan Cerpen “Rumah Malam Di Mata Ibu” Karya Alex R. Nainggolan sebagai Alternatif Bahan Ajar. Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 3 (2), hlm 70-81

Wiranty, Wiendi. (2015). Tindak Tutur dalam Wacana Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata (Sebuah Tinjauan Pragmatik). Jurnal Pendidikan Bahasa, 4 (2), hlm 294-304

Wekke, Ismail Suardi dkk. Studi Naskah Bahasa Arab: Teori, Konstruksi, dan Praktik. Yogyakarta: Penerbit Gawe Buku. Tersedia dari https://www.researchgate.net/profile/Ismail-Wekke/

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image