Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Efifa Chamalia

Pandemi, Guru Pintar Murid Tertinggal

Guru Menulis | Thursday, 21 Oct 2021, 12:00 WIB

Pandemi benar-benar menjauhkan generasi bangsa pada kebaikan. Pembelajaran tatap muka yang selama ini saja masih serasa kurang, harus berganti dengan pembelajaran dalam jaringan atau yang biasa disebut daring. Tidak sedikit generasi bangsa yang hancur oleh keadaan ini. Dua tahun mengalami masa pelik oleh serangan ganas corona virus disies dunia pendidikan tak lagi menjadi wadah menimba ilmu seperti dulu. Tidaklah sama pembelajaran online yang diberikan guru dengan batasan-batasan waktu dan banyaknya kendala yang harus dihadapi baik guru maupun peserta didik dengan pembelajaran tatap muka.

Selama kurang lebih 17 tahun menjadi guru sekolah dasar saya menyadari betul bahwa intensitas pertemuan antara guru dengan peserta didik sangatlah mempengaruhi pola pikir peserta didik dalam menerima pelajaran. Terlebih dalam menanamkan karakter budi pekerti pada peserta didik yang masih membutuhkan beragam kasih sayang. Peserta didik sekolah dasar tidak sama dengan peserta didik sekolah menengah pertama atau atas. Mereka membutuhkan sosok ibu, bapak, nenek, kakek bahkan teman sebaya yang biasa diperankan sekaligus oleh gurunya.

Hal tersebut banyak tidak disadari oleh beberapa pihak. Keadaan memaksa mereka tidak mendapatkan hak mereka untuk belajar di sekolah. Anak-anak yang tidak sekolah banyak menghabiskan waktu dengan bermain game. Sedangkan anak-anak yang tidak memiliki android banyak menghabiskan waktu bermain di luar rumah bahkan ada yang ngelem dan lain sebagainya. Tidak jarang pula ada yang ikut orang tuanya berjualan di pasar hingga larut malam. Kehidupan keras dan kasar di pasar pun menjadi pelajaran baru yang mereka dapat setiap hari. Adab prilaku sopan dan santun yang harusnya mereka dapatkan berganti caci maki candaan yang tak patut untuk mereka tirukan.

Beberapa minggu terakhir kebijakan untuk mempertemukan siswa dengan gurunya hadir bagaikan oase di gurun pasir. Semua pihak menyambut dengan antusias, terutama orang tua murid yang telah lelah menjerit menyambi kerja mengasuh dan mengajar anaknya dengan berbagai jenjang. Namun kebijakan tersebut menimbulkan permasalahan baru yang lagi-lagi tidak disadari betapa merepotkan dan melelahkan banyak pihak. Jadwal masuk siwa yang di bagi menjadi beberapa bagian seperti menjadi shift 1, 2 dan 3 sangat mengacaukan schedule jam kerja para orang tua mengingat jadwal terkadang tidak sesuai dengan waktu kerja ataupun waktu istirahat. Kebijakan tatap muka terbatas dengan jam belajar hanya kurang lebih 3 sampai 4 jam saja sedangkan untuk siswa sekolah dasar hanya sekitar 2,5 jam pertemuan.

Kurun waktu yang teramat singkat tersebut tentu saja tidak sesuai dengan efektivitas pembelajaran yang harusnya diberikan kepada siswa. Kurikulum darurat dengan materi essential saja yang diberikan kepada peserta didik mengingat tatap muka terbatas ini hanyalah uji coba karena dikhawatirkan adanya klaster penyebaran corona virus diesies 2019 yang masih meraja lela.

Selama pandemi banyak kegiatan-kegiatan online yang bisa diikuti oleh tenaga pendidik untuk menambah wawasan dan mengembangkan pengetahuannya baik di bidang Pendidikan maupun dibidang digitalisasi yang semakin marak. Tak sedikiti guru menjajal kemampuan IT mereka dengan mengikuti berbagai workshop dan pelatihan. Guru semakin cemerlang dengan berbagai kegiatan positif yang mereka ikuti guna mengisi kegiatan selepas mengajar daring ataupun tatap muka terbatas. Sedangkan murid semakin tertinggal dari segala bentuk didikan, karakter insan berbudi pekerti yang harusnya mereka miliki semakin terancam punah dan menghilang.

Banyak peserta didik yang semakin tertinggal dari ilmu pengetahuan dan adab tetapi tetap maju dari ilmu kemajuan teknologi. Mereka mampu mengikuti semua kecanggihan teknologi namun karena kurangnya pengawasan dan kurangnya bimbingan bisa mengikis nilai-nilai moral dan etika yang telah diterapkan selama ini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image