Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Adeummunasywah Adeummunasywah

Jangan putus asa

Eduaksi | Thursday, 16 Jun 2022, 07:32 WIB

Jangan putus asa

Oleh : Heni Nuraeni

Ada sebuah nasyid ,dimana bagian dari satu lirik nasyid "Bangkitlah Negeriku". Lirik ini merupakan harapan untuk negeri ini.

Problematika negeri ini memang tak kunjung membaik. Masih terus begini dan begitu. Korupsi masih menjadi tradisi, kriminalitas jadi berita sehari-hari, masalah sosial juga ada hampir tiap hari, ekonomi yang terpuruk bikin ngeri. Belum lagi ketidakadilan hukum dipertontonkan dengan sangat telanjang. Banyak orang tahu bahwa itu salah, tetapi penegak keadilan tak peduli. Kadang kita bertanya, masihkah ada harapan bagi negeri kita untuk bangkit kembali?

Seharusnya sebagai muslim jangan putus asa. Negeri ini sudah melalui berbagai peristiwa dan perjuangan para penduduknya. Mayoritas para pejuangnya, tentu saja yang muslim. Para ulama dan santri yang paling gigih dalam berjuang membela rakyat dan mempertahankan kedaulatan negeri ini dari upaya penindasan para penjajah. Namun, kini para ulama malah dihina dan dipersekusi para pemimpin negeri sendiri. Tentu, ada yang perlu dipertanyakan, diselidiki, dicari akar penyebabnya.

Kehidupan itu ibarat berada di roda pedati, kadang di bawah dan kadang di atas. Maksud “di atas” dalam kalimat itu untuk menggambarkan kehidupan yang enak dan senang. Sementara “di bawah” adalah diksi alias pilihan kata untuk menggambarkan kehidupan kita yang tengah dilanda kesempitan hidup dan kesusahan.

belajar memahami kenyataan ini akan lebih terasa kalau terjun dan terlibat di dalamnya. Ibarat berenang, pasti bisa merasakan bahwa renang itu lelah dan berat, tetapi sekaligus menyenangkan kalau sudah bisa, tentunya setelah berenang di kolam dan langsung belajar renang.

Kalau hanya teori saja tanpa praktik, tentu aktivitas renang tidak bisa dihubungkan untuk memahami sebuah kenyataan yang di rasakan. Termasuk dalam kehidupan sosial yang di jalani.

Insya Allah , kalau sudah di jalani kehidupan ini , bakalan merasakan bagaimana sejatinya hidup. Kita akan dapetin pengalaman bahwa kehidupan ini bisa dijadikan sarana untuk belajar memahami kenyataan hidup. Sehingga kita nggak terus menerus kecewa jika gagal, tapi sebaliknya akan berusaha untuk membenahi kehidupan kita agar lebih baik lagi. Begitu pula kita nggak akan merasa nyantai dan terlena kalau kebetulan dalam hidup ini merasakan kesenangan, sebab suatu saat pasti akan ada ‘jatuhnya’.

Kalau kita mau membaca kisah hidup Muhammad Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, kayaknya kita bakalan terharu deh. Gimana nggak, saat beliau masih dalam kandungan ibunya, ayahnya sudah meninggalkan beliau selama-lamanya. Kemudian di masa kanak-kanak, saat butuh kasih sayang ibunya, beliau pun harus kehilangan ibunda tercintanya untuk selama-lamanya. Kalo mau ngukur kehidupan dengan untung-rugi menurut pikiran kita, rasa-rasanya kehidupan seperti itu sangat membuat kita menderita.

Namun, masa kecil Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam sungguh sangat patut untuk kita teladani. Beliau yang oleh Allah Ta’ala sudah dipilih menjadi utusan-Nya di muka bumi ini nggak nunjukkin rasa minder atau lemah. Sebelum menjadi Nabi dan Rasul pun, beliau sudah berbudi pekerti baik ketimbang penduduk kabilah Quraisy pada umumnya. Kamu bisa baca lebih detil tentang kehidupan Muhammad Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam di buku-buku shirah tentang beliau.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya adalah orang-orang yang tak kenal lelah untuk berjuang dan membela Islam. Kita bisa menyaksikan bagaimana perjuangan mereka dalam membela Islam. Sebagai contoh, Kamu sudah pernah dengar nama Abdullah Ibnu Umar kan? Nah, beliau ini patut kita contoh dalam hidup kita. Di usianya yang menginjak 13 tahun, sudah punya keingin ikut berjihad bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersama al-Barra’ ngotot ingin berperang bersama pasukan Rasulullah dalam perang Badar, namun oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam ditolak karena masih kecil. Tahun berikutnya pada perang Uhud, beliau tetap ditolak, hanya al-Barra’ yang boleh ikut. Barulah keinginannya yang tak tertahankan itu terpenuhi pada saat perang Ahzab, Rasul memasukkannya ke dalam pasukan kaum muslimin yang akan memerangi kaum musyrikin (Shahih Bukhari jilid VII, hlm. 226 dan 302).

Sekarang, dalam kehidupan kita saat ini yang tenteram (untuk sebagian orang), bukan berarti semangat juang kita lemah. Memang sih, kita masih bisa tenang melaksanakan shalat. Nggak ada yang melarang. Namun, para ulama dan ustaz yang dianggap kritis kepada rezim negeri ini, ditangkapi dan dibui. Para aktivis Islam udah kenyang di-bully dengan ujaran kebencian dari orang kafir dan munafiq. Sebagian besar dari kamu bisa jadi belum merasakan beratnya perjuangan karena masih asyik dengan drakor dan musik yang melenakan, masih nyantai di media sosial yang dijadikan sekadar hiburan, bukan sarana dakwah. Ketahuilah, jika kita nggak peduli dengan kondisi kaum muslimin yang lain, sebenarnya siapa kita?

Memang sih, kita beda kelas dengan para ustaz dan ulama serta para aktivis dakwah lainnya yang diburu, ditangkap, dibui, bahkan ada yang dibunuh. Mereka sudah terbiasa terjun dalam kerasnya perjuangan dan ikhlasnya perjuangan menegakkan Islam. Namun, kita jangan abai .Tetap wajib peduli. Bila belum bisa berjuang seperti mereka, setidaknya jangan ikut-ikutan memberikan penilaian buruk terhadap mereka. Jangan menghalangi dakwah mereka. Jangan pula malah malas belajar Islam dan bahkan minder jadi muslim.

Lalu apa yang harus kita lakukan saat ini, apalagi dengan bekal minim, baik ilmu maupun amal?

Sebagai muslim sejatinya yang bisa dilakukan pada saat ini adalah bagaimana berupaya untuk belajar Islam, memahaminya, mengamalkannya dalam kehidupan, dan berusaha untuk menyampaikannya lagi kepada saudara kita yang lain melalui jalan dakwah. Inilah tugas kita saat ini yang memerlukan semangat juang yang terinspirasi dari perjuangan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Harapan itu masih ada.

Hidup ini harus optimis. Susah dan gagal itu biasa. Tetapi berusaha terus agar bisa senang dan berhasil, itu luar biasa. Sebagai muslim, tentu harus lebih optimis dalam hidup di dunia ini, karena akan menikmati kehidupan di akhirat yang kekal di surga-Nya jika kita banyak berbuat baik sesuai ajaran Islam dalam hidup ini.

Jika saat ini sebagian dari saudara kita dituduh dan difitnah, bahkan ditangkapi, dibui, bahwa korban nyawa, jangan takut dan jangan lemah untuk tetap berjuang dan membela Islam. Kita tetap di barisan para pejuang dan pembela Islam. Ikhlaskan niat, maksimalkan ikhtiar. Harapan itu masih ada. Harapan untuk menegakkan Islam di negeri ini dan di bumi ini.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS Ali Imran [3]: 139)

Yuk, raih masa depan kehidupan kita di dunia, juga di akhirat . Yakinlah bahwa menjadi aktivis dakwah itu mulia. Meski banyak kendala, yakinlah bahwa harapan untuk menjadi lebih baik terbuka lebar. Islam yang diperjuangkan insya Allah akan menang. Ya, harapan itu masih ada.

Wallahu'alam

 

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image