Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Siti Mushlihatul Khilda

Masa Depan Demokrasi Indonesia: Masihkah Kita Bisa Optimis?

Politik | 2025-06-27 18:29:52

Reformasi 1998 pernah jadi titik balik besar dalam sejarah bangsa. Saat itu, Indonesia memulai era baru: demokrasi. Ada harapan besar bahwa rakyat akan lebih bebas bersuara, berpartisipasi, dan memilih pemimpinnya secara adil. Dua dekade lebih berlalu, namun pertanyaannya kini: apakah demokrasi kita makin kuat, atau justru sedang mundur pelan-pelan?

Pemilu 2024 dan Realita Partisipasi

Pemilu 2024 baru saja lewat. Data dari KPU menunjukkan partisipasi pemilih mencapai 81,5%. Sekilas, angka ini terlihat cukup tinggi dan membanggakan. Tapi jika dibandingkan dengan Pemilu 2019 (82%), terjadi sedikit penurunan. Di balik angka tersebut, tersimpan kegelisahan. Banyak yang hadir di TPS, tapi tak sedikit pula yang datang hanya sekadar menggugurkan kewajiban, bukan karena merasa terlibat secara bermakna dalam proses demokrasi.

Fenomena ini bisa jadi cerminan dari kelelahan publik terhadap wajah politik yang itu-itu saja. Polarisasi, ujaran kebencian, politik uang, dan hoaks masih merajalela di tengah masyarakat. Bahkan, Bawaslu mencatat ribuan pelanggaran selama masa kampanye. Ironisnya, semua ini terjadi di tengah era digital yang seharusnya membuat informasi makin terbuka dan transparan.

Kemunduran Kebebasan Sipil

Di luar pemilu, kondisi kebebasan sipil juga patut jadi perhatian. Laporan Freedom House 2024 masih menempatkan Indonesia sebagai negara "partly free". Banyak warganet yang dijerat UU ITE hanya karena mengkritik kebijakan atau tokoh publik. Ruang publik yang semestinya jadi wadah aspirasi rakyat malah jadi arena penuh sensor dan intimidasi.

Dominasi kekuasaan eksekutif pun makin terasa. Banyak keputusan strategis diambil tanpa pengawasan memadai dari parlemen, yang justru sering terlihat lebih sibuk menjaga harmoni politik ketimbang mengontrol jalannya pemerintahan. Keputusan kontroversial Mahkamah Konstitusi soal batas usia calon presiden pada Pemilu 2024 jadi contoh bagaimana kekuasaan bisa merembes ke lembaga-lembaga yang seharusnya independen.

Cahaya dari Generasi Muda

Meski demikian, tidak semua berita tentang demokrasi itu kelam. Generasi muda menunjukkan geliat baru. Mereka aktif menyuarakan pendapat lewat media sosial, turun ke jalan, membuat konten edukatif, hingga ikut memantau jalannya pemilu. Ini adalah modal sosial penting yang tak boleh disia-siakan. Tapi tentu, dukungan dari negara tetap dibutuhkan, terutama dalam bentuk pendidikan politik yang kuat dan merata.

Demokrasi, Tanggung Jawab Kita Semua

Demokrasi bukan cuma soal datang ke TPS tiap lima tahun. Ia hidup dalam keseharian: dalam kebebasan berbicara, dalam kebijakan publik yang transparan, dan dalam partisipasi warga yang kritis. Jika pemerintah serius ingin memperkuat demokrasi, maka perlindungan kebebasan sipil, penegakan hukum yang adil, serta pemberdayaan warga harus jadi agenda utama.

Tantangan ke depan memang besar. Tapi selama masih ada suara rakyat yang mau bersuara, masih ada harapan bahwa demokrasi Indonesia belum habis. Kini, tinggal kita—pemerintah, media, dan warga—mau tetap terlibat atau membiarkannya perlahan pudar.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image