Sekadar Identitas? Agama bukan KTP
Gaya Hidup | 2022-06-15 21:46:30"Emang pengaruh kalau agamanya apa? Pengaruh di hidupmu? Kalau Kristen kenapa? Kalau Islam kenapa? Kalau agama lain kenapa?" ujarnya. Serentetan kalimat ini terlontar dari lisan seorang publik figur yang gaya bicara dan tingkah lakunya kental dialek Jawa. Penyanyi yang berangkat dari profesi pesinden, ketika ditanya nitizen apa agama anda.
Miris, dengan pongahnya ia bertanya pengaruh apa agamaku di hidupmu? Sebab tak pantas lisan yang demikian keluar dari seorang Muslim, dimana dia diperintahkan oleh Allah, zat yang ia sembah dan ibadahi, justru untuk menunjukkan keIslamannya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Quran surat Al-Maidah:3 yang artinya,"...Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu..."
Perintah Allah SWT, jangan takut kepada kafir yang telah berputus asa tak mampu melenyapkan agama yang mulia ini, takutlah hanya kepada Allah, zat yang menyempurnakan sekaligus meridai agama Islam ini menjadi agama Muhammad, yang otomatis juga menjadi agama umatnya".
Memang manusia tak ada yang sempurna, namun dengan Islam yang sudah sempurna, akankah kita kekurangan? Hanya orang bodoh saja yang masih mencari selain Islam. Sementara nafas dan rezeki mereka ada di tangan Allah.
Jika dia kalimat syahadat sudah terlisankan, artinya secara sah kita harus selalu sejalan dengan apa yang Allah perintahkan dan larang. Setiap problema yang kita hadapi juga solusinya harus Islam, bukan yang lain. Sebab, jika bukan dari Allah tentulah akan menimbulkan pertentangan, perselisihan dan kehancuran.
Seorang mukmin Allah mensifati atau menghiasi sikap dan tutur katanya adalah sebagaimana firmanNya dalam Quran surat At - Taubah :71 yang artinya: "Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana".
Apapun profesinya, wajib sifat ini melekat dalam dirinya, yaitu saling menolong dalam kemakrufan dan mencegah yang mungkar, itulah mukmin, satu tingkatan lebih tinggi daripada Muslim. Sebab keimanannya mendorong ia untuk beramal nyata, tak sekadar menjadi Islam. Ide kebebasan tanpa batas memang menjadi racun bagi masyarakat, publik figur dengan mulut jambanpun ditokohkan, dielu-elukan segala bentuk perilakunya menjadi kiblat.
Berbahayanya di depan mata, generasi muda kita mengidolakan sang artis yang bisa jadi dinilai bertalenta. Mereka lupa, siapapun sang idola semua adalah makluk bagi Allah SWT yang tak punya kebebasan mutlak. Bahagia sedihnya, marah gembiranya adalah bergantung pada standar yang sudah ditetapkan PenciptaNya.
Ketika perilaku yang tak sesuai standar Islam itu diperlihatkan secara terus menerus, demi konten, demi cuan, dan demi asas manfaat maka pada saat yang sama telah tertanam benih kerusakan untuk 20-30 tahun lagi generasi selanjutnya. Lantas, masihkah pantas ia bertanya apa pengaruh Lo dalam hidupmu?
Jelas berperngaruh, lantas kerusakan sosial, aklak, seks bebas, LGBT, depresi, flexing hingga bunuh diri apakah datang begitu saja tanpa ada pemantik api yang membakar sebelumnya? Sikap liberal tanpa mau mengusung kepribadian Islam yang menyeluruh inilah akar persoalannya. Negara seharusnya bertanggungjawab menjaga akidah dan ketakwaan individu rakyatnya. Sebab adanya negara dalam pandangan Islam adalah untuk mempermudah urusan rakyatnya. Bukan justru diam terpaku ketika benar-benar masyarakat terpuruk dalam kemunduran.
Rasulullah bersabda,"'Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka. '” (HR Ibnu Asakir, Abu Nu'aim). Maka jika ada seorang Muslim namun tak menginginkan kepribadiannya Islam yang patut dipersalahkan adalah negara dan pemimpinnya. Sebab kekuasaan yang ada padanya bukanlah sekadar pencitraan, melainkan amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.
Islam bukan sekadar pengisi identitas dalam KTP, namun Islam adalah pedoman hidup, yang berisi akidah dan syariat. Barangsiapa menjadikannya sebagai pegangan dan pedoman tentu ia akan selamat , sebaliknya, neraka menjadi ancaman jika ia menjadi musuh Allah dan RasulNya. Wallahu a'lam bish shawab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.