Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fina alif Laila

Pentingnya Memahami Proses Perkembangan Anak Dalam Memaksimalkan Proses Belajar

Eduaksi | Wednesday, 15 Jun 2022, 08:08 WIB

Belajar merupakan hal yang lazim dilakukan oleh setiap siswa dalam menjalankan tugasnya sebagai slah satu objek pendidikan. Tak hanya karena tugas, melainkan juga kebutuhan manusia akan pentingnya pendidikan. Dalam hal ini proses belajar sangat berpengaruh besar terhadap tingkat keberhasilan pendidikan seorang siswa. Pendapat ini memang tidak mutlak untuk dijadikan sebagai landasan teori, mengingat masih banyaknya faktor lain yang mempengaruhi perkembangan siswa dalam mencapai cita-cita mereka. Namun tak ada salahnya bagi orang tua dan guru memahami salah satu factor yang mempengaruhi keberhasilan mereka ini. Lalu bagaimana hubungan proses perkembangan anak dengan proses belajar mereka? Bukankah perkembangan merupakan hal yang mutlak dilalui oleh stiap individu? Lalu apakah mungkin proses belajar mereka bisa ditingkatkan? Nah, pertanyaan-pertanyaan ini yang akan manjadi rumusan masalah untuk artikel saya kali ini.

Memang betul bahwasanya perkembangan merupakan hal mutlak yang pasti dilalui oleh setiap individu. Sama halnya dengan pertumbuhan, keduanya berjalan beriringan mengantarkan manusia melewati usianya. Muhibbin Syah dalam bukunya yang berjudul Psikologi Pendidikan mengartikan perkembangan sebagai rentetan perubahan jasmani dan rohani manusia menuju ke arah yang lebih maju dan sempurna atau perubahan kualitatif yang mengacu pada mutu fungsi organ-organ jasmaniah. Kata mutlak di sini bukan berarti perkembangan antara individu satu dengan yang lainnya sama, perkembangan juga memiliki beberapa faktor yang mempengaruhinya. Diantaranya adalah faktor lingkungan dan pengalaman. Lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat telah terbukti mempengaruhi mutu perilaku dan masa depan seorang siswa. Misalnya kawasan yang kumuh dan terbatas dari fasilitas umum seperti masjid, taman belajar, dan tempat olah raga, menjadi lahan yang subur bagi tumbuhnya anak-anak nakal. Dapat dicontohkan lagi untuk faktor pengalaman seorang anak yang lahir dari orang tua pemusik, tak akan menjadi pemusik pula jika yang ia geluti bidang politik. Tentunya ia akan lebih berpengalaman di bidang politik dan nantinya juga akan menjadi politisi. Dari sini orang tua dan guru menjadi penting peranannya dalam menciptakan suasana lingkungan dan memberikan bekal pengalaman yang mendukung proses perkembangan anak.

Namun perlu kita ketahui juga bahwa faktor yang mempengaruhi perkembangan anak tak hanya faktor bawaan dari orang tua ataupun faktor eksternal berupa pengalaman dan lingkungan. Masih ada potensi psikologis yang tersimpan rapi dalam diri setiap anak dan ini sulit diidentifikasikan. Mereka memiliki self direction dan self discipline yang memungkinkan mereka untuk memilih antara menerima atau menolak lingkungan yang akan membesarkan mereka. Setiap anak memiliki potensi psikologis tersendiri untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki. Lalu bagian apa yang perlu diperhatikan orang tua selaku penanggung jawab pendidikan anak? Perkembangan memiliki beberapa proses dimana keberhasilan suatu fase nantinya akan berpengaruh terhadap fase berikutnya.

Setiap bayi yang dilahirkan memiliki dua bekal kapasitas yang dibawa sejak lahir, yaitu bekal kapasitas motori dan bekal kapasitas sensori. Kapasitas motori adalah kemampuan bayi dalam mengendalikan aktivitas organ jasmaninya, seperti bayi secara refleks akan menggerakkan kepala dan membuka mulutnya ketika pipinya disentuh pertanda akan diberikan minum. Sedangkan kapasitas motori adalah kemampuan bayi dalam memanfaatkan pancainderanya seperti pengaturan napas, penyedotan, pendengaran dan tanda-tanda respons terhadap stimulus lainnya. Kapasitas sensori ini dapat dicontohkan dengan kemampuan bayi dalam mendengar dan membedakan suara antara suara lembut ibunya dengan suara-suara keras lainnya. Ia akan lebih tertarik dengan suara lembut ibunya, hal ini dapat dibuktikan dengan kecenderungannya dan respon ajakan ibunya yang lebih ia perhatikan daripada ajakan suara lainnya. Sedangkan jika dilihat dari perkembangan kognitif anak, ketika ia mulai menggunakan kapasitas motoriknya secara otomatis anak juga menggunakan aktivitas kognitifnya.Seperti yang kita ketahui bahwa pusat refleks sebagai bagian dari kapasitas motor itu berpusat dalam otak, dan otak sendiri merupakan ranah kognitif manusia. Dari beberapa kemampuan ini, dapat kita pahami bahwa dalam usia sedini itu anak sudah mampu menerima stimulus-stimulus yang diberikan kepadanya dan tentunya akan diterima dan direspon dengan baik oleh kapasitas yang ia miliki. Untuk itu sebagai orang tua harusnya memanfaatkan masa ini untuk memberikan stimulus yang baik seperti mendengarkan bayi dengan suara-suara lembut seperti lantunan Al Quran agar kelak anak juga tertarik dan terbiasa dengan bacaan Al Quran.

Selanjutnya ketika anak menginjak sekolah dasar perkembangan fisiknya mulai terlihat seimbang dan proporsional. Anak mulai lincah dan terarah seiring dengan kemampuan mentalnya, walaupun tanpa adanya pelatihan dan pengarahan kemampuan fisik anak ini tidak bisa menjadi ketrampilan psikomotor yang berfaedah. Tahapan kognitifnya juga menginjak tahap concrete-operational, yaitu ketika anak mampu mengkoordinasikan pemikiran dan ide mereka dengan peristiwa yang ada di depannya. Untuk itu, dalam masa ini penting sekali bagi orang tua mengarahkan kemampuan fisik dan perkembangan ranah kognitif anak dengan pelatihan dan pengajaran agar menjadi ketrampilan yang berfaedah seperti yang telah penulis utarakan di muka.

Memasuki usia 13 tahun ke atas, keseimbangan gerakan motor anak semakin bertambah. Mereka semakin memerlukan sosok guru yang tak hanya mengarahkan namun juga memainkan peran dengan piawai, dimana anak juga butuh alasan dan cara keterampilan tersebut dilakukan. Di samping itu anak juga diarahkan untuk menggunakan ranah ciptanya (akal) guna menciptakan keterampilan-keterampilan yang cakap, terkoordinasi dan terlihat lebih bernilai. Seiring berkembangnya kemampuan motor ini, anak seusia remaja mulai mampu mengkoordinasikan dua ragam kemampuan kognitif, yaitu kapasitas menggunakan hipotesis di mana anak berusaha memberikan aanggapan dasar yang relevan dalam menyelesaikan masalah dan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip absrtak seperti ia mampu memahami materi-materi pendidikan seperti ilmu agama, matematika dan ilmu abstrak lainnya. Lalu apakah dengan berjalannya beberapa kapasitas anak, sudah memungkinkan mereka untuk hidup mandiri? Apakah orang tua sudah bisa lepas tangan dengan anak seusia ini? Tentunya tidak, justru katika mereka mulai sadar bahwa dalam bertindak membutuhkan alasan yang relevan, orang tua harus mampu memberikan alasan yang relevan pula terhadap semua hal, apakah itu barakibat baik atau buruk. Selain itu, kemampuan anak dalam menggunakan kemampuan kognitifnya yang maksimal juga perlu kita dukung guna membangun anak yang memiliki cita-cita tinggi dan mulai menata masa depan. Di usia ini juga anak mulai menemukan berbagai problem yang muncul karena tingkat emosional yang semakin meningkat. Dalam hal ini penting sekali bagi orang tua utuk dapat memposisikan diri sebagai ayah dan ibu sekaligus sebagai sahabat mereka, karena apa, anak perlu didengarkan keluh kesahnya, perlu dijaga privasinya dan perlu diberikan peraturan-peraturan penting yang menjaga mereka dari pergaulan bebas.

Mungkin sekian paparan mengenai proses perkembangan anak dan hubungannya dengan proses belajar anak. Tak perlu diperdebatkan lagi bahwa orang tua khususnya ibu adalah sekolah pertama bagi anak. Orang tua menjadi sosok di garda terdepan yang akan membentuk dan mengarahkan anak menjadi sosok yang orang tua sendiri inginkan. Untuk itu penting sekali menjadi orang tua yang bijak, teliti dan penuh kasih sayang dalam menyokong perjalanan tumbuh kembang anak. Wallahu alam Bis showab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image