Dana Haji Aman, Bank Syariah Andil Peran!
Lomba | 2021-10-17 23:51:14Indonesia sebagai tiga dari negara muslim terbesar di dunia memiliki permintaan besar dalam layanan haji. Berdasarkan data dari World Population Review (2021), jumlah muslim di Indonesia adalah yang terbanyak di dunia dengan angka sekitar 231.000.000 jiwa, disusul posisi kedua yaitu Pakistan dengan 212.300.000 jiwa, dan India di posisi ketiga dengan 200.000.000 jiwa.
Sebagai salah satu bagian dari rukun Islam, haji menjadi salah satu prioritas utama umat Muslim. Hal ini dapat dilihat dari tingginya keberangkatan haji dari tahun ke tahun. Sebagai negara dengan komunitas muslim yang besar, Indonesia memperoleh kuota haji terbanyak dari seluruh dunia. Dikutip dari BBC News (2021), Indonesia mendapatkan 231.000 kuota haji yang terbagi dalam kuota haji reguler sebanyak 212.520 jamaah dan kuota haji khusus sebanyak 18.480 jamaah pada tahun 2020. Pada tahun 2019, jumlah jamaah haji dari Indonesia mencapai 212.730 orang, menjadi yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir yangmana sempat menurun di kisaran 150.000 orang pada rentang waktu 2013 sampai 2016 (Katadata, 2021).
Pada bulan Maret 2020, Indonesia mulai terdampak adanya virus corona dengan kasus pertama hanya 2 orang, yang kemudian naik secara dramatis menjadi 1.528 orang hanya dalam jangka waktu 1 bulan. Pada tanggal 30 November 2020, jumlah kasus positif naik sangat drastis di atas 300 persen dengan kasus 538.883 orang dan hingga tanggal 15 Juni 2021, jumlah kasus sudah mencapai hampir 2 juta jiwa yakni 1.927.708 orang (Kementerian Kesehatan, 2020-2021).
Dampak dari adanya pandemi corona ini tentu tidak main-main. Konsekuensi logis yang harus dihadapi adalah tertundanya keberangkatan haji. Pertama, karena negara tujuan masih memberlakukan lockdown untuk mengantisipasi masuknya virus corona dari luar. Kedua, pemerintah Indonesia juga berinisiatif membatalkan keberangkatan haji untuk mengantisipasi agar masyakarat tidak tertular dari negara tujuan. Dari persektif ini, bisa dipastikan banyak dana dari calon jamaah haji yang menganggur.
Untuk menjembatani hal ini, bank syariah memainkan peranan yang penting. Kenapa penting? Karena hubungan antara bank syariah dan haji sangat erat yakni bank syariah berfungsi sebagai Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPS BPIH). Berdasarkan data per Desember 2020, dari total 144,91 triliun rupiah dana haji yang dikelola oleh BPKH, sebanyak 45,33 triliun rupiah atau 31,3 persen yang terkonsentrasi di Bank Penyimpanan Simpanan (BPS) dalam bentuk tabungan dan giro. Penempatan dana masyarakat di bank-bank syariah ini terjamin aman dan likuid karena dapat diambil sewaktu-waktu dan juga sesuai dengan PP Nomor 5 tahun 2018 (BPKH, 2021).
Lalu bagaimana kontribusi bank syariah dalam memberikan manfaat untuk dana yang menganggur? Kita telaah dulu kenapa perlu menyimpan dana haji di bank syariah. Pertama, (1) yakni sejalan dengan nilai-nilai Islam. Dengan mayoritas penduduk muslim, nilai-nilai keislaman di pandang lebih relevan khususnya untuk pengelolaan dana haji, seperti tidak ditempatkan dalam instrumen-instrumen yang mengandung riba. Kedua, (2) bank syariah berkontribusi dalam mendukung pemulihan ekonomi karena dana yang disimpan dapat dimobilisasi ke sektor dan pihak yang membutuhkan selama pandemi, tentunya dengan mengedepankan akad yang sesuai prinsip Islam seperti murabahah untuk kredit syariah, mudharabah untuk kerjasama usaha, musyarakah, dan lain sebagainya. Bank dalam konsep sederhana adalah lembaga intermediasi yang berfungsi untuk menyalurkan dana dari pihak yang kelebihan kepada pihak yang kekurangan. Pada prinsipnya, bank akan menggerakkan sektor perekonomian melalui sistem pendanaan ini karena uang atau dana yang sifatnya idle dapat diputar dan digunakan lebih produktif oleh masyarakat yang membutuhkan, yang kemudian akan menggerakkan sektor-sektor ekonomi untuk kemudian mendorong naiknya perekonomian secara keseluruhan. Berdasarkan data yang dirilis OJK per Januari 2021 tentang pembiayaan UMKM berdasarkan jenis penggunaan, terlihat bahwa kredit modal kerja yang mampu di salurkan bank syariah sebesar 112.877 miliar rupiah sementara bank umum sebesar 739.367 miliar rupiah. Kredit investasi bank syariah sebesar 86.860 miliar rupiah dan bank umum sebesar 267.140 miliar rupiah. Meskipun jumlahnya masih relatif lebih kecil, tetapi kinerja bank syariah ini dapat dikatakan baik dan patut diapresiasi mengingat segmentasi dan jumlah cabangnya belum sebanyak bank umum.
Sebagai sebuah negara muslim terbesar di dunia, Indonesia mempunyai potensi dalam mengembangkan perbankan syariah karena komposisi penduduk yang besar menjadi penetrasi dan peluang pasar yang menjanjikan. Akan tetapi, di sisi lain tetap ada tantangan yang perlu diperhatikan. Dengan banyaknya lembaga keuangan yang ada di Indonesia seperti bank konvensional, BPR, asuransi, dana pensiun, pegadaian, ternyata aset bank syariah masih tergolong kecil. Menurut laporan dari Bank Indonesia (2018), mayoritas aset masih dipegang oleh bank konvensional dengan persentase sebesar 70,06 persen sementara bank syariah hanya memegang persentase aset sebesar 2,80 persen dari keseluruhan lembaga keuangan di Indonesia.
Meskipun terdapat peluang sekaligus tantangan, peran bank syariah ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Menjamurnya bank-bank dan unit usaha syariah telah menjadi bukti nyata bahwa perbankan syariah telah mendapat trust dari masyarakat dan mekanisme pasar finansial. Di masa pandemi dimana banyak sektor yang mengalami kesulitan, konsep seperti bagi hasil pada bank syariah justru perlu lebih kencang lagi diperkenalkan. Karena pada prinsipnya akad ini tidak membebani kedua belah pihak, akad ini sangat cocok untuk masyarakat yang ingin memulai usaha lagi di masa pandemi. Tentunya peluang ini membuka kesempatan yang sangat bagus pula dalam penciptaan multiplier untuk memakmurkan masyarakat dan mencapai kemaslahatan umat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.