Munculnya Viral yang Menyimpang di Media Sosial
Info Terkini | 2022-06-12 14:30:58Kembali membicarakan mengenai perkembangan teknologi, seakan tidak ada habisnya. Perkembangan teknologi yang terus menerus pesat, dengan banyaknya pembaharuan, baik dalam fitur yang disediakan maupun penggunaannya. Perkembangan teknologi yang pesat sangat mendorong masyarakat menjadi bergantung terhadap teknologi dengan aksesbilitas yang cepat pula. Baik lansia hingga anak-anak pun dituntut untuk lihai menggunakan teknologi. Salah satunya adalah penggunaan teknologi, yaitu media sosial. Riset dari DataReportal, menyebutkan bahwa jumlah pengguna media sosial Indonesia pada Januari 2022 mencapai hingga 191,4 juta. Tentu, media sosial memiliki banyak manfaat sebagaimana tujuannya dalam membentuk media sosial, yaitu untuk mempermudah informasi dan akses komunikasi. Namun, apakah jumlah yang besar dari pengguna media sosial Indonesia diikuti pula dengan pendidikan dan pemahaman substantif?
Fenomena viral di media sosial
Mudahnya akses informasi media sosial, memudahkan setiap orang untuk mendapatkan informasi juga untuk menyebarkan sebuah informasi. Menjadi terkenal pun tidak sesulit ketika media masih sebatas tulis. Di samping itu, media sosial juga memiliki nilai influence dan dapat menjadi penghasilan, yang membuat masyarakat semakin ingin “viral” di media sosial. Namun, viral di masyarakat juga menghasilkan berbagai tren ataupun kasus negatif. Seperti kasus tewasnya seorang remaja yang menghadang truk demi sebuah konten di Kota Tangerang, Popo Barbie yang sempat heboh karena merupakan seorang pria berdandan wanita yang kemudian masuk ke toilet umum wanita, seorang remaja mendekati satwa demi konten ditarik orangutan hingga menjerit, pria Gresik nikahi domba demi konten dan ingin viral, hingga Tiktokers bakar hutan untuk konten. Tentunya kasus atau fenomena tersebut merupakan tren negatif di masyarakat, yang merupakan penyimpangan, mengganggu ketertiban, hingga dapat mengancam nyawa. Tentunya hal tersebut membuat kita berpikir apa faktor-faktor yang menyebabkan timbul banyaknya fenomena viral demi konten.
Fear of Missing Out (FOMO)
Fear of Missing Out atau biasa disebut FOMO menjadi salahsatu sebab banyaknya terjadi tren negatif viral demi konten. FOMO adalah perasaan cemas atau takut ketinggalan dengan hal-hal baru yang muncul di masyarakat, dalam konteks ini adalah tren-tren di masyarakat. Namun buruknya timbulnya FOMO adalah adanya kecenderungan mengikuti tanpa berpikir lebih jauh hanya untuk dapat dikatakan tidak tertinggal zaman.
Social Comparison
Penyebab kedua adalah social comparison, istilah dari dunia Psikologi yang menyebutkan adanya fenomena sosial di mana seseorang cenderung membandingkan dirinya dengan orang lain. Perkembangan informasi juga dapat menjadi sebab social comparison, media sosial mempermudah seseorang untuk melihat orang lain hingga terfokus pada pencapaian orang. Hal ini juga mendorong seseorang untuk ingin viral layaknya orang lain yang terlihat di media sosial. Padahal, menjadi viral dan terkenal tidak selalu menjadi hal baik.
Influencer
Terkait dengan social comparison, hal lainnya yang dapat mempengaruhi adalah influencer. Influncer merupakan seseorang yang memiliki follower dalam jumlah banyak di media sosial, yang dapat mempengaruhi audiens ataupun pengikutnya, seperti content creator, Selebgram, dan Tiktoker. Tentu jika melihat pemahaman dari sosial comparison, maka yang dapat menjadi subjek fenomena tersebut adalah influncer. Apa yang dilakukan influencer, terutama yang ia publis, menjadi hal yang diikuti oleh followernya. Seperti pada tren Instagram yang dilakukan oleh Jerome Pollen, seorang content creator, Jerome membajak Instagram fans yang memberikan username dan password Instagram miliknya. Hal ini kemudian menjadi tren dan diikuti berbagai fans publik figur atau selebgram lainnya. Padahal, hal tersebut dapat membahayakan privasi dan keamanan.
Maka dari itu, pentingnya pemahaman terkait fungsi media sosial agar digunakan dengan sebaiknya dan secara bijak, bukan mengikuti segala yang ada di media sosial. Meskipun ha tersbeut dilakukan untuk menghibur dan oleh influncer, kita tetap perlu berpikir jauh dan memahami esensinya terlebih dahulu sebelum mengikutinya. Pengawasan orang tua terhadap anak-anak yang menggunakan media sosial juga perlu, agar penggunaan dan pemanfaatannya sesuai umur sebagaimana ketentuan yang ada pada media sosial.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.