Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Atropal Asparina

BPKH dan Rasionalisasi Tata Kelola Dana Haji

Lomba | Thursday, 14 Oct 2021, 12:04 WIB
https://bpkh.go.id/" />
sumber: Buku "Meraih Kepercayaan Umat" di https://bpkh.go.id/

Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, memiliki minat tinggi pada ibadah haji. Jumlah peminat yang tinggi dan semakin bertambah setiap tahun memunculkan potensi pedang bermata dua. Di satu sisi bisa jadi keuntungan besar namun jika tidak hati-hati, di sisi lainnya dapat menjadi sumber konflik besar pula.

Sejarah berliku sampai hari ini terkait pengelolaan ibadah haji di Indonesia, terbilang beruntung. Sebab, pemerintah—melalui Kementerian Agama—turun tangan sepenuhnya pada pengelolaan haji dan disepakati oleh ormas-ormas Islam terbesar. Tentu saja Kemenag juga tidak sendiri, sebab perihal pengelolaan dana haji diserahkan pada Badan Pengelola Keungan Haji atau BPKH yang baru dibentuk pada 2017, sesuai Perpres No.110 Tahun 2017. Nah, BPKH pula kemudian menjalin berbagai kemitraan strategis demi pengelolaan dana haji yang optimal dan rasional seperti dengan Bank Syariah sebagai Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPS-BPIH) dan dijamin sepenuhnya oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

BPKH: Antara Dua Tantangan Besar

Tujuan dibentuknya BPKH sampai bermitra dengan pihak-pihak yang dipandang strategis tidak lain adalah demi penyelenggaraan haji lebih baik dan kemaslahatan umat. Perlu diketahui bahwa biaya asli (real cost) naik haji per orang adalah sebesar Rp 70-72 juta. Sedangkan rata-rata setoran total yang harus dibayar calon jamaah haji hanya Rp 35,2 juta atau sekitar 50%-nya (BPKH, 2018). Jadi terdapat subsidi sebesar 100% (bahkan lebih) kepada setiap jamaah haji.

Lantas dari mana datangnya subsidi tersebut? Jawabannya adalah dari akumulasi dana haji tunggu. Dana itu oleh BPKH kemudian diinvestasikan dan dikembangkan sesuai undang-undang yang berlaku, demi menambah nilai manfaat. Seperti pada tahun 2018, pendapatan nilai manfaat (revenue of return) yang dibukukan BPKH mencapai Rp 5,7 triliun (BPKH, 2018:4).

Lantas bagaimana jika pada tahun 2020 ibadah haji dibatalkan akibat pandemi? Maka penambahan nilai manfaat itu akan dibagikan kepada para jamaah. Seperti disebutkan anggota Badan Pelaksana BPKH Iskandar Zulkarnain pada Republika (8 Juli 2020), bahwa penambahan nilai manfaat sebesar Rp 2 triliun akan dialokasikan untuk bagi hasil imbal investasi dana haji kepada 4.831.084 jamaah batal haji 2020 dan jamaah tunggu melalui Virtual Account masing-masing.

Tantangan selanjutnya adalah tujuan besar berkontribusi pada kemaslahatan umat yang mencakup enam program. Semua program itu yakni, pelayanan ibadah haji yang lebih baik, penyediaan sarana dan prasarana ibadah, pendidikan dan dakwah, kesehatan, pemberdayaan ekonomi, dan sosial keagamaan. Akibatnya, pengelolaan dana haji yang sebaik mungkin oleh BPKH berada pada level harga mati dan krusial. Seumpama terdapat beberapa neraca yang mesti diseimbangkan sekaligus oleh BPKH. Pada kondisi seperti itu, upaya rasionalisasi dan evaluasi pengelolaan dana haji semakin penting setiap langkahnya.

Rasionalisasi Tata Kelola Dana Haji

Upaya rasionalisasi yang pertama adalah menghindari missmatch atau missbalance (ketidakseimbangan) antara penerimaan dan pengeluaran. Gejala dan potensi lebih besar dari hal tersebut sebenarnya sudah disadari banyak pihak. BPKH sendiri mencatat bahwa di antara empat alokasi biaya haji, hanya keperluan lain-lain di dalam negeri yang menggunakan Rupiah. Tiga sisanya: penerbangan, akomodasi-transportasi, dan living cost, menggunakan Dollar US dan Riyal Saudi. Padahal, selain penerimaan biaya haji 90% menggunakan Rupiah yang terpengaruh nilai tukar juga terdapat inflasi dari tahun ke tahun.

Saat ini, hemat penulis, salah satu upaya BPKH menghindari missmatch penerimaan dan pengeluaran sudah berada di jalur yang tepat. Terutama sekali yang menarik disoroti adalah program dan kampanye Mari Tunaikan Haji Selagi Muda (MINA). Mengingat jamaah tunggu saat ini 70% adalah usia lanjut, maka program MINA akan memberi akselerasi penerimaan dana haji baru dan menjaga keseimbangan pengeluaran. Jamaah haji muda sejatinya punya peluang panjang untuk menabung karena masih berada di usia produktif. Di tahap ini rasionalisasi dan evaluasi besaran subsidi menjadi sangat beralasan, apalagi jika dikaitkan pada syarat haji berupa istitha‘ah (mampu secara finansial dan fisik).

Upaya rasionalisasi selanjutnya adalah penguatan manajemen resiko dalam investasi dana haji yang dilakukan BPKH. Dalam dunia investasi ketidakpastian dan hambatan dalam mencapai tujuan investasi bukanlah hal asing. Prinsip hight risk, hight return yang berlaku pada setiap kegiatan investasi, memungkinkan nilai manfaat dana haji cepat berkembang atau sebaliknya, rugi. Oleh karenanya undang-undang dan berbagai peraturan telah dibuat khusus demi penguatan manajemen resiko yang terus semakin baik dan rasional dapat ditempuh BPKH. Seperti tertuang dalam Peraturan BPKH No.5 Tahun 2018 atau UU No. 34 Tahun 2014, tentang perlindungan dana haji.

Terakhir, kepercayaan dan perspektif positif dari segenap masyarakat terlebih calon jamaah haji, tidak bisa dikucilkan perannya. Betapa akan percuma jika pihak-pihak yang memikirkan dengan serius dan serasional mungkin perihal ibadah haji dan pengelolaan keuangannya, namun tak disambut positif oleh masyarakat. BPKH sejatinya telah mengupayakan kehati-hatian, kehalalan setiap proses lewat prinsip syariah, tranparansi lewat https://bpkh.go.id/, dan lainnya dalam mengelola dana haji. Tinggal apakah kita sebagai masyarakat membaca dan memahami seutuh mungkin setiap halnya? Karenanya semoga ke depan, tidak ada lagi premis miring terkait dana haji tapi berubah jadi kritik konstruktif yang bertanggung jawab, sebagai upaya rasional kita dalam memandang perihal dana haji.

Referensi

BPKH, 2020, Apa & Bagaimana Investasi Keuangan Haji BPKH. Bidang Investasi BPKH, Edisi 2

BPKH, 2018, Meraih Kepercayaan Umat. Laporan Tahunan.

#BPKHWritingCompetition

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image