Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ages Soerjana

SEKOLAH KHUSUS : LAYANAN PENDIDIKAN PALING PENTING BAGI ANAK BERKESULITAN BELAJAR

Guru Menulis | Monday, 11 Oct 2021, 00:29 WIB

Tulisan ini lahir dari kegelisahan bukan hanya orangtua siswa yang sering pontang-panting untuk mencari dan mendapatkan pendampingan serta layanan pendidikan yang tepat bagi putra atau putrinya, tetapi juga dari pandangan kami, guru yang cukup mengenal anak-anak dalam kategori berkesuitan belajar spesifik di sekolah. Permasalahan awal yang kami, orangtua dan guru, dari siswa berkesulitan belajar spesifik alami ini nyata bermula dari kurangnya pemahaman masyarakat bahkan dunia pendidikan terhadap anak atau siswa berkesulitan belajar spesifik.

Apa yang terjadi? Dengan tampilan dan kondisi fisik yang tidak menampakkan perbedaan dengan anak atau siswa lain pada umumnya, anak atau siswa berkesulitan belajar spesifik ini tentu saja menghadapi situasi dan kondisi lingkungan sosial serta belajar dengan berbagai konsekuensi yang sama seperti teman seusia pada umumnya. Padahal dengan hambatan atau kesulitan spesifik yang mereka alami, semua situasi dan kondisi dengan seluruh konsekuensinya tersebut menjadi beban berat yang harus mereka hadapi. Akibatnya sering terjadi ‘gagap’ perilaku pada mereka dalam menyikapi situasi, kondisi, tuntutan serta konsekuensi yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Gagap perilaku ini akibatnya sangat tidak menguntungkan bagi mereka. Perundungan baik verbal maupun non verbal, baik lisan maupun tulisan tak jarang menjadi beban tambahan yang mereka mesti hadapi Nampaknya hal ini juga terjadi akibat kurangnya pemahaman masyarakat akan apa yang dialami oleh mereka yang berkesulitan belajar, serta ekspektasi yang keliru dari lingkungan sekitar dan sikap kurang peduli akibat kurangnya pemahaman tersebut. Kita dapat membandingkan gambaran tentang hal ini dengan sikap seseorang atau masyarakat terhadap mereka yang jelas-jelas terkendala secara fisik. Secara alamiah lingkungan sekitar dapat langsung menanggapi mereka yang terkendala fisik dengan sikap yang lebih adaptif dan peduli.

Anak Berkesulitan Belajar

Pengertian umum anak berkesulitan belajar, selanjutnya disingkat sebagai ABB, dalam definisi terkini (International Conference on Learning Disabilities, Kansas City, Missouri 1982) dinyatakan sebagai mereka yang mengalami hambatan atau kesulitan pada berbagai pemrosesan psikologis yang berhubungan dengan belajar. Berbagai kesulitan tersebut berada pada aspek penyimpanan (retention), pengertian (understanding), pengambilalihan (acquisition) serta penyusunan (organization)

dengan menggunakan informasi2 verbal atau non verbal. Ditambah lagi pengertian ini dibarengi oleh tambahan informasi bahwa ABB memiliki potensi intelektual yang rata-rata atau bahkan di atas rata-rata.

Sehingga jelas bahwa kesulitan tersebut berada dalam diri individu dan bukan karena permasalahan lingkungan, kebiasaan ataupun kurangnya potensi intelektual. Itulah alasan yang mendasari istilah spesifik diterakan dalam istilah ABB, untuk membedakan dengan istilah kesulitan belajar umum yang dipengaruhi kurangnya kapasitas intelektual dan aspek2 di luar diri individunya.

Karakteristik ABB juga spesifik karena mereka mungkin saja mengalami salah satu atau beberapa kesulitan pemrosesan dari membaca, mengeja, menulis, bercakap-cakap, mendengarkan memahami konsep2 hitung (matematik), tetapi kapasitas mereka tetap optimal dalam tuntutan dan penilaian perkembangan belajar (studi) pada umumnya. Tak heran jika kita dapati ABB mampu mencapai tingkat perguruan tinggi, meraih gelar kesarjanaan dan berhasil dalam profesi mereka di masyarakat.

Kebutuhan Pendidikan

Dengan kapasitas dan potensi intelektualnya yang rata-rata atau bahkan diatas rata-rata, ABB memiliki banyak kemungkinan untuk tumbuh, berkembang dan maju secara optimal seperti siswa pada umumnya. Namun demikian dengan kekhas’an hambatan belajarnya ABB memerlukan bimbingan dan pendampingan termasuk dalam mendapatkan layanan pendidikan yang tepat. Mengapa? Karena pendidikan umum yang terselenggara saat ini nyatanya kurang memberikan kebebasan belajar ABB dan membuat mereka ‘terperangkap’ dalam pendekatan, cara pembelajaran serta tuntutan umum yang kurang memberikan dukungan bagi kapasitas serta potensi ABB dengan kesulitan belajar yang mereka alami.

Kesulitan mereka dalam pemrosesan menghambat mereka untuk mengelola inputan belajar yang dihadapi, akibatnya mereka tidak dapat mengekspresikan hasil belajarnya dengan optimal. Diperlukan sebuah pendekatan dengan modifikasi dan akomodasi tertentu sebagai penyesuaian dalam pembelajaran ABB, untuk membantu mereka melihat, memahami, serta kemudian menerima dan mendorong dirinya pada suatu pencapaian yang tepat dan memperkembangkan.

Saat ini sistem pendidikan nasional membuka sebuah layanan pendidikan terbaru yang semangatnya adalah membuka kesempatan pelayanan pendidikan bagi semua, dengan kesetaraan bersama dalam satu kelas. Pendidikan inklusif menjadi terobosan terbaru yang sangat menjanjikan dan memberi angin segar bagi orangtua dan tentunya siswa berkebutuhan khusus, dimana mereka dapat belajar bersama teman-teman di kelas reguler. Sebuah upaya yang sungguh mulia untuk tidak mengkotak-kotakan siswa dalam pembedaan dan kekhususan.

Tetapi dalam pelaksanaannya ada hal-hal yang penting untuk dicermati, untuk menjadi perhatian serta evaluasi bersama. Pelaksanaan kelas inklusif menjadi kesempatan baik meski sangat terbatas dan hanya dapat dialami oleh beberapa siswa berkebutuhan khusus. Mengapa? Karena bagaimanapun di dalam satu kelas terdapat keterbatasan logis dalam hal jumlah siswa yang dilayani. Lalu bagaimana dengan siswa berkebutuhan khusus lain yang juga memerlukan pendidikan dan layanan tersebut? Secara sederhana saja katakan jika awalnya dalam satu kelas khusus X terdapat 8 siswa berkebutuhan khusus, 4 diantaranya memiliki peluang dan memenuhi kriteria untuk mendapatkan layanan pendidikan inklusif. Sementara layanan pendidikan inklusif yang bisa dilakukan hanya mampu memberikan kesempatan kepada 3 siswa berkebutuhan khusus dari berbagai kekhususan dalam satu kelasnya. Pertanyaannya apa yang terjadi dengan siswa berkebutuhan khusus lain? Dan sesuai undang-undang No 20 tahun 2003 sedikitnya terdapat 9 kekhususan dengan paling tidak 5 diantaranya sangat mungkin mendapat layanan pendidikan inklusif (tunanetra, tuli, tunadaksa ringan, ABB, autis). Dalam hal tenaga pendidik, sudahkah ini dapat diatasi? Karena dalam layanan pendidikan khusus tenaga pendidik dituntut memiliki kemampuan dan ketrampilan tertentu untuk memberikan penanganan dengan mengacu pada karakteristik dan kebutuhan bagi siswa berkebutuhan khusus. Meski saat ini pelaksanaan pendidikan inklusif telah berjalan selama kira-kira 21 tahun jika dihitung sejak dimulainya di tahun 2000. Hingga kini pembenahan sistem pelayanan, kurikulum, perangkat dan hal-hal teknis, maupun esensial masih terus disempurnakan. Pendidikan inklusif masih memerlukan dukungan sangat besar dan waktu yang cukup panjang ke depan untuk dapat memenuhi kebutuhan akan layanan pendidikan yang merata bagi siswa berkebutuhan khusus di Indonesia.

Andai layanan pendidikan yang masih kurang dapat mengakomodasi kebutuhan ABB tetap harus dilakukan, kita akan dapat memperhitungkan adanya kerugian besar dalam sumber daya manusia. Karena ABB bukanlah individu yang tidak berdaya, sebaliknya ABB adalah individu yang memiliki potensi besar yang tersembunyi. Potensi tersembunyi ini akan menjadi berkah bagi dirinya, keluarga, maupun masyarakat, apabila terkelola dengan sebaik-baiknya. Tetapi potensi besar yang tersembunyi tersebut akan menjadi ancaman besar pula manakala tidak terkelola dengan baik dan tidak terarah dalam bimbingan dan pendampingan yang tepat. Dapat dikatakan sekian banyak generasi berkesulitan belajar tersebut dapat menjadi bom waktu bagi masyarakat dan bangsa dikemudian hari.

Sekolah Khusus

Kembali kepada kebutuhan pendidikan bagi ABB. Kekhususan Pemrosesan (masalah persepsual) yang mereka alami secara teoritis nampak sederhana dan mudah diatasi. Tetapi dalam kenyataannya kondisi kesulitan belajar menjadi kesulitan yang sangat kompleks. ABB sering mengalami ketidak berdayaan dalam tuntutan belajar di kelas umum yang diikutinya. Sementara pemahaman yang kurang tepat dari sekitar yang sering kali meremehkan kesulitan mereka menjadi beban tersendiri yang dihadapi ABB.

Dampak mengalami kesulitan belajar sangat menyeluruh baik dalam pembelajaran karena aspek neurologis, sosial maupun emosional. ABB yang terlihat orang sekitar dan masyarakat umum seolah tanpa masalah, secara fisik, sosial maupun emosional, sebetulnya menyimpan itu semua dalam ‘gagap’ perilakunya karena itu seringkali ABB terlihat menarik diri, merasa serba salah, tidak berdaya, merasa gagal dan tidak mamu ketika menghadapi tuntutan belajar umum yang harus dihadapinya di kelas Dalam situasi belajar ABB seringkali merasa pelajaran dapat dipahaminya, tetapi seringkali hasil evaluasi yang dikerjakan tidak sesuai yang diharapkan. Akibatnya ABB sering merasa berada ‘di luar garis’ dalam tuntutan umum. Bantuan dan pendampingan bagi ABB yang mengacu pada kemampuan, minat dan kebebasan mengekspresikan berdasar dari apa yang dikuasai, bentuk pemikiran yang dipahami serta cara-cara alternatif yang boleh dilakukan, menjadi hal penting yang perlu diupayakan dalam proses pembelajarannya.

Sekolah khusus dengan pendekatan yang cukup fleksibel dalam teknis pengelolaan kurikulum dan pembelajarannya menjadi bantuan berharga dan penting bagi ABB. Beban belajar umum yang disesuaikan dengan pengayaan berbagai pemenuhan kebutuhan ABB, memberi peluang bagi ABB untuk memperkembangkan diri dan kemampuannya dengan lebih leluasa. Karena pengalaman belajar di kelas umum hanya membuat ABB belajar lebih keras, melakukan tugas lebih lama, mengerjakan tantangan lebih berat dan akhirnya kehilangan kemampuan melihat hal-hal berharga dan cemerlang yang mampu dikuasai atau dihasilkannya. Dengan memertimbangkan kenyataan praktis tentang kebutuhan pelayanan pendidikan khusus bagi ABB, serta kenyataan tentang belum siapnya pendidikan umum dengan layanan inklusifnya, harus diakui bahwa pendidikan khusus masih sangat efektif dan tetap diperlukan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image