sari wulandari
Pendidikan Pembangunan Berkelanjutan di Masa Pandemi
Guru Menulis | 2021-10-10 23:56:16
Apakah Anda sering mendengar seruan buanglah sampah pada tempatnya di poster-poster yang dipajang di sekolah-sekolah?Jika demikian ada baiknya kita membuka wawasan tentang krisis lingkungan yang terjadi di planet kita, yang mana tingkat kritisnya sudah memerlukan tindakan yang lebih dari membuang sampah pada tempatnya. Dengan terjadinya pandemi selama hampir dua tahun ini, produksi sampah medis dan non medis seperti masker, hazarmat, plastik dan lain-lain meningkat cukup signifikan. Intensifikasi penggunaan produk sekali pakai dan panic buying selama lockdown di berbagai negara telah meningkatkan produksi dan konsumsi sampah. Pun demikian konsumsi listrik selama pembelajaran jarak jauh juga meningkat.Lalu apa dampaknya bagi lingkungan?Tentu saja dalam jangka panjang jumlah sampah yang tidak mudah terurai akan menyebabkan polusi baik di air, udara, maupun tanah. Sebagai contoh adalah sampah plastik yang dibuang tanpa dikelola akan memenuhi lautan sehingga merusak keseimbangan ekosistem, sampah plastik yang tidak terurai akan mengurangi kesuburan tanah. Membakar plastik yang dianggap sebagai solusi menghilangkan jejak plastik di muka bumi ternyata juga akan menimbulkan masalah baru, yaitu pencemaran udara dari asap pembakaran plastik yang belum dikelola. UNESCO dalam merespon isu krisis iklim global yang sudah sangat memprihatinkan ini, memberikan rekomendasi penerapan Education for Sustainable Development (ESD) atau Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan di berbagai lini. ESD mengandung isu-isu kunci tentang pembangunan berkelanjutan ke dalam pengajaran dan pembelajaran; sebagai contoh, perubahan iklim, pengurangan risiko bencana, keanekaragaman hayati, penurunan kemiskinan, dan konsumsi berkelanjutan.1) Sistem pendidikan yang relevan, 2) Transformasi pendidikan, 3) Meningkatkan rasa keadilan dan saling menghormati, 4) Membantu mengatasi perubahan iklim, 5) Membangun masyarakat yang ramah lingkungan.Kelima point diatas adalah rekomendasi ESD yang sebenarnya sangat actionable jika dibawa ke lingkungan sekolah.Sudah waktunya kurikulum sekolah mengintegrasikan gagasan ESD ini sehingga anak-anak yang di kemudian hari menjadi pemimpin ini dapat menjadikan konsep berkelanjutan sebagai landasan dalam membuat keputusan.Dalam kerangka kurikulum, gagasan ini dapat menjadi sebuah hidden kurikulum yang mendukung penguatan karakter. Lalu bentuk konkrit apa yang bisa dilakukan sekolah?Sebagai sebuah contoh kasus, SMP Islam Baitul Izzah yang merupakan salah satu sekolah penggerak di Kabupaten Nganjuk, memilih tema pendidikan pembangunan berkelanjutan ini sebagai tema pekan proyek semester ini.Siswa mendapatkan edukasi secara virtual dari seorang ahli lingkungan tentang kondisi krisis. Edukasi ini diikuti dengan aksi, yaitu pekan hemat energi dimana siswa melakukan gerakan hemat energi bersama keluarganya. Edukasi ini penting karena kesadaran tidak bisa muncul tanpa pengetahuan. Tahap akhir dari proyek ini adalah penulisan refleksi yang dibuat berdasarkan instrumen yang telah dibagikan serta kampanye untuk melakukan hal yang sama melalui poster digital yang diupload di social media siswa. Program ini adalah salah satu contoh bagaimana sebuah sekolah sebetulnya memiliki peran yang sangat efektif dalam menebarkan gagasan. Situasi pandemi ini di satu sisi memudahkan sekolah untuk mendatangkan ahli untuk program edukasi dengan budget yang minimal. Semoga pemerintah lebih pro aktif dalam menebarkan gagasan ini kepada generasi lebih muda.Pun demikian dengan komunitas-komunitas penggerak gagasan Education for Sustainable Development perlu bersinergi dengan sekolah-sekolah agar pesan keberlanjutan bisa menjangkau lebih banyak orang. Don't only scream not to litter, it won't solve the main problem. It's time to reduce, reuse, recycle, and replace massively. Be kind to our planet.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.