Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ida Meilany

Pemikiran Michel Faucult Tentang Filsafat Bahasa

Sastra | 2022-06-07 11:06:33
Michel Foucault merupakan seorang tokoh filosof dan sejarawan Perancis di tahun 1926 sampai dengan tahun 1984 yang berasosiasi dengan pergerakan strukturalis dan post-strukturalis. Foucault mempunyai pengaruh yang sangat besar, tidak hanya dlaam filosofi saja, tetapi juga diruang lingkup kemanusiaan dan juga bidang sosial. Faucault lahir di Poitiers, Prancis pada 15 Oktober 1926. Keluarganya berasal dari kalangan medis, hingga orang tuanya menginginkan ia memilih profesi yang sama. tetapi Foucault justru lebuh tertarik pada studi filsafat, sejarah, dan psikologi. Meskipun demikian, pemikiran Foucault berkaitan erat dengan bidang medis, khususnya psikopatologi. Pada usia 25 tahun Foucault berhasil menerima Agregasi dan pada tahun 1952 Foucault berhasil memperoleh diploma dalam bidang psikologi. Dari tahun 1970-an, Foucault sangat aktif dibidang politik. Dia merupakan penemu Groupe d’information sur les prisons dan sering memprotes homosexual dan kelompok-kelompok tersisih lainnya. Dia sering kali mengajar diluar Prancis, khususnya di United States, dan pada tahun 1983 dia dipercaya untuk mengajar di University of callifornia pada tiap tahunnya. Foucault paling dikenal dengan penelitian tajamnya dalam bidang institusi sosial terutama psikiatri, kedokteran, ilmu kemanusiaan, dan sistem penjara serta karya-karyanya tentang sejarah. Pada tahun 1960-an Foucault sering diasosiasikan dengan gerakan strukturalis. Foucault kemudian menjauhkan dirinya dari pemikiran ini, meskipun seringkali dikarakteristikkan sebagai seorang posmodernis, Foucault selalu menolak label poststrukturalis dan posmodernis. Foucault wafat pada tanggal 25 Juni !984 dalam usia 57 tahun karena penyakit AIDS yang dideritaya. Michel Foucault adalah salah satu pemikir postmodernisme yang menyumbangkan ide dan pemikiran khas yang cukup berpengaruh dalap perkembangan pengetahuan manusia. Analisisnya yang kritis dan tajam tentang berbagai hal, sejarah, episteme, wacana, kekuasaan, dan pengetahuan mampu memberikan warna baru dalam pemikiran postmodernisme. Pemikira Michel Foucault masih menjadi bahan perdebatan yang hangat dan menarik. Pemikiran Foucault sangat dipengaruhi Nietzsche, tetapi dia tidak sepenuhnya merupakan pengikut Nietzsche, sebab baginya, Nietzsche yang diikutinya adalah seseorang yang orisinal, begitu pun dengan dia yang harus orisinal dengan pandangan pribadinya. Dia tidak jarang tidak sependapat dengan filsuf pujaannya itu. Hal ini terdapat dalam teori Genealogi Foucault Di sini, bahasa bagi Foucault tidak bisa dikurung dalam "apa yang ditulis" dan "apa yang menjadi tafsirnya", keduanya saling terjalin tanpa pemisahan. Hal ini adalah salah satu dari pemikirannya tentang subjek dan objek, bahwa bahasa yang ditulis dan menjadi tafsirnya tidak bisa dipisahkan dalam subjek dan objek. Keduanya terserak tanpa teratur, tanpa terstruktur secara baku. Tentang subjek dan objek, filsuf tahun 60 an adalah filsuf yang merayakan kematian subjek (pengada awal) yang disejajarkan dengan Tuhan. Lalu setelah itu, jika Tuhan mati, maka manusia yang mengikuti Tuhan juga mati. Sebab manusia yang mengikuti Tuhan itu tidak punya kuasa atas dirinya tanpa Tuhan yang memberi makna padanya. Maka dari sini filsafat yang selama ini berkutat pada humanisme sudah tamat. Maka manusia baru pun bisa 'dibangkitkan' lagi. Namun Foucault sendiri bersedih karena kehilangan makna seiring hilangnya subjek (Tuhan) tadi. Subjek menurut Foucaut subjek yang sejajar dengan individu hanya akan bisa ditelaah melalui kekuasaan. Lalu kekuasaan sendiri baginya bukanlah nominalis, tidak pejal dan tidak bisa dipegang, dia adalah peng-kata-an dari multiplisitas dan jalinan kekuatan-kekuatan. Kekuasaan bukan sesuatu yang bisa dimiliki, bahkan oleh kaum dominan sekali pun, tidak bisa dipengaruhi oleh kepenuhan hukum ataupun kebenaran, dia tidak tunduk pada teori politik normal, tidak bisa direduksi oleh representasi hukum. Kemudian hubungan antara subjek dan kekuasaan adalah bukan pelaku dan produk. Sebab bukan subjek (secara substantif) yang menciptakan kekuasaan, tetapi kekuasaanlah yang mempengaruhi adanya subjek, dan sifatnya tidaklah tetap seperti hasil penemuan (founding subject). Demikian manusia juga akhirnya dipengaruhi oleh kekuasaan, bukan manusia mempengaruhi kekuasaan. Bahkan subjek pada akhirnya menihilkan kebebasan dan subjektivitas. Dengan begitu, kebebasan dan subjektivitas baru akan ditawarkan olehnya. Kebebasan semacam apa itu, kebebasan yang senantiasa dapat mengendalikan kekuasaan dan kehendak pada subjek yang dihasilkanny Pendefinisian kekuasaan dan kehendak itu kemudian dipakai oleh, salah satunya oleh pengaturan kehidupan seksualitas di Eropa pada masa Ratu Victoria I (1819-1901) Karena Ratu sangat dominan dalam mengendalikan rakyatnya, maka dia juga mengatur hal-hal kecil dari rakyatnya. Kehidupan seksualitas yang bebas harus dipisahkan dari kesopanan di Eropa. Di sini tampak bahwa kekuasaan yang diartikan oleh Foucault yang berhubungan dengan kehendak itu harus dibatasi oleh sistem pemerintahan. Pemikiran yang bersifat mekanisme ini dinyatakan olehnya sebagai sesuatu yang efektif, bukan mistis seperti yang ditawarkan fenomenologi. Menurut dia, kekurangan dari fenomenologi bisa dijawab oleh sains (ilmu tentang manusia, misalnya psikologi). Namun hal ini juga akan disadari olehnya sebagai penyesatan belaka, sama dengan penyelidikan filosofis. Akhirnya dia memutuskan untuk kembali pada zaman pencerahan pasca Descartes pada abad 17, yaitu ketika manusia menyukai dialog dan kegilaan. Kegilaan yang dia maksud adalah bidang medis, hal ini cocok dengan pengalamannya bekerja di Rumah Sakit Jiwa

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image