Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Anneilla Sebayang

Sisi Gelap UU TPKS

Politik | Monday, 06 Jun 2022, 19:08 WIB

Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual disusun untuk melindungi korban (terutama wanita) kekerasan seksual dari bermacam alibi atau alasan. Rancangan Undang-undang ini menjadi sangat penting ditengah masyarakat Indonesia yang kurang pemahaman tentang seksualitas dan menganggap remeh dampak dari kekerasan seksual. Maka dari itu, pengesahan yang dilakukan oleh lembaga legislatif sangat diharapkan oleh kalangan akademis terutama mahasiswa demi kesejahteraan di negeri ini.

Namun, beberapa oknum menentang Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Menurut mereka, isi RUU PKS memiliki "bau liberal" bagi mereka. Lebih lanjut ia mengatakan RUU PKS bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, agama, dan norma budaya timur.

Jika dilihat dari Undang-Undangnya sendiri, terdapat beberapa pasal yang dapat disalah artikan. Sebagaimana dilihat pada Pasal 12 yang menyatakan “Pelecehan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a adalah Kekerasan Seksual yang dilakukan dalam bentuk tindakan fisik atau non-fisik kepada orang lain, yang berhubungan dengan bagian tubuh seseorang dan terkait hasrat seksual, sehingga mengakibatkan orang lain terintimidasi, terhina, direndahkan, atau dipermalukan.”

Konsep ini ambigu dan dapat menyebabkan interpretasi sepihak. Ini juga digunakan untuk menghukum kritik moral publik atas perilaku menyimpang. Dapat, misalnya, membuat kritik publik terhadap "perilaku menyimpang LGBT" ilegal atau mengkritisi gaya berpakaian anak muda bahkan seks di luar nikah yang sudah ilegal.

Ditambahlagi Pasal 17 yang berbunyi “Pemaksaan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf f adalah Kekerasan Seksual yang dilakukan dalam bentuk menyalahgunakan kekuasaan dengan kekerasan, ancaman kekerasan, tipu muslihat, rangkaian kebohongan, atau tekanan psikis lainnya sehingga seseorang tidak dapat memberikan persetujuan yang sesungguhnya untuk melakukan perkawinan.”

Konsep ini bisa ditafsirkan sepihak akan kearifan dalam kehidupan keluarga beradat (hubungan orang tua-anak). Dengan definisi tersebut seorang anak mengkriminalisasi orang tuanya. Dimana anak tersebut ada kenyataannya, mungkin saja permintaan atau harapan orang tua itu baik kepada anaknya.

Definisi ini bisa ditafsirkan sepihak terhadap kearifan dalam kehidupan keluarga masyarakat beradat/budaya timur (relasi orang tua dan anak) sehingga memungkinkan seorang anak mengkriminalisasi orang tua yang menurut pendapatnya memaksanya untuk menikah. Pada kenyataannya, mungkin saja permintaan atau harapan orang tua itu baik kepada anaknya.

Meski jauh dari kata sempurna, UU TPKS dinilai sukses karena berpihak pada korban. Undang-undang mengizinkan penyedia layanan berbasis masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses mendukung dan melindungi korban pelecehan seksual.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image