Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sayf Muhammad Alaydrus

Relevansi Pola Kerutan Wajah dalam Kajian Antropologi Forensik

Eduaksi | Sunday, 05 Jun 2022, 18:43 WIB
Titik-titik kerutan wajah dalam buku Forensic Arts and Illustrations karya Karen T. Taylor.

Penuaan adalah suatu fenomena biologis yang bersifat alami dan tidak dapat dihindari. Dalam arti lain, penuaan pasti akan dialami oleh setiap insan. Penuaan dapat disebabkan oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik dari penuaan meliputi faktor anatomi wajah, hormonal, fisiologis, dan kapasitas antioksidan dalam wajah. Faktor ekstrinsik dari penuaan meliputi faktor sosial, lingkungan, dan budaya manusia, seperti kebiasaan merokok, kelembaban udara, jenis pekerjaan, kebiasaan mengonsumsi minuman keras, dan radiasi sinar matahari.

Pastinya, perkembangan dan penuaan akan mengubah bentuk fisik manusia, termasuk kapasitas dan kualitas organ tubuh dalam menjalankan fungsinya. Setelah mencapai puncak perkembangan dan pematangan fungsi organnya, manusia akan mengalami penuaan. Proses penuaan biasanya muncul dalam bentuk penurunan fungsi organ, termasuk kulit. Akibatnya, seiring berjalannya waktu, penuaan akan membuat kulit kita terlihat semakin berkerut, kering, dan berkurang elastisitasnya. Berdasarkan kondisi tersebut, ditemukan beberapa pola khusus tertentu yang berguna untuk berbagai aspek, termasuk untuk perkembangan ilmu forensik.

Dalam ilmu forensik, pola penuaan wajah dapat digunakan sebagai referensi dalam proses rekonstruksi wajah. Hal ini dapat terjadi karena karakteristik wajah tertentu menunjukkan kekhasan, sehingga meningkatkan akurasi para ahli forensik dalam menentukan gambaran spesifik dari wajah individu yang tidak teridentifikasi. Pola unik tersebut tentu akan memudahkan para polisi untuk mengidentifikasi individu tersebut, baik itu calon tersangka, buronan dalam penyamaran, hingga mayat yang sudah tidak dapat dikenali.

Kerutan-kerutan akan muncul pada area yang cukup terlihat pada wajah, mulai dari dahi, mata, pipi, mulut, hingga dagu. Maka, perubahan bentuk fisik pada wajah seseorang tentunya akan memengaruhi kemampuan orang lain dalam mengenalinya. Berdasarkan kerutan wajah seseorang, para ahli melalui analisis konvensional maupun software dapat memprediksi usia orang tersebut, mengingat bahwa kerut wajah akan semakin terlihat seiring bertambahnya usia. Setelah ditemukan dan dianalisis, pola kerutan wajah pada populasi tertentu dapat membantu meningkatkan ketepatan perkiraan usia, yang akan sangat bermanfaat bagi perkembangan ilmu bioarkeologi dan antropologi forensik.

Namun, sungguh disayangkan bahwa studi tentang masalah ini masih sangat minim di Indonesia. Padahal, Indonesia terdiri atas berbagai etnis dan "ras" yang setiap pola penuaannya bervariasi. Antara orang berkulit putih, hitam, Asia Timur, dan Asia Tenggara, semua memiliki pola penuaan yang berbeda. Begitu pula dengan orang yang tinggal di daerah pegunungan, perhutanan, dan perkotaan. Laki-laki, perempuan, dan interseks juga memiliki perbedaan pola penuaan. Seperti yang sudah disinggung di atas, kebiasaan-kebiasaan seperti merokok, kurang tidur, overworking, dan paparan sinar matahari juga dapat menyebabkan pola penuaan yang berbeda. Oleh karena itu, tulisan ini diharapkan dapat berkontribusi untuk mendorong studi di bidang ini.

Referensi

Bhat, D. dan Patil, K. (2016) ‘Human Age Estimation Based on Facial Aging Patterns’, International Research Journal of Engineering and Technology, 3(7), pp. 124–128. Available at: https://www.irjet.net/archives/V3/i7/IRJET-V3I722.pdf.

Chalise, H. N. (2019) ‘Aging: Basic Concept’, American Journal of Biomedical Science & Research, 1(1), pp. 8–10. doi: 10.34297/ajbsr.2019.01.000503.

Daniell, H. W. (1971) ‘Smoker’s wrinkles: A study in the epidemiology of “Crow’s Feet”’, Annals of Internal Medicine, 75(6), pp. 873–880. Diakses di: http://annals.org/pdfaccess.ashx?url=/data/journals/aim/19456/.

Emster, V. L. et al. (1995) ‘Facial wrinkling in men and women, by smoking status’, American Journal of Public Health, 85(I), pp. 78–82. doi: doi: 10.2105/ajph.85.1.78.

Farage, M. A. et al. (2013) ‘Characteristics of the Aging Skin’, Advances in Wound Care, 2(1), pp. 5–10. doi: 10.1089/wound.2011.0356.

Georgopoulos, M., Panagakis, Y. dan Pantic, M. (2018) ‘Modeling of facial aging and kinship: A survey’, Image and Vision Computing, 80, pp. 58–79. doi: 10.1016/j.imavis.2018.05.003.

Hamer, M. A. et al. (2017) ‘Lifestyle and Physiological Factors Associated with Facial Wrinkling in Men and Women’, Journal of Investigative Dermatology, 137(8), pp. 1692–1699. doi: 10.1016/j.jid.2017.04.002.

Jang, S. I. et al. (2019) ‘A study of skin characteristics with long-term sleep restriction in Korean women in their 40s’, Skin Research and Technology, 26(2), pp. 193–199. doi: 10.1111/srt.12797.

Keaney, T. C. (2016) ‘Aging in the Male Face: Intrinsic and Extrinsic Factors’, Dermatologic Surgery, 42(7), pp. 797–803. doi: 10.1097/DSS.0000000000000505.

Mesa Arango, A. C., Flórez-Muñoz, S. V. dan Sanclemente, G. (2017) ‘Mechanisms of skin aging’, Iatreia, 30(2), pp. 160–170. doi: 10.17533/udea.iatreia.v30n2a05.160.

Nanzadsuren, T. et al. (2022) ‘Skin aging risk factors: A nationwide population study in Mongolia risk factors of skin aging’, PLoS ONE, 17(1 January). doi: 10.1371/journal.pone.0249506.

Nouveau-Richard, S. et al. (2005) ‘Skin ageing: A comparison between Chinese and European populations: A pilot study’, Journal of Dermatological Science, 40(3), pp. 187–193. doi: 10.1016/j.jdermsci.2005.06.006.

Oyetakin-White, P. et al. (2015) ‘Does poor sleep quality affect skin ageing?’, Clinical and Experimental Dermatology, 40(1), pp. 17–22. doi: 10.1111/ced.12455.

Taylor, K. T. (2000) Forensic Art and Illustration. Edisi 1. Boca Raton: CRC Press.

Wilkinson, C. (2004) Forensic Facial Reconstruction. Edisi 1. Cambridge: Cambridge University Press.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image