Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Avicetta E.S

Pandangan Islam Terhadap Trading Forex

Eduaksi | Saturday, 04 Jun 2022, 14:14 WIB

Yang seperti kita ketahui secara umum Trading Forex telah berada di Indonesia ditandai dengan berdirinya Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) secara remsi pada tanggal 19 Agustus 1999 di kota Jakarta, Tepatnya di Gedung AEKI. Izin operasi diperoleh BBJ pada tanggal 21 November 2000, Kemudian Transaksi pertama telah dimulai saat tanggal 15 Desember 2000.

Transaksi BJJ disaat itu belum se-modern masa kini yang dimana saat itu masih menggunakan sistem Open Outcry, dimana Bid dan Offer dilakukan secara lansung di bursa. Berbeda dengan sekarang yang dimana sistem Outcry sudah dilakukan secara online atau tidak lansung melalui perdangan elektronik yang disetujui bursa.

Seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat telah menunjukkan minat nya terhadap broker tersebut dan mulailah mucul perusahaan perusahaan yang bergerak sebagai perantara perdagangan berjangka. Salah satu diantarannya adalah Forex.Pada umumnya sekarang banyak masyarakat Muslim yang khususnya nya di Indonesia mulai memperdagangkan Valuta asing(mata uang yang diakui, digunakan, dipakai, dan juga diterima sebagai alat pembayaran dalam perdagangan internasional) secara online.

Sebagai suatu sistem muamalah yang baru muncul, forex dapat dikategorikan dalam masalah hukum islam yang kontemporer. Dikarenakan status hukumnya bersifat ijtihadiyyah yaitu masalah hukum yang tidak memiliki referensi nash hukum yang pasti sehingga dibutuhkan tenanga untuk mengobservasi pola dan mekanisme forex sehingga bisa diklasifikasikan ke dalam bisnis yang dibolehkan atau tidak menurut Islam.

Trading forex sendiri tidak mengikuti beberapa hukum islam dikarenakan transaksi jual beli uang ( sharf ) pada umumnya dilakukan secara lansung, harus tunai dan tidak boleh ada penundaan waktu sedikitpun.Untuk mengetahui hukum yang melekat pada bentuk transaksi valas/forex, maka yang perlu diperhatikan adalah apakah dalam transaksi forex telah memenuhi rukun akad sharf dan syarat-syarat akad sharf dan terhindar dari faktor diharamkannya transaksi yang diantara lain adalah:

1.Serah terima secara lansung dan tunai saat transaksi (Taqabud)

2.Adanya kesepadanan (tamatsul) jika jenisnya sama

3.Transaksi dilakukan tanpa khiyar

4. Terhindar dari Gharar

5. Terhindar dari riba

Dari segi hukum-hukum ekonomi syariah, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

A.Berdasarkan analisis hukum ekonomi syariah sistem transaksi forex

Berdasarkan analisis hukum ekonomi syariah, sistem perdagangan valas/forex termasuk dalam kategori akad sharf, syarat dan ketentuan diatur berdasarkan rukun dan ketentuan. Adapaun rukunnya yaitu (1) adanya pelaku akad - pejual (ba’i) pembeli (musytari), (2) objek akad – sharf (valuta). Kemudian syaratnya yaitu (1) serah terima antara kedua pihak sebelum berpisah diri, (2) adanya kesamaan ukuran jika kedua barang satu jenis (tamâtsul), (3) terbebas dari hak khiyaar dan syarat, dan (4) akad dilakukan secara kontan (tidak boleh ada penangguhan).

B.Semua orang yang menjadikan Forex sebagai mata pencaharian harus mengikuti aturan yang ditetapkan oleh Syariah. Saat melakukan perdagangan, pertama-tama Anda harus memperhatikan untuk mengamati semua aktivitas yang terjadi di pasar untuk memberikan kepercayaan dalam membuat keputusan dan meninggalkan keraguan dalam keraguan karena keraguan mengarah pada asumsi praktek perjudian.

Untuk penjelasan di atas, transaksi majelis akad secare online terpenuhi unsurnya, yaitu pertemuan kedua belah pihak di forum atau media online sebagai sarana penyampaian pesan dalam transaksi . Meskipun dalam hal ini kedua belah pihak tidak bertemu secara fisik, yang terpenting adalah maksud dan tujuan mereka dalam transaksi dikomunikasikan dengan jelas dan akurat sehingga mereka dapat melakukan transaksi tidak ditangguhkan dan melakukan skala yang sama jika keduanya barang memiliki jenis yang sama.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image