Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Asrofiyah Zarin

Sekolah Online : Solusi atau Hanya Tameng?

Guru Menulis | 2021-10-10 02:29:01

Sekolah online bukanlah sebuah sistem baru dalam dunia pendidikan, melainkan suatu sistem yang telah ada dengan beriringnya perkembangan dunia teknologi. Dunia boleh saja berbicara bahwa semua lini kehidupan telah diwarnai dan harus beradaptasi dengan teknologi. Akan tetapi, fakta di lapangan berbicara lain. Salah satunya adalah sistem pendidikan yang dianjurkan dan diharapkan dengan media digital atau daring masih sangat minimalis di Indonesia. Sekolah daring tidak hanya memvirtualkan bahan pengajaran, tetapi juga soal fasilitas dan penetrasi jaringan internet. Selain itu, kemampuan guru dalam memberikan materinya dan daya tangkap peserta didik lewat daring.

Sekolah online atau daring menjadi alternatif yang kian membias di tengah merebaknya virus corona. Pandemi ini menuntut semua lembaga tanpa pengecualian untuk menggunakan sarana media digital dalam kegiatan belajarnya semaksimal mungkin. Perkembangan teknologi yang kian canggih mengakomodasi dan memobilisasi sistem sekolah ini. Akan tetapi, ada saja kerentanan dalam penerapan sistem sekolah darurat yang ada. Penetrasi jaringan internet yang belum merata ke semua daerah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2019, tingkat penetrasi internet di pedesaan rata-rata 51,91 persen, di perkotaan pun rata-rata 78,08 persen. Hal ini menunjukkan kualitas jaringan yang rendah dan berdampak pada proses sekolah yang “lola” (loading lambat). Efektivitas dan mutu sekolah menjadi rendah dan sukar untuk dipahami dengan cepat. Kepemilikan media sosial yang standar dengan penerapan daring. Kepemilikan media pembelajaran jarak jauh juga masih sangat kurang. Tentunya media atau sarana menjadi penentu. Jika masih kurang, bahkan tidak ada akan menyebabkan ketidaktercapaian sistem daring.

Media bisa menjadi tolak ukur sejauh mana sekolah online dinyatakan masih minim atau telah maksimal. Selain itu, kegagapan para guru dan peserta didik dalam mengakses daring. Bisa saja jaringan dan fasilitas lengkap, tetapi kemampuan kedua belah-pihak sangat berpengaruh dalam penerapan sistem daring. Ketidakmampuan dari keduanya atau salah satunya akan membuat kecanduan minimalis daring tak terobati. Hal ini rentan menghadirkan berbagai ketidakpuasaan dan ketidakefektifan dari sistem pembelajaran darurat selama pandemi Covid-19. Dengan demikian, sekolah daring di tengah pandemi ini adalah sebuah solusi ataukah hanya tameng semata?

Institusi pendidikan dinilai sebagai salah satu sektor yang cepat dalam penyebaran virus corona. Sehingga menteri pendidikan memutuskan menutup sekolah secara sementara dan pembelajaran dilakukan di rumah. Belajar dari rumah membuat slogan merdeka belajar semakin kelihatan. Apa maksud merdeka dalam konteks belajar dari rumah? Dari fenomena dan kesan umum yang terlihat, proses belajar justru di luar kendali. Belajar dari rumah untuk konteks pelajar adalah liburan. Kita tidak bisa menyangkal bahwa efektivitas kegiatan belajar dengan pantuan jarak jauh oleh para pendidik dan bimbingan langsung dari orangtua hanya berlangsung di pekan awal. Berada di rumah selama pandemi diharapkan tetap produkif dalam belajar. Akan tetapi, kadang-kadang orang justru merasa bebas-merdeka untuk belajar. Dalam hal ini, ia menerapkan prinsip “semau saya.” Belajar dari rumah adalah sebuah tameng yang dipakai untuk menahan tuduhan bahwa selama Covid-19 sistem pendidikan vakum. Dalam sistem belajar berbasis online ini mengandaikan bahwa semua peserta didik dan pendidik paham tentang teknologi dan fitur-fitur yang dioperasikan. Jika tidak, masalah baru akan muncul.

Pasca instruksi pemerintah untuk belajar dari rumah, bekerja dari rumah, ataupun beribadah dari rumah dan lain sebagainya membuat situasi di Indonesia menjadi beda. Hal ini juga berdampak dalam proses pendidikan. Bagaimana tidak, hampir 100% aktivitas kerja dan sekolah dilakukan dari (di) rumah. Dengan fenomena ini teknologi menjadi penguasa yang membius mata masyarakat. Serba-serbi kehidupan diwarnai oleh dunia online. Presensi, materi pembelajaran, tugas, kuis, ulangan harian, dan berbagai ujian dilakukan dari (di) rumah melalui beragam aplikasi yang ada dalam jasa daring. Pembelajaran daring yang diselenggarakan oleh kebanyakan guru dan peserta didik juga menggunakan beberapa platform digital yang menarik dan tentunya membantu sekali untuk meningkatkan keefektifan belajar peserta didik selama masa pandemi ini. Beberapa platform digital tersebut yaitu Google Class Room, ELearning, Edmodo, Zoom dan Google Meet. Yang paling terkenal yaitu Google Class. Room dan Google Meet karena terkenal mudah diakses, tampilannya tidak membingungkan dan tentunya menggunakan data internet yang lebih hemat dari aplikasi diskusi dan video conference lainnya.

Kita perlu menyadari bahwa tidak semua peserta didik berasal dari keluarga kelas menengah ke atas. Tidak semua peserta didik dan pengajar di Indonesia menikmati proses ‘milenial’ ini. Tidak semua mereka memiliki gawai dan leptop. Selain itu nasib peserta didik yang bertempat tinggal di daerah pelosok juga dikhawatirkan, karena tentunya fasilitas jaringan internet yang belum memadai daya jangkaunya juga tingkat pemahaman peserta didik masih rendah tentang penggunan aplikasi belajar secara online. Selain itu, kapabilitas dan kreativitas para guru adalah salah satu tuntutan terbesar dalam sistem sekolah daring atau jarak jauh di satu sisi. Di lain sisi, ketekunan,keseriusan peserta didik menjadi tuntutan lain. Akan tetapi keduanya tidak terlepas dari jaringan atau koneksi. Hal ini tentunya menjadi salah satu faktor penentu dalam pelaksaan sekolah online. Sistem ini sebenarnya sebuah peralihan metode face to face (jarak dekat) ke metode screen to screen (jarak jauh). Dasarnya adalah ketersediaan semua informasi yang relevan secara real time melalui jaringan dengan menghubungkan orang, benda dan sistem dioptimalkan, terorganisir secara mandiri dan penciptaan nilai lintas jaringan yang dapat sesuai dengan berbagai kriteria, seperti biaya, ketersediaan dan sumber daya. Tentunya sistem ini mempunyai visi yang sangat membantu peserta didik dan pengajar dalam keadaan apa pun dan di mana pun tetap bisa melaksanakan sekolah. Lalu, seberapa efektif model pembelajaran online ini berpengaruh bagi proses belajar para peserta didik atau pendidik?

Dari fenomena yang terlihat, intensitas ketertarikan peserta didik dalam mengikuti sekolah online sangat kecil. Bahkan, kebanyakan menciptakan kejenuhan dalam proses belajar. Beberapa peserta didik merasa kehilangan momen perjumpaan langsung dengan guru-guru favorit. Seperti tidak ada yang dipelajari selama semester ini. Ini reaksi-reaksi spontan yang disampaikan peserta didik terkait sistem belajar virtual-online. Intensitas ketertarikan pada sistem belajar online tentunya membuat seseorang tidak produktif dan memilih absen. Padahal, kehadiran (presensi) merupakan salah satu tolok ukur dalam membantu proses internalisasi pendidikan dalam kegiatan belajar. Selain itu, Sebagian peserta didik tidak dapat mengikuti pembelajaran secara online atau daring karena ketiadaan sinyal jaringan internet. Sebagian besar orangtua murid yang kondisi ekonominya pas-pasan, juga tidak memiliki ponsel pintar atau smartphone sebagai sarana belajar secara online untuk anak mereka. Sebagian guru pun terpaksa berinovasi dengan mengkombinasi materi pembelajaran yang disiarkan televisi milik pemerintah dan mengedarkannya secara langsung kepada para murid. Proses belajar yang berlangsung dari rumah, mau tidak mau, membutuhkan pengawasan langsung dari orangtua. Padahal pada yang sama, orang tua murid juga harus membagi waktu untuk bekerja, mengurus rumah, sekaligus membantu belajar anak. Kendala pembelajaran jarak jauh perlu terobosan karena banyak daerah mengalami keterbatasan teknologi, lemahnya jaringan, dan kuota internet yang terbatas. Selain itu, kurikulum dan muatan ajaran perlu dirumuskan secara tepat agar pendidikan yang diberikan tetap berkualitas.

Dari sudut pandang penulis, sistem sekolah daring di tengah pandemi adalah sebuah solusi dan sekaligus tameng. Mengapa demikian? Dapat dikatakan solusi jika pihak sekolah telah memberikan input dan praktik skill dalam penetrasi berbagai fasilitas “e-learning”. Pemantapan dalam soal fasilitas dan skill para pengajar menjadi salah satu standar penting dalam sekolah daring. Sementara di lain sisi, dapat dikatakan sebagai tameng jika proses sekolah yang terjadi dalam kebingugan, entah karena sarana maupun skill minimalis dari guru. Hal ini diafirmasi oleh banyaknya keluhan dari peserta didik maupun orang tua. Sekolah online hanyalah judul belaka. Banyak guru kebingungan, dalam waktu singkat harus mempelajari macam-macam sarana pembelajaran daring. Dan yang terjadi adalah para pengajar hanya dan selalu memberikan tugas online setiap kali jam pelajarannya, tanpa mengadakan tatap muka dengan menggunakan berbagai aplikasi yang ada.

Tanggungjawab utama dari para pendidik ialah mereka tidak hanya sadar akan prinsip-prinsip umum pembentukan pengalaman saat ini dengan menciptakan kondisi lingkungan tertentu, tetapi mereka juga menerima dalam bentuk konkret hal-hal di sekitarnya yang sangat kondusif bagi perolehan pengalaman yang menuntun pada pertumbuhan dan pencapaian ilmu yang diperoleh peserta didik. Namun situasi sekarang sangat memberi beban pada peserta didik dan membuat pengalaman sekolah menjadi sesuatu yang membosankan, bahkan bisa sampai pada titik kejenuhan dan berdampak pada tidak berkualitasnya pendidikan yang diperoleh. Peserta didik terengah-engah mengikuti proses pembelajaran. Dalam sekejap tugas menumpuk. Mereka dituntut bertransformasi jadi pembelajar mandiri dalam waktu semalam. Ini didasarkan kegagapan para pengajar yang tidak mempunyai skill khusus dalam bidang ini atau tidak adanya keseriusan dari pihak sekolah dalam merespon dan memaksimalkan perkembangan teknologi dalam dunia pendidikan.

Hal ini nyata ketika dunia pendidikan berhadapan dengan situasi pandemi. Ada begitu banyak lembaga pendidikan yang tidak siap untuk melaksanakan sistem pembelajarannya secara online. Jika terjadi, maka itu bisa saja ikut-ikutan dan terpaksa. Rasanya pendidikan gaya lama masih sangat dominan.

Berdasarkan kendala-kendala tersebut tentu perlu solusi agar proses belajar mengajar tetap tersalurkan dengan baik, sekalipun harus dilakukan di rumah. Tapi sepertinya solusi terbaik adalah tetap berusaha sebaik untuk mempersiapkan pembelajaran daring yang menarik dan efektif tanpa mengurangi esensi dari tugas kita sebagai guru untuk menyampaikan materi yang bermanfaat bagi peserta didik dan mengajarkan pendidikan karakter. Ternyata dengan adanya wabah ini memberikan pelajaran untuk kita bahwa belajar di ruang kelas dengan guru secara langsung tidak dapat tergantikan oleh apapun.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image